PADA hari Jumat, 1 Maret 2019 diterbitkan laporan bahwa imunisasi hepatitis B telah mengurangi infeksi menjadi kurang dari 1% anak di Wilayah Pasifik Barat. Namun demikian, untuk menghilangkan penularan infeksi hepatitis B dari ibu-ke-anak pada tahun 2030, diperlukan intervensi tambahan.
Apa yang penting?
Hepatitis B adalah infeksi virus yang menyerang hati dan menyebabkan hampir 900.000 kematian di seluruh dunia setiap tahun, sebagian besar karena sirosis hati, kanker hati dan komplikasi lainnya.
Vaksinasi memberikan perlindungan seumur hidup terhadap hepatitis B dan risiko penyakit yang terkait. Semua bayi baru lahir seharusnya menerima dosis pertama vaksin hepatitis B dalam waktu 24 jam setelah kelahiran, diikuti oleh setidaknya dua dosis lagi dalam tahun pertama kehidupan.
Sebuah artikel berjudul “Progress toward Hepatitis B Control and Elimination of Mother-to-Child Transmission of Hepatitis B Virus ─ Western Pacific Region, 2005–2017” diterbitkan pada Jumat, 1 Maret 2019.
Artikel itu melaporkan bahwa antara 2005 dan 2017, cakupan dosis pertama vaksin hepatitis B setelah bayi lahir, meningkat dari 63% menjadi 85% bayi baru lahir. Tingkat pemberian dosis ketiga vaksin hepatitis B, meningkat dari 76% menjadi 93% selama periode yang sama. Cakupan global untuk vaksin hepatitis B dosis pertama dan ketiga pada 2017 masing-masing adalah 43% dan 84%.
Laporan kemajuan yang mengesankan dalam menjangkau anak selama jangka waktu tersebut, termasuk pencegahan 7 juta kematian melalui vaksinasi hepatitis B, adalah dorongan untuk menghilangkan penularan hepatitis B di wilayah tersebut pada tahun 2030.
Hal ini karena sebagian besar infeksi hepatitis B ditularkan dari ibu ke bayi selama kelahiran. Semua wanita hamil harus diperiksa uji saring hepatitis B dan jika positif, pada bayi yang terpapar virus selama kelahiran segera diberikan imunoglobulin hepatitis B untuk mencegah infeksi.
Tindakan untuk mengurangi penularan virus hepatitis B dari ibu-ke-bayi adalah bagian dari inisiatif yang lebih luas, yang mencakup penghapusan penularan HIV dan sifilis ke bayi baru lahir. Semua negara di Wilayah Pasifik Barat telah menyetujui rencana untuk menghilangkan penularan dari ibu ke anak dari ketiga penyakit pada tahun 2030.
Prevalensi hepatitis B tertinggi di Wilayah Pasifik Barat dan Afrika, di mana masing-masing 6,2% dan 6,1% dari populasi orang dewasa. Keduanya jauh lebih tinggi dibandingkan Timur Tengah (3,3%), Asia Tenggara, termasuk Indonesia (2,0%), Eropa (1,6 %), dan Amerika (0,7%).
Di daerah yang sangat endemis, virus hepatitis B paling umum menyebar dari ibu ke anak saat lahir (penularan perinatal), atau melalui penularan horizontal (paparan darah yang terinfeksi), terutama dari anak yang terinfeksi ke anak yang tidak terinfeksi, selama 5 tahun pertama kehidupan. Perkembangan infeksi kronis sangat umum terjadi pada bayi yang terinfeksi dari ibunya atau sebelum usia 5 tahun.
Diagnosis laboratorium infeksi hepatitis B berfokus pada pendeteksian antigen permukaan hepatitis B (HbsAg). Infeksi HBV akut pada pemeriksaan laboratorium klinik ditandai oleh adanya antibodi HBsAg dan imunoglobulin M (IgM) terhadap antigen inti (HbcAg).
Selama fase awal infeksi, pasien juga seropositif untuk antigen hepatitis B e (HBeAg). HBeAg biasanya merupakan penanda replikasi virus pada tingkat tinggi. Adanya HBeAg yang positif menunjukkan bahwa darah dan cairan tubuh orang yang terinfeksi tersebut, pada kondisi sangat menular.
