SEBANYAK 80-an lebih remaja Katolik dari SD Pius dan SMP Pius Cilacap mengikuti kegiatan Temu Remaja Katolik. Berlangsung di Aula SMP Pius Cilacap, Rabu (13/12/2023) lalu. Kegiatan ini merupakan aksi panggilan Suster Putri Bunda Hati Kudus (PBHK) dan Oblat Maria Immaculata (OMI). Mengambil tema “Menjadi Imam-Suster, Siapa Takut?”
150 Tahun
Secara khusus, kegiatan ini diselenggarakan dalam rangka Kongregasi Suster PBHK merayakan 150 tahun berdirinya PBHK. Promotor panggilan Kongregasi, Sr. M. Ferdinanda PBHK mengatakan sebaiknya remaja sudah punya arah atau rancangan panggilan hidupnya.
“Perjalanan hidup kita mengajarI kita adanya kerinduan terdalam manusia. Ingin hidup damai dan bahagia, hidup berhasil dan sukses. Juga hidup yang bermanfaat dan bermakna bagi sesama. Selain itu, mengajarkan kualitas hidup pada kita. Dan itu ditentukan pilihan dan keputusan dari waktu ke waktu,” tutur Sr. Ferdinanda PBHK.
Sejarah berdirinya Kongregasi Suster PBHK
Lebih lanjut, Sr. M. Ferdinanda menyampaikan sejarah berdirinya PBHK.
“Pater Jules Chevalier mengumumkan pendirian Kongregasi Puteri Bunda Hati Kudus (PBHK) tanggal 30 Agustus 1874. Tujuan utama mendirikan Kongregasi PBHK adalah sebagai ungkapan syukur atas terkabulnya permohonan mendirikan Kongregasi Misionaris Hati Kudus (MSC) dan memberikan penghormatan kepada Bunda Maria.
Ia mempunyai cita-cita agar jiwa-jiwa perawan yang dipersatukan dengan Bunda Hati Kudus, yaitu dalam hubungan seorang ibu dengan putri-putrinya agar memberikan kehormatan, cinta dan penyilihan yang lebih sempurna kepada Hati Ilahi. Setelah Kongregasi PBHK berdiri, Pater Jules Chevalier mengangkat Marie Louise Hartzer sebagai Superior Kongregasi PBHK,” tuturnya.
Sementara, Fr. Thomas Brian Wicart OMI mengatakan, menjadi biarawan tentunya banyak tantangan. “Namun, tidak perlu takut, karena Tuhan sendirilah yang mendampingi panggilan kita. Bila tertarik, segeralah mencoba, agar mengetahui dinamika yang membahagiakan di dalam komunitas apalagi bersama umat”, katanya.
Sedangkan Pastor Nicolaus Yamrewaf MSC dalam misa penutupan kegiatan tersebut mengatakan untuk tidak usah ragu untuk mencoba.
“Menilai layak atau tidak layak bukanlah kapasitas kita untuk mencoba menerima panggilan Tuhan untuk menjadi Romo atau Suster. Yang penting adalah niat kita. Segala kekurangan yang ada pada kita akan ditambahkan oleh Tuhan dan kita akan menjadi sarana berkat bagi sesame,” tutur Romo Nico MSC.
Dalam Temu Remaja Katolik ini, peserta mengikuti aksi panggilan, outbound, dan misa.
Salah seorang peserta, Marsha Leony sangat senang mengikuti kegiatan. “Awalnya ragu mau ikut, namun dengan adanya dinamika kelompok dan bina rohani, ternyata sangat menyenangkan. Moga tahun depan bisa diadakan lagi,” tuturnya.