TANGGAL 23 Oktober 2019 lalu menjadi hari penuh berkat bagi Mgr. Cosmas Michael Angkur OFM yang telah merayakan Pesta Perak 25 tahun Tahbisan Episkopalnya sebagai Uskup.
Mgr. Cosmas Michael Angkur OFM ditahbiskan menjadi imam pada tanggal 14 Juli 1967 oleh Uskup Keuskupan Bogor pada waktu itu, Mgr. Paternus Nicholas Joannes Cornelius Geise OFM.
Anak kelima dari delapan bersaudara, dari pasangan Joseph Djadu dan Odilia Mamus (pada waktu itu masih menganut kepercayaan tradisional dan belum menjadi Katolik) ini ditahbiskan menjadi Uskup pada 23 Oktober 1994 oleh Uskup Keuskupan Agung Jakarta, Mgr. Leo Soekoto SJ.
Sejarah pelayanan
Sebelum menjadi Uskup Keuskupan Bogor, Romo Cosmas Michael Angkur OFM yang lahir di Lewur, Kuwus, Manggarai Barat pada 4 Januari 1937 ini pernah bertugas sebagai Pastor Paroki Waning-Ndoso, Flores.
Didampingi oleh Romo Mezaros SVD dan tiga imam Fransiskan lainnya, ia melakoni tugas pertamanya sebagai gembala umat. Kondisi geografis yang sulit dijangkau, terutama pada saat musim hujan membuat Uskup Emeritus Keuskupan Bogor ini semakin menyadari betapa sulitnya menjadi bekerja melayani umat.
Setelah melakoni tugas beratnya melayani umat di Waning, imam yang pernah menempuh pendidikan di SDK Lewur (1945-1948) ini kemudian berangkat ke Papua bersama Bruder Innoncentius Kedang OFM pada bulan Januari 1969.
Di Papua, Cosmas menjadi Pastor Paroki Sentani dan merangkap Direktur Asrama Siswa-siswi SMP Misi di Sentani.
Kondisi Papua yang pada waktu itu masih bergejolak seiring dengan situasi politik Indonesia yang belum jelas semakin mengasah pelayanan pastral Cosmas M. Angkur.
Dia seperti domba yang diutus ke tengah-tengah serigala.
Hal ini semakin terasa ketika mereka kemudian dipindahkan ke Lembah Baliem di Pegunungan Jayawijaya di Paroki Kota Wamena. Belum lama disitu ia kemudian diminta pindah ke Paroki Enarotali pada pertengahan Juli 1969 menggantikan Pater Filiphs Tettero OFM yang sedang cuti.
Pelayanan tanpa pamrih
Gejolak di Bumi Cendrawasih pada waktu itu tidak membuat Cosmas patah arang. Ia masih menyempatkan diri menjadi pelayan di Paroki Epouto yang ditinggal umatnya karena isu operasi militer.
Ia melayani tanpa pamrih, bahkan masih sempat menjadi salah satu imam pendiri paroki baru di Desa Hepuba, bagian Selatan Lembah Baliem awal bulan November 1969.
Banyak kisah yang dilakoninya selama di Papua. Banyak rangkaian kata yang membentuk cerita sejarah pelayanannya selama di Papua, hingga ketika gereja paroki di Hepuba diresmkan pada saat Natal 1977, dan Romo Angkur diminta untuk pindah ke Jayapura dan menjadi Pastor Paroki Katedral Jayapura.
Putra Terbaik Kampung Lewur
Setelah cukup lama berkecimpung dalam semangat pelayanan yang tangguh pasca masa baktinya sebagai Provinsial OFM, Romo Angkur kembali menjadi gembala umat di Paroki Santo Paskalis, Cempaka Putih, Keuskupan Agung Jakarta (1989-1993).
Dari Cempaka Putih, ia kemudian dipindahtugaskan menjadi Direktur Panti Asuhan Vincentius, Jakarta. Hingga kemudian ditunjuk sebagai UskupKeuskupan Bogor oleh Paus Yohanes Paulus II pada Juni 1994 dan pensiun pada 21 November 2013.
PS: Diolah dari berbagai sumber.