DULU, saya selalu dengan nada gurau mengatakan tentang almarhum sebagai “Romo yang selalu tersenyum”.
Berita mengejutkan pagi tanggal 12 Maret ini mampu membuatku mengelus dada dan kemudian berdoa dengan keyakinan bahwa semoga Tuhan berkenan memberi kedamaian bagi almarhum Romo Gregorius Sabinus CP.
Memotong kayu
Kawanku, Romo Greg CP, ingatanku kembali ke awal tahun 1980an hingga tahun 1990.
Saat itu, sebagai Ketua Senat Mahasiswa, saya bisa menunjuk siapa saja mahasiswa di STFT Widyasasana agar mereka mau menggergaji besi dan kayu untuk keperluan membuat meja kursi ataupun ngepel lantai kampus baru di Malang. Hal itu kami lakukan sebagai salah satu aktivitas orientasi perpeloncoan mahasiswa.
Sedari dulu, penampilan Romo Greg selalu senang tampil berkemeja putih, bercelana berbahan dasar warna hitam, tampilan wajah berkulit putih bersih, sedikit pendek dan subur, bertangan halus sepertinya tidak pernah bekerja kasar, namun senyumannya lebar dan menarik.
Memotong kayu dan besi itu pun dilakukannya dengan senyum, meski hasil potongannya tidak lurus sehingga langsung merepotkan kami yang harus nge-las dan merapikan potongan.
In Memoriam Romo Gregorius Sabinus CP dalam Rekaman Video (5)
Senyuman dan keramahan selalu almarhum sajikan, setiap kali kami berkunjung ke Biara Passionis.
Tentu kuingat juga Barses (kini jadi Romo Barses) yang bersama komunitas CP bernyanyi bersama refren lagu khas Dayak: “Numpang perahu meninggalkan kampung“.
Lagu itu rupanya benar memberi semangat bermisi keluar kampung.
Suara kecapi atau sape dan gitar)dengan lagu itu terus terdengar ketika harus mengenang almarhum Romo Greg dengan piktograf senyum kebahagiaan dan keramahannya.
Kini, kamu sudah membaktikan hidupmu mengarungi hidup sebagai imam lebih dari 25 tahun dan itu telah kamu jalani dengan gembira dan sukacita.
Senyuman dan keramahanmu itulah wujud nyata mewartakan Kabar Gembira Injil.
Kawanku, Romo Greg Sabinus CP, sekarang kamu wajib menjadi pendoa bagi kami. Itu karena karena kamu sudah berada dalam kedamaian abadi di surga.