
ADA hal menarik di acara sederhana peringatan 10 tahun Gerakan MataHati di Jakarta Eye Center di bilangan Kedoya, Jakarta Barat, Sabtu siang tanggal 29 September 2018 pekan lalu. Yakni, kecenderungan umum orang banyak yang –konon katanya—baru muncul keinginan mau menyumbang dan berdonasi untuk kegiatan amal kemanusiaan, manakala pundi-pundi hartanya sudah menumpuk banyak dan melimpah ruah.
‘Filosofi’ hidup seperti itu adalah keliru.
“Yang namanya niat baik mau menyumbang, itu tidak harus dimulai ketika sudah bergemilang harta,” kata Pandji Wisaksana (93 th), pengusaha yang telah melahirkan industri pipa pralon berbahan baku PVC untuk menggantikan pipa besi.
Berbuat baik atas nama nilai keutamaan kebajikan dan demi kualitas hidup itu mesti dihayati kapan pun dan di mana pun.
Sebagai pengusaha, apa yang kini sering disebut personal social responsibility itu mesti juga dihayati sebagai mode de vivre. Inilah satu ‘cara bertindak’ manusia yang ingin memaknai hidupnya agar berdaya guna bagi sesama.
Spirit itu pula yang kembali dia gaungkan pada kesempatan merayakan HUT ke-10 Gerakan MataHati, Sabtu (29/9/18) pekan lalu, di JEC (Jakarta Eye Center) Kedoya, Jakbar.

Program 1010
Spirit ingin berbagi untuk memaknai hidup agar berguna untuk sesama itu lalu dikemas dalam bentuk kegiatan personal social responsibility berlabel Program 1010 Operasi Katarak Gratis MataHati-JEC.
Bila harus menarik garis sejarah ke belakang, maka dalam kurun waktu 10 tahun terakhir ini, Yayasan MataHati bersama para mitranya yakni Kelompok Kompas Gramedia, Yayasan Lions Indonesia, koran Mandarin Guo Ji Ri Bao, PERDAMI (Persatuan Dokter Mata Indonesia), Jakarta Eye Center, dan RS Sint Carolus Jakarta telah memfasilitasi lebih dari 25 ribu tindakan operasi katarak.
Langkah ini mesti dipandang sebagai partisipasi Gerakan MataHati mewujudkan Tahun 2020 Bebas Buta Katarak. Konsep besar ini juga sejalan dengan visi WHO bersama Agency for Prevention of Blindness meretas jalan lapang menuju Vision 2020: The Right to Sight.
“Gerakan MataHati ini sejalan dengan komitmen dan misi JEC dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui pelayanan kesehatan mata,” kata Dr. Johan Hutauruk SpM, Presdir JEC Korporat dan Dirut Utama JEC Kedoya merespon HUT ke-10 Gerakan MataHati.
10 Th Gerakan MataHati: Personal Social Responsibility untuk Kesehatan Mata (1)
Program 1010 itu menyasar pada pasien katarak dari kalangan masyarakat sederhana di sekitaran JEC Kedoya dan JEC Cinere.
Kesehatan mata
Bicara di depan audiens, Dr. Tjahjono D Gondhowiarjo SpM PhD mengatakan beberapa catatan penting tentang kesehatan mata. Menurut Direktur Pengembangan dan Pendidikan JEC Korporat ini, banyak orang –ketika matanya tidak mengalami ‘gangguan’ penglihatan—kadang tidak merasa penting merawat matanya agar tetap sehat.
Ia menyadarkan semua pihak bahwa pasien penderita katarak –matanya berkategori tidak ‘sehat’ lagi- itu akan mengalami tingkat produktivitasnya berkurang. “Menjadi lebih desperate lagi, kalau ia mengalami kebutaan sempurna,” paparnya.
Katarak itu ‘penyakit’ yang muncul seiring dengan bertambahnya umur manusia sehingga, tegasnya kemudian, setiap orang pasti mengalami turunnya kualitas daya penglihatan. Namun berbeda dengan ‘kebutaan sempurna’ di mana orang tidak bisa melihat apa pun karena daya penglihatannya sudah rusak, penyakit katarak bisa disembuhkan melalui tindakan operasi.

Katarak lebih cepat ‘menjamah’ pada orang-orang dengan kualitas asupan gizi buruk. Itulah sebabnya, Gerakan MataHati dengan Program 1010 itu lebih menyasar pada kelompok masyarakat dengan tingkat ekonomi lemah agar daya penglihatan mata mereka bisa diperbaiki dan dipulihkan kembali.
“Tindakan operasi katarak dengan biaya relatif terjangku bisa menjadi solusi terbaiknya,” papar Dr. Tjahjono D. Gondhowiarjo menjawab Sesawi.Net.
Persis pada titik singgung inilah, ucapan Pandji Wisaksana di pengantar artikel berita serial kedua ini menemukan kebenarannya.
Personal social responsibility itu ibarat ‘panggilan’ hidup setiap orang untuk semakin menjadikan hidupnya berguna untuk sesama.
“Sebagai warga negara Indonesia, kita semua terpanggil untuk berperan meningkatkan kesejahteraan bangsa dan negara. Mensyukuri berkat yang telah kita terima dengan komitmen pribadi mau berbagi dengan sesama dan terutama bagi masyarakat yang membutuhkan itulah rumus sederhana saya untuk memaknai arti personal social responsibility tersebut,” ungkap Pandji Wisaksana dalam sambutan spontannya.

Kaya melimpah ruah untuk apa?
Untuk menjelaskan pentingnya memaknai personal social responsibility tersebut, Pandji Wisaksana dengan naluri bisnisnya yang kencang lalu mengutip paparan riset Global Wealth 2017 yang dilakukan oleh Credit Suisse.
Menurut paparan Credit Suisse ini, jumlah bilyuner jutawan Indonesia dengan kekayaan di atas USD 1 juta ada sekitar 95.648 orang.
Dari jumlah keseluruhan tersebut, kata Pandji mengutip Global Wealth 2017, tercatat data menarik sebagai berikut:
- 687 orang memiliki harta antara senilai 1-5 juta USD.
- 667 orang punya harta senilai 5-10 juta USD.
- 416 orang berharta senilai 10-50 juta USD.
- 500 orang berharta senilai 50-100 juta USD.
- 318 orang berharta senilai 100-500 juta USD.
- 29 orang punya kekayaan senilai 500-1 milyar USD.
21 orang memiliki harta di atas USD 1 milyar USD.

Kalau dihitung secara konservatif, maka total kekayaan para bilyuner Indonesia itu mencatat angka sebesar 4.000 trilyun rupiah.
“Andaikan saja, 1% dari total harta tersebut mereka sisihkan dengan sukahati menjadi sumbangan untuk kegiatan personal social responsibility,” kata Pandji Wisaksana, “maka komitmen luhur itu sudah berhasil mengumpulkan dana senilai Rp 40 trilyum.”
Jumlah itu tidak sedikit dan pasti akan sangat berguna untuk membantu program mengatasi masalah sosial di Indonesia.
Dengan demikian, ungkap Pandji Wisaksana, berbuat baik melalui donasi amal mestinya harus dimulai sejak sekarang. “Tidak perlu menunggu harus kaya raya terlebih dahulu, baru kemudian mau nyumbang,” ungkapnya serius. (Selesai).