TANGGAL 6 Februari merupakan momentum bersejarah bagi Kongregasi Suster Misi Fransiskan Santo Antonius (SMFA) yang sering disebut “Suster Rakyat”.
Tanggal itu adalah hari di mana Kongregasi SMFA menjadi tarekat religius mandiri di Indonesia setelah sebelumnya “menginduk” ke Biara Pusat di Negeri Belanda.
Itulah sebabnya, tanggal tersebut senantiasa diberi makna yang mendalam. Antara lain dengan bersyukur bersama dan menjadikan momen bersejarah ini dengan hari penerimaan anggota baru SMFA.
Bertepatan pada perayaan 12 tahun kemandirian Kongregasi SMFA di Indonesia di wilayah reksa pastoral Keuskupan Agung Pontianak, maka terjadilah suasana sukacita dan kegembiraan yang dirasakan segenap anggota Kongregasi SMFA.
Itu dirasakan selama berlangsungnya Perayaan Ekaristi bersama Uskup Agung Keuskupan Agung Pontianak, Mgr. Agustinus Agus, didampingi Pastor John Rustam Pr (Pastor Paroki MRPD Pancasila), Pastor Adjie OFMCap, Pastor Saut dari Paroki Serimbu, dan pastor lainnya (seorang misionaris dari Filipina).
Pada tanggal yang sama pula, Bapak Uskup Agung Keuskupan Agung Pontianak Mgr. Agustinus Agus merayakan tahbisan episkopalnya yang ke-19.
19 tahun lalu, beliau ditahbiskan menjadi uskup: 6 Februari 2000.
Serba angka 7
Perayaan Ekaristi meriah ini terjadi dalam rangka prosesi penerimaan tujuh orang Postulan menjadi Novis, sebanyak tujuh orang Novis diperkenankan mengikrarkan kaul pertamanya, dan tujuh orang suster yunior memperbarui kaul-kaulnya sebagai religius.
Tidak ada istilah kebetulan. Tapi ini rasanya sungguh buah dari “campur tangan” Tuhan: semua serba angka 7.
Angka 7 dalam khasanah biblis selalu dimaknai sebagai lambang kesempurnaan.
- 7 Postulan baru.
- 7 Novis baru.
- 7 suster yunior memperbarui kaulnya.
Angka 7-7-7 yang menjadi simbol kesempurnaan itu datang dari Tuhan dan sekarang dilimpahkan kepada Kongregasi SMFA Pontianak.
Perayaan Ekaristi dimeriahkan dengan koor dari para pestawati, Novis, Postulan, suster SMFA lainnya dengan organis yakni Pastor Fransiskus Kebri CM.
Ordinarium memakai litugi berbahasa Latin plus Bapa Kami.
Dari mana kenal SMFA?
Ini sekedar cerita kilas balik. Dari mana dan karena apa mereka mengenal Kongregasi SMFA?
Ini pertanyaan yang mengelitik, ketika di zaman now ada 21 gadis millenial dengan formasi angka 7-7-7 menyatakan komitmennya masuk menjadi anggota “Suster Rakyat” Kongregasi SMFA.
Pertama, Kongregasi SMFA sebagai Suster Misi berkarisma “Suster Rakyat” (Volkzisters dalam bahasa Belanda) nampak dalam sikap hidup mereka sehari–hari yang ditandai kesederhaan dalam gaya hidup, pilihan tempat karya, pilihan bidang karya, gaya pelayanan, dan pilihan membuka tempat karya baru.
19 Suster PMY Live In di Paroki Jombor Klaten, Sejenak Keluar dari Zona Nyaman
Intinya, “Suster Rakyat” adalah pilihan untuk selalu mengedepankan keberpihakan kepada kaum miskin dan tertindas. Hidup solider dengan masyarakat biasa, bersikap sederhana, dan bersahaja.
Semangat ini dihidupi para anggota “Suster Rakyat” ini. Antar lain dengan sering melakukan kunjungan masuk ke kawasan pedalaman alias turne ke kampung–kampung di mana saja komunitas SMFA berada.
Mereka yang berminat masuk biara merasa tersentuh hati, lantara pernah dikunjungi para suster SMFA saat turne. Ketika menyatakan diri sudah siap dan mengungkapkan keinginannya ingin menjadi suster biarawati SMFA, mereka diantar ke rumah pendidikan.
Ini dilakukan dalam bingkai kerjasama dengan para pastor paroki dari mana para calon suster itu berasal.
Perbatasan Kalbar-Serawak: Demi Turne Aksi Panggilan, Suster SMFA Boncengan Motor Sama Lelaki (3)
Ini adalah contoh kisah nyata seperti terjadi pada Sr. Petra SMFA.
Sr. Petra SMFA punya nama asli Sofia Pataria Senata. Ia berasal Paroki Serimbu, Keuskupan Agung Pontianak.
Ia merasa mantap dan ingin menjadi suster SMFA, lantaran pernah “tersengat” dengan kesan baik terhadap suster SMFA yang pernah datang turne mengunjungi kampungnya.
Yang mendatangi kampungnya itu adalah Sr. Martha Liana SMFA.
Kedua, Kongregasi SMFA membina anak–anak remaja puteri di empat lokasi asrama pendidikan formal.
Ke-4 lokasi asrama didikan para suster SMFA itu adalah:
- Asrama Sri Melati di Putussibau;
- Asrama Dharmawati di Sintang;
- Asrama Kartini di Sintang;
- Asrama Puteri di Entikong.
Penghuni asrama yang dibina langsung oleh para suster SMFA itu berjumlah kurang lebih 400–500 orang. Mereka adalah remaja puteri berusia setingkat kelas SMP dan SMA/SMK.
Tidak jarang di antara mereka ada yang berminat masuk biara. Mereka ini langsung diarahkan ke Novisiat. Mereka ingin menjadi suster SMFA, lantaran pernah tinggal di asrama dan dididik oleh para suster SMFA.
Ongoing Formation Suster Medior SMFA di Boerdonk, Danau Sentarum, Pontianak
Ketiga, Kongregasi SMFA sering terlibat dalam karya sosial yakni membantu anak yang tidak mampu sekolah, terutama mereka yang kini tengah bersekolah di SMK Kartini maupun di asrama binaan suster SMFA.
Tidak mustahil bahwa beberapa dari mereka itu akhirnya masuk biara, termasuk penulis.
Keempat, yang tidak kalah penting adalah apa yang secara rutin dijalani oleh para Novis dan Postulan SMFA. Di sana ada istilah “Safari Adorasi” yakni kegiatan rutin melakukan Doa Adorasi 24 jam.
Hasilnya, wow… sungguh luar biasa.
7 orang Postulan yang masuk tanggal 6 Februari 2018 lalu itu “datang sendiri” atas inisiatif mereka pribadi.
Mereka datang dan menyatakan ingin masuk SMFA, sekalipun tanpa pernah mengalami “intervensi” apa pun dari kami, misalnya, berupa aksi panggilan atau turne.
Sr. Kristina Unau SMFA, Pemimpin Umum SMFA, dengan nada berseloroh sering mengistilahkan hal itu sebagai berikut: Mereka itu datang masuk SMFA layakya “seperti durian jatuh.” (Berlanjut)
12 Th Kongregasi SMFA Mandiri: Gadis Millenial Jadi “Suster Rakyat” Bak Durian Jatuh (2)