HARI Kanker Anak Internasional (International Childhood Cancer Day) pada Jumat, 15 Februari 2019, ditujukan untuk menyoroti tindakan global terpadu dalam mengatasi tantangan kanker pada anak. Secara global, kanker anak dan remaja berpotensi untuk melebihi penyakit menular, sebagai salah satu penyebab kematian akibat penyakit yang tertinggi pada anak.
Apa yang terjadi?
Tema 2019 adalah “Advance Cures and Transform Care”. Pesan ini menyoroti ketidaksetaraan mencolok atas akses terhadap terapi di banyak negara berpenghasilan rendah dan menengah, di mana 80% anak dengan kanker hidup.
Anak dan remaja di Afrika, Asia dan Amerika Latin dan di beberapa bagian Eropa Timur dan Selatan, belum memiliki akses terhadap pengobatan yang tepat, termasuk obat esensial dan perawatan khusus.
Saat ini, di mana seorang anak hidup dan tinggal, cukup sering menentukan kemampuannya untuk bertahan hidup dari kanker anak. Hari ini adalah hari ketika kita berkumpul untuk menjadikan anak sebagai prioritas kesehatan nasional dan global.
Terkait kanker pada anak, saat ini masih terlalu sering kita mendengar kata “tetapi”, misalnya “tetapi” tidak cukup banyak anak yang dapat diobati, “tetapi” pengobatannya terlalu mahal, “tetapi” tidak ada cukup dokter ahli, dan banyak “tetapi” yang lain lagi. Pesan Utama adalah Sekarang waktunya.
Tidak ada lagi “tetapi” (The time is now. There can be no more “but”). Sekarang kita harus bekerjasama untuk menyembuhkan, mengubah layanan dan menanamkan harapan pada anak, karena semua anak dengan kanker berhak mendapatkan akses terhadap obat esensial dan perawatan berkualitas.
Menurut The International Agency for Research on Cancer 2015, kejadian kanker anak di seluruh dunia meningkat, dari 165.000 kasus baru setiap tahun menjadi 215.000 kasus untuk anak sampai usia 14 tahun, dan 85.000 kasus baru untuk remaja usia 15-19 tahun.
Program pengedalian penyakit kanker di Indonesia dilakukan untuk semua jenis kanker, tetapi saat ini masih diprioritaskan pada dua kanker terbanyak, yaitu kanker leher rahim dan kanker payudara, bukan pada anak. Meskipun jumlah anak dengan kanker jauh lebih sedikit dibandingkan dengan dewasa, tetapi jumlah kehidupan yang disimpan secara signifikan sebenarnya lebih tinggi.
Bahkan tingkat kelangsungan hidup di negara berpenghasilan tinggi mencapai rata-rata 84% dan terus meningkat, juga di daerah dengan sumber daya yang kurang mendapat bantuan lokal dan internasional sekalipun.
Sebanyak 188 organisasi anggota Childhood Cancer International (CCI) di 96 negara dan 1.000 profesional layanan kesehatan dari 110 negara yang merupakan anggota International Society of Pediatric Oncology (SIOP), meminta setiap orang untuk ‘bersatu dalam solidaritas’ dan memastikan semua anak dan remaja di manapun, agar memiliki kesempatan untuk bertahan hidup dari kanker.
Selain itu, juga agar dapat menjalani kehidupan yang panjang, produktif dan bermakna. Tidak ada yang lebih menakutkan daripada menyadari bahwa anak kita menderita kanker. Namun demikian, tidak ada yang lebih tragis daripada saat mengetahui bahwa pengobatan memang ada dan hasilnya sangat baik, tetapi itu tidak tersedia untuk anak kita.
Mengapa? Hanya karena anak kita kebetulan tinggal di belahan dunia yang salah.
Ternyata lebih dari 300.000 anak setiap tahun didiagnosis menderita kanker. Juga bahwa banyak jenis kanker pada anak dapat disembuhkan, jika anak diberikan 4 hak azasi, yaitu hak untuk diagnosis dini secara tepat, mengakses obat penting, mendapatkan layanan medis yang tepat dan berkualitas, serta menindaklanjuti layanan medis berkelanjutan bagi anak yang selamat.
Hal ini mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) Perserikatan Bangsa-Bangsa tujuan ke 3.4, yaitu untuk mengurangi angka kematian dini sampai sepertiganya pada tahun 2030.
Disparitas besar terjadi pada tingkat kelangsungan hidup anak dengan kanker secara global. Di negara berpenghasilan rendah sampai menengah, di mana akses terhadap perawatan seringkali terbatas dan sangat menantang, tingkat kelangsungan hidup hanya 10%.
Dari 10 anak yang didiagnosa menderita kanker, hanya 1 yang bertahan. Sebaliknya, di negara berpenghasilan tinggi dan maju, tingkat kelangsungan hidup bisa setinggi 90%, hanya 1 anak yang akan mati.
Perkembangan obat kanker anak juga sangat tertinggal. Sebagai contoh, pengobatan untuk leukemia limfoblastik akut risiko standar, yang merupakan jenis kanker anak yang paling umum, yaitu terdiri dari 11 obat. Padahal, lima di antaranya ditemukan pada 1960-an, lima lainnya, pada 1970-an dan satu di tahun 80-an.
Tidak ada lagi obat baru untuk anak dengan kanker darah atau leukemia.
WHO memprediksikan akan terjadi “ledakan” pada pengidap kanker di tahun 2030. Riset Kesehatan Dasar 2013 (Riskesdas) oleh Kementerian Kesehatan menemukan, prevalensi kanker di Indonesia mencapai 1,4% atau sekitar 347.792 kasus.
Data Kementerian Kesehatan menemukan bahwa prevalensi kanker pada anak-anak adalah 2% dari semua kejadian kanker, tetapi merupakan penyebab kematian kedua pada anakanak berusia antara 5-14 tahun.
Sementara itu, Yayasan Kanker Anak Indonesia (YKAI) menemukan bahwa prevalensi anak-anak dengan kanker meningkat 7% setiap tahunnya.
“Dari 175 ribu anak yang terdiagnosis kanker, ada 90 ribu yang meninggal. Ini menyebabkan rendahnya angka “survival rate”,” jelas Prof dr H. Abdul Kadir, PhD, Sp.THT-KL(K). MARS, Direktur Utama RS Kanker Dharmais Jakarta pada hari Kamis, 15 februari 2018 lalu. Kanker pada orang dewasa dikaitkan dengan gaya hidup tidak sehat, seperti merokok atau kurang berolahraga, merupakan faktor yang dapat dicegah.
“Namun demikian, gaya hidup bukanlah faktor pemicu kanker pada anak, sehingga menjadikannya jauh lebih sulit untuk dicegah,” papar ahli onkologi dari Mochtar Riady Comprehensive Cancer Center (MRCCC) Siloam Hospitals Semanggi, Jakarta Prof. Dr. dr. Moeslichan, SpA(K). Untuk itulah, pentingnya deteksi dini, mengingat kanker pada anak sulit dicegah. Bahkan, gejalanya tidak mudah dikenali, sehingga orang tua harus sadar bahwa mereka memiliki peran penting dalam deteksi dini secara berkala.
Momentum Hari Kanker Anak Internasional pada Jumat, 15 Februari 2019, adalah ajakan berulang untuk meningkatkan kepedulian kita semua akan kanker pada anak.
Apakah kita sudah bertindak?