- Why 7: 2-4.9-14.
- 1 Yoh 3: 1-3.
- Mat 5: 1-12a.
SEMUA adalah orang kudus: semua kudus, semua dengan Tuhan, sekarang dan selalu.
Hari ini Gereja merayakan hari raya semua orang kudus. Siapa itu orang kudus? Kita harus ingat bahwa yang kudus dari para kudus adalah Tuhan saja.
Lalu siapa itu Orang-orang Kudus?
Orang-orang Kudus adalah mereka yang dekat dengan Allah, senantiasa disentuh oleh kekudusannya. Kedekatan ini adalah rahmat terbesar yang membuat manusia menjadi harum mewangi.
Gereja memiliki tradisi mengkanonisasi mereka yang dapat menjadi model dalam hidup dan dalam iman, sebagaimana Santo Fransiskus, sebagaimana dengan Beato Carlo Acutis yang tanggal 10 oktober 2020 kemarin dibeatifikasi di Basilika Santo Fransiskus Assisi.
Sejak berabad-abad, devosi kepada Para Ludus sangat populer dan teguh. Mereka dirasakan sangat dekat dan menjadi pengantara.
Orang-orang Kudus adalah mereka yang telah dekat dengan Allah dengan seluruh perjuangan, kesusahan dan penderitaan mereka. Mereka dengan kesulitan-kesulitan yang ada tetap setia kepada Allah sampai akhir.
Yang berikut mereka telah menjadi model bagi mereka yang masih berziarah di dunia. Karena kesaksian hidup mereka yang setia kepada Allah.
Dan benarlah bahwa dalam syadat para rasul kita menyatakan iman kita: “… Aku percaya akan Gereja Katolik yang kudus, persekutuan para kudus…”
Demikian bagian dari pengakuan iman yang kita warisi dari para rasul (apostolik). Katekismus Gereja Katolik (pert.195) menulis:
“Persekutuan para kudus menunjuk pada kesatuan orang-orang suci, yaitu antara mereka yang berkat rahmat Allah dipersatukan dengan Kristus yang mati dan bangkit. Ada yang masih berjuang di dunia ini, yang lainnya sudah melewati hidup di dunia dan sedang mengalami proses pemurnian yang membutuhkan bantuan doa-doa kita.
Yang lain lagi sudah masuk ke dalam kemuliaan Allah dan mendoakan serta menjadi pengantara kita. Semua anggota ini bersama-sama membentuk satu keluarga di dalam Kristus, yaitu Gereja, untuk memuji dan memuliakan Allah Tritunggal”.
Singkatnya, Gereja adalah persekutuan para kudus sebagai yang meliputi Gereja mulia. (Mzm 24:3-6; Mat. 27:52; Yoh 14:1-14; 1Yoh 3:1-3; Why 7:13-14; Paus Fransiskus, Seruan Apostoik Gaudete et Exultate), Gereja menderita/pemurnian (bdk. 2Mak 12:43-45; Why 21:27; Mat 5:48; Mat 12:32; 1Pet 1:7,15-16, 3:18-20, 4:6; Ibr 12:14; dan Gereja berziarah (Mrk 4:18-22; Luk 5:1-11; Mat 16:18; Yoh 1:33)!
Anggota Gereja saling mendoakan, Gereja Mulia bisa berdoa bagi saudara-saudarinya yang masih berziarah dan berjuang di dunia ini. Dan baik Gereja Mulia maupun Gereja Pejuang bisa berdoa bagi Gereja yang menderita, yakni bagi saudara-saudarinya yang menderita di api penyucian. Bantuan rohani yang dapat diberikan kepada jiwa-jiwa itu dapat berupa doa-doa, sedekah, puasa, indulgensi dan bentuk kurban lainnya (bdk. Yes 1:16-20; Luk 19:8).
Maka dari itu adalah baik dan luar biasa melihat para kudus sebagai penuntun bagi kekudusan kita, karena kita semua dipanggil kepada kekudusan. Hendaklah kamu kudus sebagaimana Bapamu di surga kudus adanya.
Dalam situasi dunia saat ini semakin banyak tantangan untuk mengejar kekudusan. Untuk itu kita semakin diingatkan untuk menyadari akan tugas dan panggilan kita, mengasihi Allah dalam diri sesama yang menderita, lewat cara-cara yang kita boleh lakukan masing-masing dan bersama.
Pola pikir tentang kekudusan
Maka mari kita mengubah pola pikir kita tentang kekudusan ini. Kudus atau menjadi kudus bukanlah hal yang aneh, ada dalam diri orang-orang khusus. Atau kita mengatakan kudus bukan untuk saya, tidak layak, dan lain sebagainya.
Allah adalah kudus, dan kita yang berasal dari Allah juga dipanggil menjadi kudus. Memilih saja yang dikehendaki Allah juga tanda kekudusan. Sebaliknya memilih yang dikehendaki dunia atau yang kukehendaki, berarti kita memisahkan diri dari Allah dan menjauhkan kita dari kekudusan.
Kudus berabri terpisah, terpisah dari yang bukan Allah yang bukan berasal dari Allah artinya dekat dengan Allah.
Hidup kudus itu diuji dan dikembangkan dalam pengalaman hidup sehari-hari. Hidup kudus akan tercapai, jika kita terus berusaha untuk memisahkan hati dari ikatan-ikatan duniawi dan mempersembahkannya menjadi milik Tuhan.
Hati kita bisa terikat oleh kesmbongan, egoisme, iri hati, dan harta duniawi. Perlu harus diingat bahwa kita hidup bukan untuk kenikmatan duniawi semata, tetapi berjuang terus-menerus mencapai kekudusan.
Kita hidup bukan untuk diri kita sendiri tetapi untuk Allah. Maka pilihlah selalu Allah dan kehendak-Nya dalam hidup, niscaya kita akan mencapai hidup kudus.
Sabda Bahagia
Yesus telah memberi jalan kekudusan kepada kita lewat Sabda Bahagia. Yesus dengan jelas menyebut berbahagia orang miskin di hadapan Allah, berdukacita, lemah lembut, lapar dan haus akan kebenaran, murah hati, suci hati, orang yang membawa damai, dianiaya oleh sebab kebenaran.
Yesus mengajari kita tentang kebahagiaan kristiani lewat kesetiaan kepada Allah dalam hidup sehari-hari.
Karena apabila Kristus menyatakan diri-Nya, kita akan menjadi sama seperti Dia, sebab kita akan melihat Dia dalam keadaanNya yang sebenarnya. Sebagaimana Surat Rasul Yohanes mengingatkan kita untuk hidup sebagai Anak-anak Allah.
Sebab, jika kita hidup sebagai Anak-anak Allah, kita akan bergabung dengan kumpulan besar orang banyak yang tak terhidtung jumlahnya dari segala bangsa, suku, kaum dan bangsa. Mereka ini adalah orang-orang yang keluar dari kesusahan besar. Mereka telah mencuci jubah mereka dan membuatnya putih dalam darah Anak Domba.
Mari kita menyadari panggilan kita untuk hidup kudus, dan memohonkan pengataran Para Kudus yang telah dekat dan bersama dengan Allah, agar kita pun kelak. Lewat perjuangan dan kesetiaan kita kepada Allah, boleh kelak bersatu dan bergabung dengan jajaran Para Kudus di surga. Amin.