106 Tahun Imamat Beato Giustino Maria Russolillo, Pendiri Kongregasi Imam Vokasionis (SDV)

0
1,237 views
Giustino Maria Russolillo, pendiri Kongregasi Vokasionis (SDV) -- Ist

MUNGKIN sebagian besar Umat Katolik Indonesia belum mengenal sosok sederhana yang menjadi fokus uraian saya dalam ulasan ini.

Dia adalah Beato Giustino Russolillo.

Kisah hidupnya menjadi inspirasi yang unggul bagi kita semua tatkala badai kegagalan terus menguji ketekunan dan kesabaran dalam mencapai projek atau cita-cita yang telah kita tanamkan.

Hari ini, Jumat, 20 September 2019, Keluarga Besar Vokasionis (Pastor, Frater, Bruder dan Suster serta Kelompok Awan Vokasionis) merayakan 106 tahun Imamatnya.

Momen pentabisan menjadi begitu berarti, karena pada saat ini Beato Giustino mengikrarkan janjinya kepada Allah untuk mendirikan sebuah Kongregasi Religius yang kini dikenal dengan nama Vokasionis.      

Riwayat hidup dan keluarga Giustino

Beato Giustino Russolillo adalah Pendiri Serikat Panggilan Ilahi (Societá Divine Vocazioni-Society of Divine Vocations, SDV) atau lebih dikenal dengan Vokasionis.

Giustino atau Justin demikian ia disapa, lahir di Pianura,Napoli, Italia pada 18 Januari 1891 dari pasangan Luigi Russolillo dan Giuseppina Simpatia, putera ketiga dari sepuluh bersaudara (lima saudara dan empat saudari).

Beato Justin tumbuh dan berkembang dalam sebuah keluarga yang taat beragama, sederhana dan berlimpahkan kasih sayang. Ia sangat berbeda dengan saudara-saudarinya. Ia anak yang cemerlang dan memiliki hati yang lembut.

Lebih dari itu, sejak kecil ia sudah menanam dan memupuk kehidupan doa yang amat mendalam. Pada umur 10 tahun, Beato Justin testing masuk di Seminari Pozzuoli dan memperoleh hasil yang sangat cemerlang.

Tingkah lakunya yang sopan, lembut hati, pikirannya yang cemerlang, dan kehidupan doa yang amat mendalam, menyedot perhatian pimpinan Seminari, teman-temannya dan para karyawan.

Di samping itu, pimpinannya juga melihat kalau Beato Justin mengidap penyakit paru-paru, namun ia tidak rela mengeluarkannya karena kesalehan hidupnya. Sebaliknya, mereka memperlakukannya secara istimewa demi mempercepat kesembuhannya.

Di tengah segala kesulitan yang ada, terutama berkaitan dengan kemiskinan dan kesehatannya yang kurang stabil, Tuhan selalu membuka jalan lewat sesama yang selalu setia membantunya. Dengan perjuangan yang susah payah, Beato Justin tetap berlangkah maju tahap demi tahap demi mencapai cita-citanya.

Perjuangannya pun membawa hasil sesuai dengan apa yang diinginkannya dan dikehendaki oleh Tuhan.

Singkat cerita, pada 28 Juli 1912 ia menjadi sub-diakon dan pada 22 Maret 1913 ia ditahbiskaan menjadi diakon di Kapela Seminari Pozzuoli.

Pada 20 September 1913, lewat penumpangan tangan Yang Mulia Uskup Mikael Zezza, Beato Justin ditahbiskanmenjadi imam di Katedral Pozzuoli.

Pada pagi itu, sebelum tahbisannya, dengan izinn dan persetujuan Bapak Rohaninya, Beato Justin membuat suatu janji untuk mendirikan sebuah Kongregasi yakni Serikat Panggilan Ilahi (Society of Divine Vocations-SDV).

Sebelum ditahbiskan menjadi imam, Beato Justin sudah mulai memfokuskan pekerjaanya bagi panggilan. Tepatnya pada tahun 1910, Beato Justin mulai membentuk sebuah kelompok yang diberi nama Fedelissimi (Orang-orang yang paling setia) yang beranggotakan laki-laki remaja.

Kepada mereka ia mengajarkan katekese, bahasa Latin dan membimbing mereka untuk mencintai kehidupan religius. Kelompok ini berkembang dengan baik. Sehingga pada 30 April 1914, Beato Justin bersama anggota Fedelissimi mulai membangun suatu kehidupan berkomunitas di rumahnya.

Akan tetapi, 15 hari kemudian Uskup Pozzuoli yang prihatin dengan kesehatan dan fasilitas yang kurang memadai di rumah keluarga Russolillo datang menemui Beato Justin dan memerintahkannya untuk membubarkan kelompok tersebut.

Menanggapi kenyataan ini, ia berkata kepada anggota Fedelissimi: “Kita adalah anak-anak salib. Kita harus mengorbankan kehendak kita kepada atasan, seperti Yesus mengurbankan diri-Nya pada kehendak Bapa .”  

