PERNAH iseng bertanya pada tetangga yang sedang memanen padi. “Pak, pernah menghitung berapa bulir padi di setiap malai?”
“Sampean itu aneh-aneh saja. Saya tahunya sepetak ini menghasilkan 15 karung gabah,” jawabnya.
Sambil berjalan-jalan di pematang sawah depan rumah, dikumpulkan tiga jenis malai.
Malai yang utuh. Tidak rusak dimakan hama atau dimakan burung. Hanya ada bulir padi.
Malai kedua dengan jumlah bulir padi tidak utuh. Tetapi sedikit rusak karena dimakan burung-burung nakal. Mereka selalu merepotkan Pak Legiyo. Harus mendirikan hantu sawah dan menghalau sejak subuh dan setelah doa tengah hari.
Dan yang rusak sama sekali. Dirusak oleh burung dan hama.
Setelah semua jenis malai disingkirkan dari pari gabug, bulir padi kosong, masing-masing dihitung. Malai pertama berisi lebih kurang 100 bulir utuh. Yang kedua berisi 60-an bulir. Yang terakhir separuh dari malai kedua.
Serusak-rusaknya malai ketiga, tetap, membuat senyum tersungging. Serangan hama dan burung tak akan menghancurkan bulir-bulir padi. Masih tersisa yang baik.
Menjadi 100, 60 dan 30 selalu bermula dari satu butir. “Bila bulir gandum tidak mati, ia tetap sebiji. Bila ia mati di dalam tanah, ia menghasilkan banyak buah.”
Selamat Paskah, sedulur.