100 Tahun Kanisius Jadi Media Komunikasi Lintas Generasi
Berikut ini kami sampaikan sejarah tonggak karya 100 Tahun Penerbit-Percetakan Kanisius yang berbasis di Yogyakarta,
“Buku adalah puncak dari perkembangan intelektual manusia. Buku adalah alat komunikasi intelektual yang terpenting antar manusia.
Dari generasi ke generasi pengalaman dan perkembangan manusia diabadikan dalam buku dan diturunkan kepada generasi-generasi yang akan datang.”
Jacques Lampe SJ, Bersiaplah Sewaktu-waktu Dibutuhkan, hlm. 415, 2003.
Penggalan sambutan dari almarhum Roma Jacques Lampe SJ tersebut ditulis pada tahun 1992, dan dibukukan pada HUT Penerbit-Percetakan Kanisius ke-80 tahun 2002.
Artinya, tulisan tersebut sudah berusia 30 tahun sejak diberitakan. Dan rasanya masih aktual relevan hingga saat ini.
Generasi digital saat ini masih menggunakan buku sebagai salah satu media komunikasi, halnya sebagai media yang menjadi perantara pengalaman dan perkembangan manusia.
Pun dengan Penerbit-Percetakan Kanisius yang meneruskan perjalanan karyanya dalam buku-buku di setiap momentum penting kepada generasi penerusnya.
Periode 1922-1947
26 Januari tahun 2022 ini, Penerbit-Percetakan Kanisius genap berusia 100 tahun dalam berkarya. Tentu usia yang sudah menginjak satu abad ini menjadi tantangan tersendiri bagi karya yang bertahan di zaman digital ini.
Tidak banyak yang tahu bahwa cikal bakal Kanisius sudah dimulai sejak tahun 1918, saat Canisius Vereeniging (Perkumpulan Kanisius) di Muntilan yang dikelola oleh para pastor Jesuit berdiri.
Bibit ini terus tumbuh berkembang Ketika Pastor J. Hoeberechts SJ menginisiasi Canisius Drukkerij pada tahun 1922.
Saat itu, karya ini dijalankan oleh Bruder Bellinus FIC dengan hanya bermodalkan 2 mesin dan 3 orang karyawan di sebuah gudang bekas pabrik besi kompleks Bruderan FIC.
Tahun ini pula berhasil dicetak buku Babadipoen Santo Franciscus-Xaverius, Rasoel Agoeng ing Tanah lndija, karya AMDG, yang menjadi buku cetakan pertama Kanisius.
Tahun 1926 menyusul buku Padoepan Kentjana dalam huruf Jawa, yang hingga kini masih eksis dan menjadi salah satu buku yang paling dicari.
Tahun 1934, Percetakan Kanisius berpindah ke bekas Gedung gereja Jawa di sebelum timur Gereja Kidul Loji di atas lahan seluas 1.200 m2.
Hingga saat ini, gedung ini masih kokoh berdiri.
Tahun 1942 menjadi masa kritis pertama, Ketika Bruder Baldewinus FIC (yang saat itu menjabat sebagai Direktur Utama) diasingkan oleh Jepang.
Tahun 1946 Canisius Drukkerij diserahkan kembali oleh Pemerintah kepada Pastor Adrianus Djajasepoetra, SJ (wakil uskup). Keadaan percetakan saat itu sangat menyedihkan.
Cetak Oeang Republik Indonesia
Tahun 1946-1949 Direksi Canisius Drukkerij diserahkan kepada para awam, yakni Bapak F.S. Atmasentana, Bapak R. Muradisewaja, dan Bapak J. Soekijat.
Sekitar tahun itu pula, Percetakan Kanisius dipercaya Pemerintah Republik Indonesia untuk mencetak Oeang Repoeblik Indonesia (ORI), sebagai alat pembayaran yang sah, sekaligus simbol kemerdekaan negara Indonesia.
Tahun 1947 menjadi salah satu momentum istimewa di mana Mgr. Albertus Soegijapranata SJ menyampaikan rasa terima kasih yang setinggi-tingginya kepada para karyawan karena telah membela, mempertahankan, dan melindungi percetakan sebagai milik Misi selama pendudukan Jepang dalam perayaan HUT ke-25 Canisius Drukkerij.
Periode 1948-1972
Tahun 1948 menjadi salah satu momentum yang cukup menegangkan. Saat itu Front Demokrasi Rakyat berdemonstrasi menentang Bapak F.S. Atmasentana yang menolak meneruskan pencetakan Majalah Patriot karena makin berbau komunis.
Karena penolakan ini, Bapak FS Atmasentana diarak dan dihadapkan Presiden Sukarno di Istana Negara, Yogyakarta.
Peristiwa ini menjadi salah satu titik konkret Kanisius mempertahankan dan melindungi NKRI.
Periode tahun 1949-1950, Kepemimpinan Canisius Drukkerij diserahkan kembali kepada Bruder Baldewinus FIC yang telah dibebaskan dari pengasingan.
Tahun ini pula, logo Kanisius diciptakan oleh Bapak G. Solomon. Sebuah logo yang berbentuk kapal layar.
Tahun 1951-1965 Canisius Drukkerij mulai menerbitkan buku-buku sekolah. Terbit enam buku pelajaran, yaitu:
- English All over the World I.
- English all over the World II.
- Peladjaran Ilmu Ukur.
- Ex Oriente Lux I-III (Sejarah Dunia I-III).
Saat itu pula nama “Penerbitan Jajasan Kanisius” mulai dipakai dalam terbitan buku-buku selanjutnya.
Tahun 1965 Bruder Jacobus FIC menggantikan Bruder Baldewinus FIC yang tidak dapat lagi melanjutkan kepemimpinan di Penerbitan Jajasan Kanisius karena sakit.