Perjuangan dari Beato Justin untuk merealisasikan misinya tidak pernah surut. Keinginannya terus berkibar dalam jiwanya. Setelah melewati proses yang begitu panjang, cita-citanya pun tercapai.

Pada 20 September 1920 Beato Justin dilantik menjadi pastor paroki St. Georgius Pianura. Atas restu dan berkat dari Uskup, pada 18 Oktober 1920, Kongregasi Vokasionis secara resmi dibuka di Pastoran Paroki di St. Georgius Pianura.

Beato Justin meninggal pada 02 Agustus 1955, tepat pada pukul 21.10.  Pada saat itu, lonceng besar di Gereja St. Georgius-Pianura mulai dibunyikan sebagai tanda untuk memberitakan duka tentang kematian Beato Justin.

Pada 14 April 1967, ia dinyatakan sebagai Abdi Allah (Servo di Dio). Pada 18 Desember 1997, Paus Yohanes Paulus II memproklamasikan Beato Justin sebagai Yang Mulia (Venerabile).

Ia dibeatifikasi pada 7 Mei 2011 pada masa Pontifikat Paus Benediktus XVI.

Rahmat di balik kemiskinan

Sejujurnya bagi Beato Justin pilihan hidup untuk menjadi imam, sudah tertanam sejak ia masih kecil. Saat dibaptis, ia terlihat begitu tenang dan tersenyum manis ketika air kudus dituangkan ke atas dahinya.

Seorang bidan yang membantu melahirkannya dan turut menyaksikan hal tersebut secara jujur dan berkata: “Anak ini akan menjadi imam dan mulai sekarang saya akan menghadiri misa untuk keselamatan jiwaku.”

Kisah lainnya, suatu ketika Justin ditanyai oleh tantanya, Rachele Marrone mengenai cita-cita. “Justin, engkau ingin menjadi apa jika sudah besar nanti?”

Aku ingin menjadi imam, jawabnya polos dan utuh.

Dalam menggapai cita-citanya ini, Beato Justin menghadapi begitu banyak tantangan. Salah satunya adalah kemiskinan. Secara ekonomis, keluarganya tergolong keluarga yang sederhana.

Ayahnya bekerja sebagai tukang bangunan. Ibunya seorang ibu rumah tangga. Dengan keadaan ekonomi yang amat berkecukupan, orang tua Justin memiliki kesulitan yang hebat dalam membiaya pendidikannya. Namun, apa yang terjadi di balik kemiskinan ini?

Sekali peristiwa, Beato Justin diselimuti oleh kesedihan yang begitu mendalam ketika ia bersama ibunya pergi meminjam uang kepada Baron Zampaglione guna membiayai pendidikannya di Seminari.

Namun Baron, pengusaha kaya di kota Pianura itu, tidak memenuhi permintaan mereka.

Di tengah situasi yang amat perih itu, sang ibu dengan lembut berkata: “Janganlah kuatir, mama akan tetap berusaha agar engkau menjadi imam, sekalipun dengan menggadai kedua bola mata mama”.

Menghadapi situasi ini, semua anggota keluarga besar dari Justin berkumpul bersama memberi bantuan demi membiayai pendidikannya.

Setelah kesulitan ini teratasi, persoalan baru pun kembali merundungi keluarganya. Tantanya, Enrichetta yang selama ini membantu membiayai pendidikan dari Justin, secara tiba-tiba meninggal dunia. Lebih tragis lagi karena tidak lama kemudian, ayahnya jatuh dari tangga ketika sedang mengawasi beberapa perbaikan di balai kota Pianura.  

Tuhan mempunyai sebuah rencana yang begitu luar biasa atas diri Beato Justin. Boleh dikatakan bahwa pengalaman akan situasi keterbatasan secara ekonomi yang dialami oleh Beato Justin, menjadi sebuah momen yang penuh makna dan peristiwa yang penuh rahmat dalam perjalanan panggilannya.

Bagi Beato Justin, kemiskinan bukanlah badai yang mematahkan semangat dalam meraih cita-citanya. Kemiskinan bukanlah alasan bagi setiap orang untuk meninggalkan panggilannya. Justru sebaliknya menjadi cemeti pemicu yang memantik seluruh energi positif dalam dirinya untuk terus berjuang tanpa kenal lelah.

Ia pun mengimani bahwa Tuhan selalui menyertainya. Doa dan kontemplasi dalam keheningan yang mendalam menjadi senjata iman yang ampuh bagi Beato Justin dalam menghadapi badai yang selalu datang menghampiri lorong-lorong panggilan hidupnya.

Pengalaman kemiskinan ini menjadi roh yang menginspirasi, mendorong dan menggerakkan Beato Justin untuk mendirikan sebuah kongregasi religius yang kini dikenal dengan Vokasionis atau SDV.

Bukan sesuatu yang berlebihan jika dikatakan bahwa Tuhan mengizinkan Beato Justin mengalami krisis keuangan dengan maksud agar ia dapat memahami dan merasakan penderitaan anak-anak miskin yang memiliki benih panggilan hidup selibat dan bagaimana menyelamatkan benih-benih panggilan tersebut.

