KALAU pun harus mengungkap syukur berulang kali di masa pandemi Covid-19 ini, maka pujian kepada Tuhan itu harus langsung dikidungkan oleh pasutri dr. Harris Soesilo dan Diana Lawanto.
Itu karena mereka berdua -pasutri Katolik yang sudah membina perkawinan selama 40 tahun ini- baru saja selamat dari penyakit Covid-19.
Seperti kisah Paskah bangsa Israel di Tanah Mesir, maka syukur itu layak mereka lambungkan.
Karena “Tuhan berkenan telah lewat”. Terjadi, saat Covid-19 sempat bersarang di tubuh pasutri umat Paroki Kedoya di Jakarta Barat.
“Sungguh, sama seperti pengalaman Paskah era Perjanjian Lama, berkat karunia Tuhan, Covid telah lewat, menyingkir dari raga kami berdua di masa-masa yang sungguh kritis dan sulit tahun 2022 lalu,” tutur Diana Lawanto menjawab Sesawi.Net pertengahan Januari 2022.
Tak kuasa menampik Covid-19
Selama masa pandemi Covid-19 sejak Maret 2019 sampai awal tahun 2022 ini, keluarga pasutri dr. Harris-Diana Lawanto lebih banyak WFH (work from home).
Ini tak berlaku bagi dr. Harris Soesilo dan anak bungsunya drg. Alvin yang memang harus “bekerja” di ruang praktik kedokteran.
“Kami merasa hidup kami sungguh terberkati. Bisa menjalani hari-hari dengan kondisi badan sehat itu sudah merupakan hal yang sempurna untuk boleh kita syukuri sebagai keluarga pasutri Katolik,” papar Diana menjawab Sesawi.Net.
Bagi Diana, alasan itu sungguh tak mengada-ngada. Karena, di ruang praktik itulah, suaminya dr. Harris terkena Covid-19 bulan September 2021 lalu.
Inilah saat mana Jakarta dan banyak belahan kawasan lain di seluruh Jawa baru dibuat heboh karena diserbuwabah Covid-19 sehingga kapasitas daya tamping
Diana pun tak kuasa bertahan diri. Ia juga sampai tertular Covid-19, meski kondisinya mild. Sementara, tiga anak dan kedua menantunya plus bayi mereka lolos dari serbuan coronavirus.
Ketika dr. Harris dan Diana dinyatakan sudah kembali sembuh seperti sedia kala, maka gejolak rasa bahagia sebagai keluarga itu menjadi lengkap dan sempurna.
Apalagi, ketiga anaknya praktis sudah mandiri semuanya.
“Kami sekeluarga dan terutama saya dan suami sangat Bahagia. Karena anak-anak sudah selesai sekolah dan dua orang anak sudah berkeluarga. Tinggal ngentaske satu anak ragil saja,” papar Diana.
Kegiatan amal kasih di GOTAUS
Karena praktis tiga anak sudah mandiri, maka Diana tetap merasa bebas untuk terus berkiprah di jagad sosial amal kasih. Melalui dan di beberapa komunitas pelayanan.
Selain menjadi dirigen, anggota koor, dan anggota Tatib Pelayanan Gereja Santo Andreas Paroki Kedoya, Diana juga masih aktif berkegiatan di komunitas penggerak amal kasih untuk sesama.
Dan tentu saja, yang paling moncer terlihat adalah perannya sebagai “tukang halo-halo” untuk kegiatan donasi publik untuk GOTAUS (Gerakan Orangtua Asuh Seminari) – mitra kerja Komisi Seminari KWI.
Tentang kiprahnya di Komunitas GOTAUS ini, Diana telah mengukir sejarah pelayanannya selama 20 tahun terakhir. Praktis sejak GOTAUS itu diinisiasi oleh Mgr. Blasius Pujaraharja dan Kelompok Semangat untuk mulai eksis dan berkiprah.
Tentang kiprahnya yang tak pernah mengenal lelah di GOTAUS ini, Diana memberi alasan kuat soal motivasinya.
GOTAUS merupakan salah satu mitra Komisi Seminari KWI. Dengan spesialisasi pelayanan bidang program peningkatan asupan gizi di seminari-seminari menengah.
Memaknai hidupnya berguna untuk Gereja dan sesama
Dalam konteks seminari sebagai “pabrik” pencetak para calon frater dan imam, maka keberadaan seminari menjadi penting.
Karena eksistensi Gereja sebagai “organisasi” kaum beriman praktis baru bisa bergerak dan berkiprah kalau pondasi pokoknya selalu “tersedia di tempat”. Yakni, para pastor.
Karena itu, melalui GOTAUS inilah, Diana mendapatkan ruang sosial untuk berkiprah demi masa depan Gereja dan keberlangsungan ketersediaan para imam.
“Saya ingin memaknai hidup saya berarti untuk sesama; terlebih untuk masa depan Gereja di mana keberlangsungannya sangat tergatung pada keberadaan para imam,” papar Diana mengapa dia suka “berceloteh” mengajak banyak orang untuk berdonasi bagi GOTAUS.
Kebaikan orang lain
Di tahun 2022 ini, Diana sudah berumur 66 tahun. Sedangkan sang suami dr. Harris sudah menginjak angka 73 tahun.
Diana mengaku bersyukur. Karena selama 34 tahun tahun lamanya, ia telah mendampingi suami bekerja melakukan tugas karya profesionalnya sebagai dokter umum di sebuah RS swasta di kawasan Jakarta Barat.
Kesehatan dan kemandiran anak-anak juga menjadi berkat tersendiri bagi keluarga pasutri Katolik yang layak senantiasa disyukuri ini.
“Ini berkat dan kemurahan Tuhan yang selalu layak saya syukuri selama ini,” tandas Diana.
Adagium kebaikan
Untuk perjalanan hidup yang amat indah ini, Diana Lawanto tak kuasa menyembunyikan rasa bersyukurnya atas bantuan dan kebaikan almarhum Romo Henk van Opzeeland SJ.
Adalah jasa besar Romo van Opzeeland SJ, karena beliau pernah “menitipkan” Diana di Asrama Santa Ursula untuk boleh hidup mondok dengan bayar cicilan.
“Hidupku takkan bisa menjadi seperti sekarang tanpa campur tangan kebaikan almarhum Romo Henk van Opzeeland SJ,” kenang Diana.
Ia semakin mantap dengan keyakinan akan “kebenaran” hal ini.
Semakin kita bermurah hati untuk kebajikan dan karya amal kasih bagi sesama, maka hidup kita akan diwarnai banyak berkat.
Kisah hidup berkeluarga selama 40 tahun sudah membuktikan kebenaran akan keyakinan itu.
Berbuat baiklah kepada sesama antara lain dengan sering-sering berdonasi agar hidup kita semakin terberkati dan menjalani hidup lebih bermakna.
Gratia supplet. (Selesai)