Infeksi kronis ditandai oleh menetapnya HBsAg selama setidaknya 6 bulan (dengan atau tanpa HBeAg). Persistensi HBsAg adalah penanda utama risiko untuk berkembangnya penyakit hati kronis dan kanker hati (karsinoma hepatoseluler) di kemudian hari.
Tidak ada pengobatan khusus untuk hepatitis B akut. Oleh karena itu, perawatan ditujukan untuk menjaga kenyamanan pasien dan keseimbangan gizi, termasuk penggantian cairan yang hilang akibat muntah dan diare.
Infeksi hepatitis B kronis dapat diobati dengan obat antivirus oral atau obat yang ditelan. Pengobatan tersebut dapat memperlambat perkembangan menjadi sirosis, mengurangi kejadian kanker hati, dan meningkatkan kelangsungan hidup jangka panjang.
WHO merekomendasikan obat tenofovir atau entecavir oral, karena ini adalah obat yang paling manjur untuk menekan virus hepatitis B. Kedua obat jarang menyebabkan resistensi dibandingkan dengan obat lain, mudah dikonsumsi karena hanya 1 kali sehari, dan memiliki sedikit efek samping, sehingga hanya memerlukan pemantauan terbatas.
Entecavir tidak dipatenkan, tetapi ketersediaan dan biaya sangat bervariasi. Tenofovir hanya dilindungi oleh hak paten sampai tahun 2018 di sebagian besar negara berpendapatan menengah dan tinggi, sehingga sebelum tahun 2018 biayanya berkisar antara US $ 400 hingga US $ 1.500 untuk satu tahun.
Sementara beberapa negara berpenghasilan menengah (seperti China dan Rusia) masih menghadapi hambatan regulasi hak paten dalam mengakses tenofovir, pada hal harga tenofovir generik sebenarnya cukup terjangkau.
Mekanisme Pelaporan Harga obat dunia atau ’Global Price Reporting Mechanism’ (GPRM) menunjukkan bahwa biaya untuk satu tahun perawatan berkisar antara US $ 48 hingga US $ 50 pada Februari 2017.
Pada bulan Maret 2015, WHO meluncurkan “Pedoman untuk pencegahan, perawatan dan pengobatan pertama orang yang hidup dengan infeksi hepatitis B kronis”.
Terdapat 3 rekomendasi:
- Pertama, mempromosikan penggunaan tes diagnostik sederhana dan non-invasif untuk menilai tahap penyakit hati dan kelayakan untuk perawatan;
- Kedua memprioritaskan pengobatan untuk mereka yang memiliki penyakit hati paling lanjut dan risiko kematian terbesar.
- Ketiga, merekomendasikan penggunaan obat dalam kelompok nucleos(t)ide analogues, untuk pasien yang resistensi obat (tenofovir dan entecavir, dan entecavir pada anak yang berusia antara 2–11 tahun) untuk pengobatan lini pertama dan kedua hepatitis B.
Vaksin hepatitis B adalah intervensi medis andalan dalam pencegahan hepatitis B.
WHO merekomendasikan bahwa semua bayi menerima vaksin hepatitis B sesegera mungkin setelah lahir, dianjurkan dalam waktu 24 jam pertama kehidupan. Rendahnya insiden infeksi HBV kronis pada anak balita saat ini, berhubungan dengan semakin meluasnya penggunaan vaksin hepatitis B.
Pada tahun 2015, cakupan global dosis pertama segera setelah kelahiran bayi untuk vaksin hepatitis B adalah 84% dan dosis ketiga baru mencapai 39%. Wilayah Amerika dan Wilayah Pasifik Barat adalah wilayah yang memiliki cakupan vaksinasi paling luas.
Imunisasi hepatitis B telah terbukti mampu mengurangi infeksi pada kurang dari 1% anak di Wilayah Pasifik Barat.
Kini saatnya kita bertindak untuk menghilangkan penularan infeksi hepatitis B dari ibu-ke-anak dengan intervensi tambahan, yaitu peningkatan cakupan imunisasi hepatitis B dosis ketiga global dan penggunaan obat tenofovir atau entecavir oral, dengan target akan tercapai pada tahun 2030.
Apakah kita sudah terlibat membantu?