MUSIK, sebagaimana kita semua memahaminya, adalah sebuah ragam bahasa ‘komunikasi’. Itu disajikan melalui media bebunyian. Sifatnya universal.
Semua orang, dengan cakupan emosi dan citarasanya masing-masing, pada umumnya menyukai musik. Apa pun jenis (genre) musik tersebut.
Aneka musik
Khasanah musik Barat telah mengenalkan kepada kita apa itu jazz, hiphop, pop, klasik, R&B, blues, rock, reggae, house-music, dan ballad. Kita di Indonesia ikut pula mempopulerkan dangdut, pop, senandung, tembang, dan campursari.
Karenanya, takkan ada pihak yang berani mengklaim diri, jenis musik tertentu itu lebih “unggul” dibanding lainnya. Semuanya indah. Terasa nyaman di telinga masing-masing pendengarnya.
Pentas musik bertitel Angle de la Musique tanggal 14 Desember 2019 lalu setidaknya telah membuktikan hal itu. Semua orang suka musik. Setiap genre musik itu juga punya “konsumen” pendengar setianya masing-masing.
Nah, suasana macam apa yang terbangun jadi, ketika aneka genre musik itu kemudian diusung naik ke atas panggung pentas dengan titel Angle de la Musique?
Siswi-siswi SMA Stella Duce (Stece) Yogyakarta berhasil meramu konsep tersebut dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Atas nama projek pentas bernama konser musik akhir tahun 2019, maka lahirlah Angle de la Musique.
Gado-gado musik
Tahun 2019 ini, gadis-gadis remaja binaan para Suster CB di SMA Stece Yogyakarta itu lalu mengusung “gado-gado” musik dalam satu tema besar. Agar terdengar mentereng dan lebih stylish, maka gelaran “gado-gado” musik itu lalu mereka kalimatkan dengan sentuhan dialek Perancis: Angle de la Musique.
Maka tak heran, tembang bertitel Angle de la Musique –sebuah aransemen karya Trio Kusuma Nugraha- langsung mengisi panggung sebagai suguhan perdana pentas “gado-gado” musik ini.
Di situ ada Monica Rainy dan Keziandria Melhani yang mengolah pakem musik blues. Lalu ada Igor Saykoji membesut hiphop. Sedangkan Maria Hilary Dyahpalupi menjadi “pembaca acara” dengan dapukan orkestrasi di bawah kendali Victoria Memoria sebagai konduktornya.
Suguhan pertama itu mendulang tepuk tangan meriah. Begitu pula dengan suguhan-suguhan berikutnya seperti Benci untuk Mencinta, Salah Apa Aku?, I Love You Bibeh, dan I Love You 3000.
Yang mungkin terasa kurang “menggigit” emosi penonton adalah duo tampilan orkes biola yang mengusung judul Amazing Grace dan Time to Say Goodbye. Suara penyanyinya terdengar “kebanting”, terutama kalau harus menyamakan dengan kualitas suara Sarah Brightman dan Andrea Bocelli, ketika mereka berduet melantukan tembang sama dengan versi Italia-nya Con Te Partiro.
Produk ekstrakurikuler
Tapi, namanya saja pergelaran musik akhir tahun. Itu pun juga “hanya” diampu oleh remaja-remaja siswi sebuah sekolah menengah. Ini bukan pertunjukan konser oleh para musisi profesional.
Yang menarik, pentas Angle de la Musique ini justru lahir bukan dari pengajaran profesional. Melainkan “rumah produksi” Angle de la Musique itu adalah kegiatan ekstrakurikuler olah seni paduan suara.
“Olah vokal itu diajarkan dalam program dua kali pertemuan dalam sepekannya,” ungkap Sr. Yetty CB, S.Pd, Ms, Ma-Ed, Kepala Sekolah SMA Stella Duce, menjawab Sesawi.Net.
“Murid kelas 10 latihan sendiri. Sedangkan murid kelas 11-12 latihan gabungan,” paparnya kemudian.
Pamor SFC
Dari dapur kegiatan ekstrakurikuler vokal itulah lalu lahir Stece Female Choir (SFC). Ini adalah nama kelompok paduan suara yang semua anggotanya perempuan. Sesuai cirikhas sekolah all-girl SMA Stella Duce alias Stece.
“Olah vokal itu hanya satu jenis kegiatan ekstrakurikuler dari 18 macam lainnya di SMA Stella Duce,” tandas Sr. Yetty CB.
Tahun 2019 ini, SFC sudah berhasil memproduksi konser musiknya yang kelima kali. Dalam sejarahnya, SFC tampaknya semakin kokoh dan pede memperlihatkan hasil kinerja sinergisnya bersama segenap murid Stece lintas angkatan dan lintas “status”.
Lihat saja di atas panggung Angle de la Musique yang naik pentas di Auditorium USD Sabtu pekan lalu. Maka di sana ada Victoria Memorita S.Pd dan Monica Asri Purwant M.Pd —dua ibu guru yang naik pentas sebagai konduktor.
Di garis belakang panggung ada sejumput musisi pengiring musik secara live besutan Trio Kusuma Nugraha S.Pd, juga seorang guru.
Lalu muncul juga di balik layar murid bernama Tarallyn Nareswari yang didapuk jadi Ketua Panitia dan Ch. Wiwit Ary Astuti S.Si –guru sekaligus Wakasek Bidang Kesiswaan.
Tak lupa juga Sr. Yetty CB –Kepala Sekolah SMA Stella Duce—yang naik ke atas pentas memberi semangat kepada segenap civitas academica Stece untuk all out bermain musik, bernyanyi, dan menari.
“Show that you are the women with integrity. Enjoy your concert. God bless,” kata Sr. Yetty CB dalam sambutan resmi di awal pentas.
Gado-gado itu enak
Bagi penulis yang tiba-tiba saja mendapatkan akses tiket masuk gratis atas prakarsa Sr. Franchini CB, maka Angle de la Musique besutan duet guru-siswi SMA Stella Duce Yogyakarta sungguhlah sebuah pertunjukan “gado-gado” musik.
Bukan saja karena menu programnya bersifat campur aduk, lantaran memang mengetengahkan aneka genre musik –mulai dangdut sampai hiphop dan blues. Melainkan juga, karena para “sponsor” utamanya yakni para para pemain di atas pentas itu juga sangat beragam. Ada murid dan para guru mereka.
Sementara di luaran panggung, kru para remaja cewek Stece ini didukung mesra dan sigap oleh kru para cowok dari SMA de Britto yang dari sononya memang masuk kategori all-boys school.
Semua orang tampak hepi di setiap akhir sesi tampilan. Tempik sorak tepuk tangan selalu mengiringi penampilan duet guru-murid SMA Stece, usai melantunkan lagu-lagu hasil aransemen produksi SFC tahun kelima ini.
Angle de la Musique tidak hanya ramai di atas pentas. Keriuhan itu juga terjadi di luar panggung. Segenap kru pendukung pergelaran musik tahunan ini sepertinya tak ingin melewati momen pergelaran musik itu tanpa kenangan indah.
Karena itu, sesi rehat menjadi momen canda tawa. Lihat saja segenap awak pendukung di luar pentas beramai-ramai melakukan swafoto di tengah derasnya hujan yang saat itu mengguyur Yogyakarta. (Berlanjut)