Percetakan offset pertama di Indonesia
Tahun 1967 seorang Pastor Jesuit muda dipercaya menjadi Direktur muda di Percetakan Kanisius, beliau adalah Pastor Jacques Lampe SJ.
Untuk kali pertama pula mesin cetak offset dari Eropa didatangkan ke Indonesia.
Inilah penanda Percetakan Kanisius menjadi pelopor-pionir Percetakan Offset pertama di Indonesia.
Tahun 1968, cikal bakal Penerbitan Kanisius diawali dengan bergabungkan Penerbit Kanisius menjadi anggota Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) ke-19.
Pada 1972 Pater Provinsial Jesuit Indonesia, Pastor A. Soenarja SJ, dalam HUT Kanisius ke-50, menegaskan bahwa dari semula percetakan ini merupakan bagian dari karya misi, dan dari semula misi bekerja menurut kebutuhan zaman.
Percetakan-Penerbitan Kanisius menjadi Alat Gereja Indonesia. Pada tahun ini pula Pastor J. Lampe SJ mendapatkan mitra awam Bapak Padmobusono dalam memimpin Percetakan Kanisius.
Periode 1973-1997
Perkembangan teknologi mau tak mau membuat Kanisius ikut menyesuaikan, maka pada tahun 1975 metode susun huruf timah dan sistem cetak tinggi diganti dengan mesin setting Compugraphic.
Tiga tahun kemudian, sistem komputerisasi juga diterapkan dalam sistem administrasi dan keuangan. Saat itu Pastor T. Hendrik SJ bergabung dan meletakkan dasar-dasar pengelolaan administrasi Kanisius.
Tahun 1981 Himne Kanisius digubah oleh Bapak Padmobusono dan Bapak Priyanahadi.
Tahun 1992, untuk kali pertama pelaksanaan Bulan Kitab Suci Nasional (BKSN) diinisiasi oleh Penerbit-Percetakan Kanisius.
Bapak E. Surono dipercaya sebagai Direktur Utama oleh Serikat Jesus pada 1994. Tahun ini pula dikembangkan produk multimedia, salah satunya yang paling fenomenal adalah terbitnya produk Alat Permainan Edukatif Logico.
Tahun 1996 menjadi ajang pertama kali bagi Penerbit-Percetakan Kanisius hadir di stand Frankfurt Book Fair (FBF).
Periode 1998-2022
Tahun 1998 atas nasihat Sri Sultan Hamengku Buwono X, untuk mendukung kebutuhan pemberdayaan masyarakat, Kanisius mengembangkan penerbitan buku-buku Teknologi Tepat Guna (TTG). Beberapa buku tersebut masih eksis hingga saat ini.
Pada tahun ini pula Kanisius menghadirkan Kantor Pemasaran di Jakarta, yang menjadi pionir didirikannya kantor-kantor pemasaran di beberapa kota.
Saat ini, Kantor Pemasaran Kanisius hadir di Tangerang, Bandung, Surabaya, Palembang.
Serikat Jesus kembali menyerahkan kepemimpinan Penerbit-Percetakan Kanisius kepada pastor Jesuit: Romo A. Sarwanto SJ, pada tahun 2004. Dalam kancah dunia percetakan, untuk mempertahankan kualitas barang cetakan yang unggul, Kanisius mendapatkan sertifikat ISO 9001:2008 dengan lingkup Percetakan pada tahun 2009.
Keberlangungan sertifikat ISO ini kemudian dikembangkan dan dilanjutkan hingga kini. Tahun 2011 Pater E. Azismardopo Subroto SJ dipercaya Serikat Jesus untuk memimpin Penerbit-Percetakan Kanisius.
Dari Yayasan menjadi PT
Tahun 2014 menjadi momentum penting bagi Penerbit-Percetakan Kanisius sebagai karya propria. Perpindahan status Penerbit-Percetakan Kanisius dari badan hukum Yayasan menjadi Perseroan Terbatas (PT).
Perpindahan ini kemudian melahirkan logo baru karya Bapak Imam Yamyuli dalam sebuah kompetisi logo.
Setelah 19 tahun aktif hadir dalam FBF, PT Kanisius menjadi representasi penerbit daerah di stand Indonesia yang mengangkat tema 17.000 Islands of Imagination di Frankfurt Book Fair, ketika Indonesia menjadi guest of honour di forum tersebut pada tahun 2015.
Situasi pandemi
Situasi pandemi Covid-19 yang menghantam seluruh dunia, tak pelak membuat PT Kanisius pun menyesuaikan dan bertahan.
Tahun 2019-2020 menjadi saat yang tepat untuk menerapkan strategi bertahan di tengah pandemi, tahun ini pula Kanisius hadir dalam layanan e-commerce.
Di masa krisis ini pula, PT Kanisius mempersiapkan sebuah selebrasi atas capaian ke-100 dalam karya. Setelah kehadiran vaksin di Indonesia yang membawa kemajuan cukup besar dalam bidang kesehatan dan ekonomi, Panitia HUT 100 tahun Kanisius memulai rangkaian acara.
ada HUT Kanisius ke-99 yang diselenggarakan secara daring dan sederhana, dilakukan peluncuran logo 100 tahun Kanisius dengna tema “Cita dan Karya Warnai Indonesia”.
Beragam kegiatan diselenggarakan untuk memperingati sekaligus memberikan sumbang sih bagi Gereja dan Bangsa.
Pun revitalisasi Visi, Misi, dan Nilai PT Kanisius serta penyusunan Road Map III (2021-2025) dengan warna UAP selesai disusun, dan siap dihidupi oleh insan Kanisius.
Paulus Widiantoro – Karyawan PT Kanisius