SUDAH hampir sebulan ini, 15 orang suster senior Kongregasi Suster Cintakasih Santo Carolus Borromeus (CB) asal Indonesia telah banyak bepergian dengan mengunjungi kota-kota penting di Negeri Belanda. Terjadi dalam rangka program ziarah rohani “napak tilas” jejak-jejak sejarah Kongregasi Suster CB.
Tentu saja, kunjungan istimewa ini juga menuju ke Maastricht di mana Generalat CB berada.
Kunjungan istimewa ke Sittard – Generalat Kongregasi Suster ADM
Beberapa hari lalu, disertai sejumlah suster dari Generalat CB di Maastricht, ke-15 suster CB Indonesia ini datang berkunjung dan bersilahturahmi dengan para suster Kongregasi Amalkasih Darah Mulia (ADM) di Sittard di mana Generalat Kongregasi ADM berada.
“Kami pergi ke Sittard ditemani para suster Generalat CB yakni Pemimpin Umum Sr. Rosaria CB, dua anggota Generalat Bestuur yakni Sr. Sofia CB dan Sr. Dwina, lalu Sekretaris Generalat Bestuur Sr. Francis CB,” tulis Sr. Theresina “Oshin” CB menjawab Sesawi.Net dari Maastricht, Negeri Belanda, Kamis (25/8/2022) pagi.
Perjalanan kunjungan ke Generalat Kongregasi ADM di Sittard ini terjadi, kata Sr. Theresina CB, sebelum rombongan sebentar lagi akan segera pulang ke tanahair Indonesia.
Perjalanan panjang dari berbagai daerah di mana para suster CB itu hidup bersama komunitasnya masing-masing menuju Maastricht di Negeri Belanda dalam rangka “napak tilas” sejarah Kongregasi itu sungguh mengesankan.
“Kami sungguh dibuat kagum akan sosok dua perempuan hebat yakni Sr. Elisabeth Gruyters dan Sr. Seraphine. Mereka adalah dua sosok pribadi yang murah hati, tangguh, bijaksana dalam Roh,” tulis Sr. Theresina CB, perawat profesional yang kini mengelola RS Panti Nugraha di Pakem, DIY.
Punya akar sejarah yang sama
Situasi waktu itu sungguh sulit. Mungkin secara emosional begitu istilahnya.
Bunda Elisabeth Gruyters (1789-1864) adalah Ibu Pendiri Kongregasi CB. Ia aslinya berasal dari sebuah desa di tepi Sungai Maas bernama Leut di Belgia.
Tahun 1821, Elisabeth meninggalkan Leut di Belgia dan pergi ke Maastricht di Negeri Belanda di mana selama bertahun-tahun lamanya ia bekerja sebagai pengurus rumahtangga pada keluarga Nijpels.
Kondisi sosial di Maastricht saat itu sungguh ngenes, karena dampak penindasan penguasa Perancis di wilayah Negeri Belanda. Melihat kondisi macam itu, jiwa sosial Bunda Elisabeth lantas mulai “bergolak”. Ia berharap agar sekali waktu di Maastricht nantinya bisa berdiri sebuah biara di mana Tuhan akan diabdi secara tulus ikhlas oleh para suster biarawatinya.
Pada Hari Raya Santa Maria Diangkat ke Surga tanggal 15 Agustus 1836, doa dan harapan Bunda Elisabeth Gruyters akhirnya terkabul.
Ketika tengah berdoa dengan posisi berlutut di depan patung Maria Bintang Samodra, kenang Bunda Elisabeth, “Aku mendengar persetujuan yang suci dari surga… bahwa keinginan dan harapan itu nantinya akan terjadi”.
Demikian kisah ringkas riwayat hidup Bunda Pendiri Kongregasi Suster CB ini sebagaimana tampil di situs resmi tarekat.
Napak tilas bersama Kongregasi ADM di Sittard
Kita bertanya, mengapa perjalanan napak tilas sejarah Kongregasi CB itu sampai tiba dan mengunjungi Generalat Kongregasi Suster CB.
Jawaban itu jelas, karena kedua tarekat religius suster biarawati yang kini sama-sama berpusat di Kota Yogyakarta ini punya sejarah erat.
Ibu Pendiri Kongregasi Suster ADM adalah Gertrud Spickermann. Ia lahir di Rheinbach, Jerman, tanggal 30 April 1819.
Sebelum mendirikan tarekat religius sendiri yang kemudian mengambil nama Kongregasi ADM, Gertrud Spickermann awalnya masuk tarekat CB pada tanggal 18 Oktober 1842 di Maastricht dan selanjutnya mengambil nama biara sebagai Sr. Seraphine.
Bersama enam suster CB lainnya, Ibu Seraphine lantas berkarya di St. Agnetenberg, Plakstraat, Sittard. Ditugaskan merawat orang miskin, orang sakit, dan yatim piatu.
Tanggal 18 Juni 1862 berdirilah biara baru dan hal itu mendapat restu Uskup Mgr. Paredis lewat sepucuk surat kepada Ibu Seraphine.
Tanggal 24 September 1890, Kongregasi mendapatkan pengesahan kepausan dari Paus Leo XIII dengan tugas istimewa kepada Kongregasi yakni kebaktian terhadap Darah Mulia.
Demikian yang menjadi kisah sejarah ringkas Kongregasi Suster ADM sebagaimana tampil di dalam situs resminya.
Ref: https://amalkasihdarahmulia.org
Silahturahmi yang membahagiakan
Dari sejarah ringkas inilah menjadi masuk akal mengapa rombongan para suster CB dari Indonesia dengan diantara sejumlah suster CB dari Generalat CB Maastricht akhirnya pergi berkunjung ke Sittard.
Di satu sisi Bunda Elisabeth Gruyters berharap agar para suster yang telah lama menetap dan tinggal di Sittard bisa ditarik kembali ke Maastricht.
Namun pada sisi lain, kondisi riil waktu itu membuka kemungkinan lain. Umat lokal di Sittard dan uskup sungguh-sungguh menghendaki mereka tetap tinggal di Sittard.
Akhirnya dalam bimbingan Roh Kudus, dua perempuan bijaksana yakni Bunda Elisabeth dan Ibu Seraphine lalu memutuskan untuk berpisah dan di kemudian lahirlah Kongregasi ADM.
Meski telah terjadi pisahan, namun waktu itu para calon-calon suster ADM masih dititipkan untuk dididik di Maastricht oleh Bunda Elisabeth.
“Jadi, kisah itu bukanlah sebuah perpisahan yang menyakitkan,” tulis Sr. Theresina CB mengenai motivasi kunjungan napak tilas rombongan suster CB Indonesia ke Windraak.
“Kami sungguh merasa sukacita. Menikmati makan siang bersama para suster ADM di Biara Windraak. Mengalami keramahan mereka,” tulis Sr. Theresina CB.