JUMAT menjelang petang tanggal 29 Juli 2016 di hari yang sangat terik, sinar matahari seakan berhenti sejenak membanjiri bumi dengan sinarnya yang panas. Teriknya matahari sungguh tak mampu menghalangi antusiasme ratusan orang mendatangi Gereja St. Maria Diangkat ke Surga Katedral Jakarta untuk sebuah perhelatan iman sangat istimewa: Misa Syukur Peringatan HUT ke-50 Perkawinan Emas Paul dan Pieneke Mariana Sutandi.
Memasuki bagian dalam Gereja Katedral Jakarta di petang hari yang sangat terik itu, suasana ‘meriah’ sudah langsung menyergap hati. Di ujung depan bangunan gereja berarsitektur neo-gothik yang diresmikan oleh Mgr. Edmundus Sybradus Luypen SJ pada tanggal 21 April 1901 ini, para tamu sudah disambut hangat oleh para among tamu terdiri dari para pengurus PUKAT KAJ.
Baca juga:
- 50 Tahun Perkawinan Emas Paul & Pieneke Mariana Sutandi: Agape dan Philia (2)
- 50 Tahun Perkawinan Emas Paul & Pieneke Mariana Sutandi: Pasutri sebagai Orang Kudus (3)
Atmosfir keakraban segera menyebar kemana-mana. Setidaknya, itulah yang dirasakan para tamu undangan yang datang ke Gereja Katedral Jakarta. Tujuannya, mengiringi jejak langkah yang pernah dirajut pasangan sepuh Paul dan Pieneke Mariana Sutandi, tepat 50 tahun lalu: Peneguhan kembali janji nikah sekaligus perayaan ekaristi syukur memperingati Perkawinan Emas mereka.
Di hari Jumat petang kemarin itu, perjalanan waktu rasanya beringsut sangat perlahan. Terasa melambat, justru karena setiap detik perjalanan waktu di dalam Gereja Katedral Jakarta ini seakan ingin dicecap mendalam karena bersirat makna hidup yang sangat bernilai. Itulah sebabnya, ratusan mata umat katolik dan beberapa kelompok lainnya yang telah mengisi hampir 90 persen bangku di Gereja Katedral Jakarta mulai mengarahkan perhatian mereka ke ujung depan gereja.
Beriringan masuk menuju altar
Ini sungguh mirip sebuah seremoni pengantin baru yang segera akan mendeklarasikan pertautan jalinan kasih hati mereka seturut tata cara perkawinan katolik. Di hari Jumat tanggal 29 Juli 2016 itu pula, mulai dari ujung depan gereja, Paul menggamit mesra tangan istrinya Pieneke Mariana Sutandi layaknya calon pengantin baru. Dengan derap langkah serba berirama dan teratur, pasangan nikah yang sudah sepuh ini berjalan menuju altar dengan iringan anak, menantu, dan cucu mengikuti langkah mereka di ujung buritan.
Pemandangan di dalam Gereja Katedral Jakarta kemarin itu merupakan sebuah seremoni yang sangat menarik bagi indera penglihatan manusia. Memang inilah protokol tata cara ‘adat’ tradisi Gereja Katolik, setiap kali mau mengawali sebuah ritus peristiwa Sakramen Perkawinan yang kudus di altar. Pasangan kedua calon pengantin diarak dari ujung depan gereja untuk kemudian bersama-sama berjalan dengan irama teratur beriringan didampingi dari belakang oleh sanak keluarga sehingga membentuk semacam barisan panjang mengular dari depan ke belakang.
Namun, sesungguhnya makna terdalam yang sejati justru tersembunyi di balik acara seremonial seperti itu. Persis itulah yang ingin dimaknai sebagai hal penting oleh Uskup Agung Keuskupan Jakarta Mgr. Ignatius Suharyo sebagai selebran utama dalam misa syukur memperingati Pesta HUT ke-50 Perkawinan Emas pasangan Paul dan Pieneke Maria Sutandi ini. Bersama Bapak Uskup Keuskupan Agung Jakarta, dua anggota Kuria KAJ yakni Romo Yohanes Subagyo (mantan Vikjen KAJ) dan Romo Stephanus Roy Djakarya (mantan Ekonom KAJ) ikut menjadi konselebran dalam misa meriah ini.
Disebut meriah karena di sepanjang perjalanan perayaan ekaristi ini ada begitu banyak orang menaruh hati pada perhelatan iman ini. Sejumlah selebriti dari panggung dunia fashion Indonesia dan tokoh nasional lainnya juga hadir di situ: Harry Darsono sang spesialis haute-couture, Jaya Suprana sang kerimulog dari Jamu Jago Semarang, dan Didi Budiarjo — sosok lain dari jagad fashion Indonesia.
Dari kalangan hirarki Gereja Katolik Indonesia ada Mgr. Hubertus Leteng dari Keuskupan Ruteng, Flores, NTT, yang kebetulan tengah berada di Jakarta, Romo Maryono SJ (Ekonom KWI), Romo Purbo Tamtomo Pr (anggota Kuria KAJ), Romo BS Mardiaatmadja SJ (dosen STF Driyarkara dan mantan Vikep KAJ untuk Pelayanan Kategorial), Romo Padmaseputra SJ (mantan Sekretaris Uskup era Kardinal Julius Darmaatmadja SJ semasa menjadi Uskup Agung Keuskupan Jakarta), Romo Heri SJ (Paroki St. Matius Penginjil Blok B Jakarta), dan Romo van den Heuvel Sugiri SJ –sosok penting dalam gerakan pembaharuan karismatik katolik di Indonesia.
Dari panggung politik ada Harry Tjan Silalahi dari CSIS, Ir. Cosmas Batubara sang mantan Menteri Perumahan RI era pemerintahan Presiden Suharto, mantan Menteri Pariwisita dan Ekonomi Kreatif Mari Elka Pangestu dan suaminya J. Adi Harsono, Ny. Lis Purnomo Yusgiantoro, Yultin Ginanjar, Ny. Milang, Komjenpol (Purn.) Gories Mere.
Menjadi makin ‘seru’ lagi, kalau kita melihat makna penting yang secara spiritual ada di balik semua ritual fisik di Gereja Katedral Jakarta sepanjang hari Jumat petang kemarin: sebuah kesaksian iman tergelar di depan mata. Inilah yang disorot Uskup Agung Jakarta Mgr. Ignatius Suharyo dalam homili singkatnya.
Terima kasih postingan Peringatan hari Ultah Pernikahan ke 50, bisa saya buat gambaran yang akan kami laksanakan besuk tgl.23 Desember 2017. Tapi sekiranya saya bisa minta tolong untuk di postingkan juga
contoh2 sbb: 1. Susunan acara pada Misa Syukur (peringatan) hari ulang tahun pernikahan ke 50. ;
2. Susunan kata2 pada Surat Undangan a. untuk umat Katholik (untuk mengikuti Misa Syukur
b. Untuk warga non Katholik, setelah selesai acara
Misa Syukur.
Terima kasih.