SAYA bertemu Pak Bekti terakhir hari Kamis, 5 September 2019 pukul 18:00. Almarhum Pak Bekti datang ke Susteran bersama Mbak Dika.
Waktu itu, kami bercerita sangat santai membahas sayur bayam. Karena kebetulan sore itu saya mendapat tugas memasak. Setelah itu, barulah kami berbicara hal yang pokok.
Setelah semua urusan selesai, lalu Pak Bekti berpamitan pulang. Sambil jalan di halaman, beliau masih sempat mengagumi bangunan rumah biara kami. Dan, beliau sempat mengomentari tanaman Pucuk Merah yang masih pendek-pendek.
Beliau mengatakan, “Tanaman itu harus dirawat betul, supaya pucuk merahnya tampak.”
Seperti para suster ADM (Amalkasih Darah Mulia) ini, kata beliau. “Suster itu jalannya masih panjang, maka perlu makan yang baik. Jadi gak usah diet-diet. Nikmati hidup saja,” tambahnya.
Waktu itu saya masih menjawab, “Pak, kalau diet biar sehat gimana?”
“Nikmati dulu hidup,” sahut almarhum.
Lalu saya jawab “Iya…Pak.”
Lalu kami berjalan menuju mobil. Setelah sampai dekat mobil, spontan saya bilang. “Tumben Bapak bawa sopir…. Biasanya Bapak menyopir sendiri.”
Jawab beliau, “Iya…”
Lalu saya membukakan pintu. Bapak masuk, duduk, dan lambaikan tangan. Lalu dengan gembira saya balas lambaian tangan.
Saya perhatikan mobil keluar dari halaman sampai tidak terlihat lagi. Lalu pada tanggal 11 September lalu, saya masih kirim pesanWA beliau. Namun beliau membacanya, tetapi tidak ada tanggapan seperti biasanya.
Saya kaget sekali ketika menerima kabar, Pak Bekti baru saja dipanggil Tuhan hari Minggu malam jelang tengah hari.
Pak Bekti yang saya kenal beliau adalah pribadi yang sangat sabar, care, murah senyum dan tawa, selalu gembira dan ngemong.
Semoga jiwa Bapak mengalami kebahagiaan abadi di surga dan menjadi pendoa bagi kami yang masih berziarah di dunia ini. Amin.