Suster Ikut Pelatihan Paralegal CWTC-IBSI: Perjuangkan Martabat Manusia melawan Praktik Perdagangan Orang (2)

0
557 views
Pelatihan Paralegal untuk para suster biawati lintas tarekat religius di Jakarta 15-18 Mei 2018. Program ini terlaksana hasil kerjasama CWCT IBSI dan LBH APIK Jakarta. (Ist)

JUDUL resminya memang ‘hanya’ seminar dan lokakarya paralegal untuk para suster biarawati yang mendapat tugas berkarya di bidang kemanusiaan yakni merawat, melindungi, dan membantu para korban praktik perdagangan orang.

Namun, sebagai peserta Pelatihan Paralegal di Jakarta Timur tanggal 15-18 Mei lalu itu, penulis melihat aspek yang lebih dalam lagi yakni merefleksikan sejauh mana dan sampai kemana keterlibatan para suster biarawati dalam karya mulia yakni memperjuangkan harkat dan martabat manusia yang menjadi korban praktik-praktik ‘tidak baik’ tersebut.

Pelatihan Paralegal ini dibesut oleh CWTC (Counter Women Trafficking Commission), semacam komisi kerja di forum IBSI (Ikatan Biarawati Seluruh Indonesia), dalam kerjasamanya dengan LBH APIK Jakarta.

Pelatihan Paralegal telah berlangsung selama empat hari di Rumah Doa Guadalupe, Duren Sawit, Jaktim.

Program pelatihan ini diikuti oleh 19 orang suster biarawati lintas Kongregasi yakni dari SPM, SSpS, PMY, PK, RGS, BKK, FSGM, FMM, HK, CP, plus tambahan seorang Frater OFM, seorang pendeta, dan seorang non Kristiani dari Wonosobo.

Total jenderal, jumlah peserta Pelatihan Paralegal ini ada  22 orang.

Suster Aktivis Berharap Bisa Dampingi Korban Perdagangan Manusia ke Pengadilan (1)

Harapan bersama

Salah satu tujuan diadakan pelatihan ini adalah agar para suster biarawati yang selama ini sudah aktif terlibat dalam karya kemanusiaan ini  bisa lebih maju “selangkah lagi” ke depan.  Mereka yang selama bertahun-tahun aktif mendampingi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan korban praktik human trafficking berharap, sekali waktu  bisa mendampingi para korban itu sampai di  ranah pengadilan.

Tujuannya jelas, agar proses pendampingan itu bisa berlangsung lebih optimal.

Dinamika pelatihan

Proses Pelatihan Paralegal itu pada hemat penulis telah berlangsung dengan sangat baik dan lancar. Yang menarik, para suster biarawati  peserta program pelatihan ini tidak hanya ‘duduk manis’, melainkan mau terlibat aktif dalam setiap dinamika sesi.

Jadwal programnya sangat padat. Kami mulai melakukan sesi pertemuan pleno sejak pukul  08.00 pagi hingga jelang makan malam pukul 19.00.

Setelah makan malam pun, sesi berikutnya sudah menunggu di depan mata. Di situ kami diajak berefleksi dan berpikir tentang dunia nyata yang benar-benar ‘kejam’, ketika beberapa tayangan film menyuguhkan kasus-kasus pelecehan seksual yang menimpa pekerja perempuan.

Latihan simulasi kasus.

Mereka ini korban yang benar-benar rentan terhadap aneka bentuk tidak menghormati harkat dan martabat manusia berjender perempuan. Hal itu terjadi pada dunia kerja pertambangan. Film lain menyuguhkan aksi dan gerakan perjuangan paralegal dalam proses pendampingan korban pencemaran lingkungan.

Human Trafficking under Spot of Indonesian Nuns Involved in Humanitarian Movement

Pelatihan Paralegal ini bagi penulis telah menyegarkan kembali memori saat menimba ilmu hukum di Unika Soegijapranata Semarang.

Tetapi lebih dari itu, dengan mendapat kesempatan bisa mengikuti Pelatihan Paralegat itu dan bersama para suster lainnya, penulis berharap sekali waktu bisa punya lisensi untuk bisa mendampingi korban sampai ke ranah persidangan. Itu harapan besar, karena penulis bukan berprofesi pengacara.

Keseteraan jender di Gereja Katolik

Materi menarik lainnya yang memberi pencerahan bagi penulis adalah hal ini. Yakni, perkara ‘ketidakadilan’ jender yang ternyata masih ada di ranah Gereja Katolik Semesta. Salah satu contohnya misalnya praktik membeda-bedakan jender dalam pelayanan iman.

Semisal adalah sikap tidak ‘adil’ oleh Hirarki lokal, ketika kaum perempuan tidak diizinkan menjadi prodiakon, misdinar, atau terganjal tidak bisa masuk menjadi anggota Dewan Paroki Harian paroki hanya karena mereka itu perempuan.

Ref:  Nuns against human trafficking take part in workshop to help victims in court

Dominasi lelaki di berbagai bidang pelayanan gerejani masih sangat kental terasa dan terjadi di mana-mana, termasuk tentu saja di Gereja Katolik Indonesia.

Kalau pun kaum perempuan bisa dilibatkan dalam urusan gerejani, maka porsinya ada di bidang urusan rumah tangga pastoran, pengurus paramenta.

Belajar bersama untuk mengasah kecerdasan dan melatih kepekaan akan isu-isu kemanusiaan yang menciderai harkat dan martabat manusia.

Yang dikerjakan kaum perempuan biasanya hal-hal ini: membantu Pak Koster urusan rumah tangga pastoran semisal ngopeni (merawat, membersihkan, mencuci) alba, stola, kasula para romo untuk dicuci dan diseterika. Lainnya adalah kegiatan merangkai bunga di altar dan bersih-bersih;  baik di pastoran, gereja, dan lingkup sosial lainnya.

Sementara semua pemangku kepentingan bidang lainnya lebih banyak  diisi dan dipenuhi oleh kaum lelaki.

Sekadar catatan refleksi usai Pelatihan Paralegal itu adalah melihat realitas sekitar “rumah kita bersama” yakni Gereja Katolik Indonesia. Di sana semangat mempraktikkan kesetaraan jender itu masih sangat minim dipahami dan apalagi diterima oleh Gereja Katolik Indonesia.

Mestinya tidak begitu lagi, apalagi Sri Paus Fransiskus sekarang ini sudah banyak membuat dan membawa perubahan besar dalam Gereja Katolik Semesta.

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here