KARDINAL dan para uskup itu adalah klerus-klerus paripurna. Gelar akademik dan jabatan gerejawi #katolik mereka sudah di level puncak.
Belum lagi para imam, suster-bruder, dan awam yang jadi panitia #tahbisanepiskopal #uskupruteng, tentulah pribadi-pribadi terpilih dalam pengetahuan, pengalaman, dan tentu saja iman.
Di antara mereka:
- Ahli kitab suci. Mereka punya pijakan kuat perikop mana yang mendasari hal-ikhwal keseluruhan konsep acara.
2. Ahli teologi. Mereka meyakini, atau sekurang-kurangnya mengajarkan, Allah berkuasa atas hidup dan mati.
3. Ahli hukum Gereja. Mereka hafal kanon mana yang jadi pegangan keputusan.
4. Ahli filsafat. Mereka piawai berpikir dan berargumen tentang kebenaran.
5. Ahli komunikasi. Mereka orator dan penulis yang cakap mengemas pesan.
Semua buku sudah mereka lahap. Semua perpustakaan terbaik dunia mereka singgahi. Mereka ahli segala ahli, core of the core.
Membantah mereka?
Sediakan pikiran kuat dan hati lapang untuk menyimak sebelum setuju atau menolak.
Yang mereka lupa, atau abaikan, bahwa umat yang mereka ajar lewat Surat Gembala dan visitasi pastoral itu pribadi manusia. Bukan batu.
Berkat ajaran baik mereka pulalah, pribadi manusia ini sadar dan optimalkan akal budi dan hati nurani. Berkat mereka, umat kritis dan berani.
Kalau, hari ini, pribadi-pribadi itu marah dan protes atas ketidakpekaan mereka lewat tetap diselenggarakannya misa penahbisan uskup yang dihadiri ribuan orang di tengah wabah #coronavirus #covid-19 yang mencekam dunia, tiada lain, karena pribadi-pribadi itu seperti dihentakkan dari khidmat panjang saat sedang meditasi, doa, dan jalan salib hidup.
Hentakan itu berupa candaan sutradara, “Serius amat aktingnya. Itu tadi kan cuma sandiwara.”
Jadi, 100% Katolik 100% Indonesia itu…?
“Sudah. Perayaan sudah selesai. Pergilah, kalian diutus!”
@AAKuntoA | 20032020