DUNIA adalah tempat di mana si Jahat berkeliaran dengan memakai jubah berbulu domba. Di mana si penggoda selalu ingin menjerat kita agar menjauh dari Allah.
Tiga godaan yang kita hadapi terus-menerus adalah godaan untuk menjadi orang yang relevan (saling berhubungan timbal balik), untuk menjadi mengagumkan serta untuk menjadi orang yang berkuasa. Ketiga godaan ini bertujuan membawa kita kembali ke jalan dunia, yang mendewakan ketenaran, pujian dan pengakuan. Semua godaan itu membelokkan kita dari perutusan kita untuk menampakkan Kristus kepada dunia.
Keterkaitan dan keterikatan
Godaan pertama Iblis adalah permintaan agar Yesus mengubah batu menjadi roti. Ini adalah godaan untuk menjadi relevan (keterkaitan dan keterikatan), melakukan sesuatu yang diperlukan dan dapat dihargai oleh orang banyak; menjadikan produktivitas sebagai dasar dari pelayanan kita.
Betapa sering kita mendengar kata-kata ini: “Apakah gunanya berbicara sampai berbusa-busa tentang Allah kepada orang yang lapar? Apakah gunanya mewartakan Injil kepada mereka yang tidak punya tempat tinggal, atau pun pakaian? Yang mereka perlukan adalah bantuan dan dukungan yang kongkrit”
Inilah bujukan sang penggoda. Orang lapar kok dibacakan Injil dan disuruh bertobat; yang paling konkrit adalah memberi mereka makan.Atau jika kita menjenguk orang sakit di rumah sakit, mana yang paling penting? Dikirim buah-buahan, melambungkan doa agar cepat sembuh atau memberi santunan uang agar dapat meringankan biaya?
Mengenai kedirian kita
Godaan ini menyentuh inti jati diri. Dalam banyak cara, orang meyakinkan kita bahwa jati diri kita ditentukan oleh apa yang kita hasilkan. Hal ini membuat kita sibuk dengan barang-barang yang kita produksi, hasil-hasil yang kelihatan nyata, benda-benda serta kemajuan yang dapat dirasakan.
Godaan untuk menjadi orang yang relevan ini sulit untuk ditangkis karena hal itu biasanya tidak dipandang sebagai godaan; melainkan sebagai suatu panggilan dan kewajiban. Kita meyakini diri kita sendiridipanggil menjadi orang yang produktif, berhasil dan efisien. Seakan-akan berkarya demi Kerajaan Allah itu sama saja dengan kesibukan bekerja pada perusahaan bisnis. Tetapi dengan cara demikian kita menyerah pada godaan untuk menjadi relevan dan terhormat di mata dunia.
Roti hidup
Ketika dicobai untuk mengubah batu menjadi roti, Yesus bersabda, “Manusia tidak hanya hidup dari roti saja, melainkan dari setiap sabda yang keluar dari mulut Allah” Yesus tidak menyangkal pentingnya roti. Ia justru merelatifkan roti tersebut jika dibandingkan dengan Sabda Allah yang berkuasa untuk memberi arti hidup dan mengubah hidup.
Kita tidak sama dengan roti yang kita tawarkan. Kita adalah umat yang diberi makan oleh Sabda Allah dan oleh karenanya kita menemukan jati diri kita yang sejati. Tantangan terbesar kita adalah membiarkan Allah dan Bapa IlahiNya membentuk dan membangun kembali diri kita sebagai manusia baru, berpesta setiap hari dengan merayakan Sabda tersebut. Dengan demikian kita bertumbuh menjadi orang merdeka yang tidak dibelenggu oleh roti duniawi melainkan oleh Roti Hidup/Surgawi (Panis Angelicus), roti yang dipecah-pecahkan dan dibagikan seperti halnya TubuhNya sendiri. (Bersambung)