Beato Justin merupakan salah satu orang kudus yang memiliki peran penting dalam menjawabi kebutuhan gereja khususnya kebutuhan akan panggilan hidup membiara.

Selama belajar filsafat dan teologi, ia sering membaca dan bermeditasi tentang seruan-seruan Paus Pius X mengenai krisis panggilan yang mempengaruhi gereja pada awal abad ke-20.

Keluhan St. Pius X ini akhirnya menyentuh jiwa Beato Justin sebagai seorang seminaris muda. Sehingga, ketika seminari-seminari kosong dan biara-biara menjadi sunyi, Beato Justin mendirikan Vocationary (tempat persemaian benih-benih panggilan).

Dari Vocationary ini benih-benih panggilan untuk menjadi Imam bertumbuh dan bermekar serta menghasilkan buah yang baik bagi gereja.

Kharisma dan misi Vokasionis

Pada tanggal 9 Juli 1983, Paus Yohanes Paulus II dalam amanatnya kepada para peserta dalam Kapitel General Vocationist Fathers, beliau meringkaskan karisma Beato Justin dan Kongregasinya dalam kalimat ini:

Kota Pianura.

“Alasan utama mengapa saya senang dengan karisma kalian karena sangat relevan dan berguna bagi gereja.

Secara khusus mencari, membentuk dan mempromosikan panggilan kepada imamat dan kehidupan religius secara umum; menaruh perhatian pada orang-orang kecil, bukan hanya untuk institusinya sendiri melainkan juga untuk imam keuskupan serta institusi religius lainnya.”

Sejak berdirinya Kongregasi Vokasionis pada tahun 1920 di Pianura-Napoli-Italia, para anggotanya terus berkarya secara tekun dalam melayani panggilan hidup membiara.

Serikat ini merupakan satu keluarga besar yang terdiri dari imam, suster dan bruder. “Chiamato per chiamare, called to call, dipanggil untuk memanggil”, demikian prinsip yang menjadi landasan bagi setiap anggota Vokasionis dalam mencari dan membentuk panggilan (panggilan hidup religius pada umumnya dan panggilan hidup membiara pada khususnya) secara cuma-cuma.

Adapun tujuan akhir (ultimate goal) dari karisma ini yakni mengantar orang pada Persatuan Ilahi (Divine Union) dengan Allah Trinitas demi terciptanya kekudusan universal (Universal Santification).

Hingga kini Vokasionis sudah berkarya di lima benua dan terdiri dari 18 negara (Amerika Serikat, Afrika Selatan, Argentina, Brasil, Chile, Columbia, Ecuador, Filipina, India, Indonesia, Inggris, Italia, Kanada, Madagaskar, Nigeria, Perancis, Vietnam dan Australia).

Sesuatu yang membanggakan di tengah krisis panggilan hidup membiara yang begitu hebat, di setiap tahun Vokasionis selalu memetik buah-buah panggilan (tahbisan imam baru) dari benih-benih yang telah mereka semaikan.

Vokasionis Indonesia

Di Indonesia, Kongregasi Vokasionis hadir pada bulan Mei 2006, di Ruteng-Flores, Nusa Tenggara Timur.

Pater Rosario Taliano SDV asal Napoli adalah misionaris perdana. Setahun setelah Pater Rosario berada di Ruteng, ia langsung membuka satu komunitas baru di Maumere, Flores, NTT, yang disediakan untuk anggota Vokasionis yang sedang menjalankan studi filsafat, novisiat, dan teologi.

Saat ini, kongregasi ini telah memasuki usia 13 tahun berkarya di Indonesia, khususnya di Pulau Flores.

13 tahun adalah sebuah rentang waktu yang masih terlalu muda.

Kendati demikian, patut disyukuri bahwa hingga saat ini, Vokasionis Indonesia terus “mencetak” pribadi-pribadi yang rela mengabdikan diri bagi gereja dan sesama.

Para imam Vokasionis Indonesia, kini sedang berkarya di Ruteng, Maumere, Vietnam, Inggris dan Italia.

Tercatat nama-nama imam pertama adalah P. Marcelo Abur SDV, P. Ansel Meze Nai SDV (keduanya bertugas di Maumere) dan P. Fabio Hane Seran SDV (Misionaris Pertama Vokasionis Indonesia untuk Vietnam).

Komitmen dan harapan

Di tengah tantangan zaman yang begitu dahsyat, para Vokasionis tetap setia menyebarkan misi dan karisma kepada sesama. Kesuksesan-kesuksesan yang telah dicapai selalu dijadikan pemicu untuk berjuang lebih solid.

Bersamaan dengan itu, tentu masih ada banyak hal yang perlu dibenahi. Karenanya, kami dengan hati yang terbuka menerima segala usul, saran dan kritikan yang berdaya konstruktif demi kualitas pelayanan gereja pada umumnya dan kongregasi pada khususnya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here