SUATU malam, saya bertemu dengan pengurus OMK (Seksi Kepemudaan) suatu paroki. Ini kali pertama saya bersua dengan mereka. Ketika mereka tiba, segera kami yang berjumlah tujuh orang membentuk lingkaran di lantai.
Saya bertanya, “Kita akan ketemuan sampai jam berapa?”
Lalu salah seorang muda jawab, “Satu jam ya, romo?”
Bermain 1-4
Dengan posisi duduk melingkar di lantai, saya lalu menjelaskan proses pertemuan kami. “Teman-teman saya ajak untuk bermain one to four.
Disebut one to four karena kita akan berhitung 1 sampai dengan 4. Setiap hitungan memiliki gerakannya.
Angka satu (1) caranya dengan menepuk dada kanan atau kiri. Nah arah kanan atau kiri ini penting karena untuk menentukan arah nomor dua (2).
Nomor 2 dilakukan dengan mengacungkan dua jempol. Lalu dilanjutkan nomor 3 dengan gerakan orang nomor tiga menunjuk orang dengan menyebut nama yang akan jadi nomor 4.
Orang yang mendapat nomor 4 adalah orang yang ditunjuk namanya oleh nomor 3. Orang nomor empat membuat gerakan seperti orang nomor 1.”
Mereka tampak bingung. “Mari kita coba dahulu gerakannya.”
Kami berlatih sejenak. Sesuatu yang baru kadang membingungkan tetapi setelah dilatih beberapa saat, akan menjadi mudah.
Banyak hal harus dilatih dan dipraktikkan. Tanpa terasa kami berdelapan terlibat asik dalam permainan 1 to 4.
Akhirnya, kami bermain dengan aturan main yakni mereka yang keliru dalam berhitung, mendapat kesempatan untuk ditanyai atau digali informasi tentang situasi OMK di parokinya.
Dalam permainan itu kami selingi dengan cerita dari mereka yang keliru tentang situasi OMK di paroki ini. Mereka mengisahkan tentang susahnya berkoordinasi dengan para senior yang old fashioned. Juga mereka kebingungan bagaimana mengelola suatu pertemuan.
Dan seterusnya tanpa terasa satu jam sudah berlalu.
“Wah dah hampir satu jam. Gimana nih?” tanya saya.
Lalu mereka meminta tambah 30 menit waktu obrolan. Waktu singkat itu kami pakai untuk mencari solosi atas kerumitan di wilayah kehidupan OMK paroki mereka. Kami merencanakan pertemuan berikutnya untuk mulai mengatasi keadaan tersebut lewat pelatihan.
Setelah itu saya mengajak teman-teman muda untuk doa bersama. Tak lupa kami foto bersama. Lalu foto kami posting di status WhatsApp atau medsos.
Terobosan
Mengingat sulitnya berkumpul untuk kegiatan rohani atau gerejani, waktu bersama itu begitu berharga. Satu setengah jam pada malam itu bersama rekan-rekan muda begitu berharga.
Maka pada zaman now ini pemikiran tentang pembangunan persekutuan yang kreatif diperlukan untuk menopang kehidupan OMK. Kami membicarakan hal substansial tetapi dengan cara santai. Dalam pertemuan malam itu, kami melakukan sharing, bermain, berdoa dan tentu tukar pikiran.
Pelajaran penting dari pertemuan malam itu bagi saya adalah pendamping orang muda memang harus berani membuat terobosan.
Berani mencoba. Berani memula