DI Sekadau, Kalbar, ketiga suster perintis misi Kongregasi Suster Pasionis (CP) di Indonesia tahun 1974 yakni Sr. Etienne CP, Sr. Clorinda CP, dan Sr. Beatriz CP disambut hangat oleh masyarakat Dayak melalui upacara adat yang penuh dengan cinta dan penerimaan. Senyum ramah penduduk Dayak di Sekadau sungguh mampu menghapus kecemasan mereka yang baru pertama kali menapakkan kaki di tanah asing ini.
Meskipun bahasa menjadi batas yang sulit ditembus, hati mereka tetap terhubung. Masyarakat Dayak tidak hanya “melihat” ada tiga misionaris asing pendatang di “tanahair” mereka. Namun, di balik semua yang kelihatan itu, orang-orang Dayak di Sekadau, Kalbar, juga mampu “melihat” dan merasakan adanya gelora cinta, pengurbanan, dan harapan baru yang mereka bawa dari Eropa ke Borneo.
Maka mereka menyambut para suster perintis misi pertama Passionis ii dengan tangan terbuka. Juga mulai menyadari bahwa kehadiran ketiga Suster Pasionis Eropa ini merupakan jawaban atas doa dan harapan yang telah lama dinantikan.
Dengan kerja keras
Hari-hari berlalu dalam kesunyian yang penuh doa dan kerja keras. Di tengah perbedaan budaya, kendala bahasa, dan kesulitan transportasi yang sungguh tak terhitung, para suster perintis misi Pasionis di Indonesia ini mampu menemukan kekuatan yang melampaui batas-batas manusiawi. Setiap tantangan menjadi ladang subur bagi rahmat yang tersembunyi; mengajarkan mereka bahwa di dalam setiap kesulitan, Tuhan selalu hadir dengan cara yang tak terduga.
Dalam keheningan itu, mereka mulai menabur cinta dan pelayanan, sedikit demi sedikit membangun relasi yang lebih dalam dengan masyarakat setempat. Langkah mereka mungkin sederhana, namun setiap langkah adalah perwujudan kasih Tuhan yang nyata. Sekadau menjadi rumah bagi misi merek tempat di mana cinta Kristus yang berkorban mulai berakar, tumbuh, dan menyebar, menyentuh setiap hati yang mereka temui.
Semangat Ibu Pendiri
Ketika mereka datang ke Indonesia, para Suster Pasionis membawa semangat yang diwariskan oleh Ibu Pendiri: Maria Magdalena Frescobaldi Capponi.
Magdalena lahir di Firenze, Italia, tanggal 11 November 1771, dalam keluarga bangsawan yang hidup dalam kenyamanan dan kehormatan duniawi. Namun, ia memilih jalan yang berbeda; dengan meninggalkan segala kemewahan untuk mengikuti jejak Yesus dan Maria yang Berdukacita di bawah kaki salib.
Dari hati yang dipenuhi cinta kepada Kristus yang Tersalib, Magdalena mendirikan Kongregasi Suster-suster Pasionis (CP) pada tanggal 17 Maret 1815. Dengan keyakinan mendalam bahwa hanya melalui penderitaan yang dirangkul dengan kasih, maka cinta sejati akan ditemukan.
Semangat yang sama dibawa oleh para suster ke Indonesia; menjadikan Sengsara Yesus sebagai pusat dari misi dan panggilan mereka. Di tanah yang asing, mereka menyerahkan hidup mereka, bukan hanya sebagai pelayan, tetapi sebagai saksi hidup kasih yang berkorban.
Seperti Magdalena yang menyerahkan segala-galanya, mereka pun memberikan diri tanpa batas, menabur benih pelayanan di Sekadau, sebuah tempat yang jauh dari tanah kelahiran mereka.
Tahun-tahun berlalu, dan benih cinta yang mereka tanam mulai tumbuh. Di Sekadau, misi mereka perlahan berkembang, berakar dalam hati orang-orang yang mereka layani.
Setahun setelah kedatangan mereka, tanggal 27 Februari 1975, dua misionaris baru dari Brasil yakni Sr. Noberta Busato dan Sr. Gema Strapasson tiba untuk melanjutkan perjuangan.
Namun, di hari yang sama Sr. Beatriz harus meninggalkan Indonesia karena alasan kesehatan. Ini adalah salah satu bentuk pengorbanan yang lain sebuah penerimaan terhadap kehendak Tuhan yang tak selalu sesuai dengan harapan manusia. (Berlanjut)