Jumat, 7 Oktober 2016
SELAIN hari Rabu, hari Jumat pagi juga ada olah raga. Kali ini, saya mengikuti program yoga yang dipandu oleh Sr. Yovani Ismail, PI. Tidak banyak peserta yang ikut, hanya delapan orang peserta termasuk saya. Sudah lama saya ingin tahu seperti apa sih olah raga yoga itu. Ternyata agak mirip dengan senam, tetapi semua gerakan dilakukan dengan lamban dan disertai dengan pernafasan.
Ada buku panduannya. Saya pun memesan buku ini, siapa tahu dapat saya gunakan setelah saya kembali ke biara.
Baca juga: 70 Hari di Rumah Khalwat Roncalli: Pentingnya Keheningan untuk Spiritualitas Medior (3)
Untuk olah raga selanjutnya, saya akan bertekun mengikuti yoga.
Dalam Materi Spiritualitas Medior hari ini, diputarkan film singkat dengan judul Menjaga Ayah. Cukup mengharukan isi film ini, di mana sang istri ingin meninggalkan suaminya yang lumpuh, yang hanya duduk di kursi roda. Ingatannya melayang, gara-gara menyelamatkan dirinya, suaminya tertabrak mobil, sehingga mengakibatkan kelumpuhan. Akhirnya, dia berbalik pulang untuk berkumpul kembali dengan suami dan putri semata wayangnya.
Malam hari pada waktu rekreasi, saya sempat sharing dengan seorang Romo OCD yang berasal dari Manado. Ia banyak berbicara tentang perkembangan biaranya, khususnya tentang biara-biara OCD. Ia pernah mengunjungi tempat tinggal St. Teresa dari Yesus. Romo ini dididik di Italia, tetapi ditahbiskan di Indonesia. Ia ditahbiskan tahun 2014.
Masih baru menjadi imam OCD. Sebulan sebelum kursus selesai, ia terpaksa pulang lebih dahulu, karena dipanggil oleh pimpinannya untuk mengurus surat-surat. Ia masih akan melanjutkan studi lagi di Roma.
Sabtu, 8 Oktober 2016
Setiap hari Sabtu menjadi hari hening. Kami tidak berbicara (silentium) mulai dari makan pagi sampai dengan doa pembukaan makan siang. Makan siang sudah boleh berbicara.
Sepanjang hari ini saya membaca dan mendalami “Buku Harian Sarana Penemuan Diri”. Merenungkan pengalaman-pengalaman hidup saya hingga saat ini sebagai Religius/Imam Medior. Sesudah makan siang ada kesempatan untuk: jalan-jalan, olah raga: badminton atau pingpong, bisa juga renang.
Untuk hari Sabtu Perayaan Ekaristi dimulai pk 18.00 dengan liturgi hari Minggu.
Kami semua, masing-masing peserta kursus memiliki seorang pembimbing, yang sudah diatur oleh staf. Saya dibimbing oleh Sr. Yovani Ismail, PI. Malam itu, sesudah makan, pkl. 19.40 saya mendapat jatah bimbingan/wawancara dengan beliau.
Hari pertama, masih berisi tentang perkenalan diri saya.
Minggu, 9 Oktober 2016
Setiap hari Minggu adalah hari libur. Hari itu sebagian besar peserta kursus, termasuk saya, pergi ke Gua Maria Kerep di Ambarawa. Beberapa hari sebelumnya, kami sudah merencanakan. Kami menggunakan dua angkot berisi penumpang berjumlah 25 peserta. Ada juga beberapa peserta yang berangkat sendiri, tidak bergabung dengan kami.
Kami berangkat setelah makan pagi.
Jarak antara Rumah Khalwat Roncalli dengan Gua Maria Kerep tidak begitu jauh, sekitar 20 menit dengan angkot. Begitu tiba di sana, kami langsung menuju ke patung Bunda Maria yang cukup terkenal tingginya itu. Kami turun dan menikmati keindahan lukisan-lukisan di bagian bawah patung Bunda Maria, kami berjalan mengitarinya. Tak lupa kami pun foto bersama di sini, juga foto satu per satu. Setelah itu kami baru menuju ke Gua Maria untuk meletakkan bunga mawar yang baru kami beli dan menyalakan lilin.
Di sini kami berdoa sejenak. Ada beberapa peserta yang ingin mengikuti misa. Kebetulan saat itu Minggu Kedua, jadi ada misa Novena. Sebagian yang tidak ikut misa, termasuk saya, berjalan-jalan ke area sekitarnya. Lelah berjalan-jalan kami duduk-duduk sambil bercerita macam-macam, tentu saja disertai canda tawa. Suasana yang sangat menyenangkan dan menggembirakan.
Kami makan siang di sini, ada banyak aneka makan yang dijual di sekitar Gua Kerep ini. Semakin siang, semakin banyak pengunjung, sehingga jalan yang sempit itu langsung tampak macet. Kami terpaksa harus berjalan menuju ke jalan besar karena angkot yang mengantar kami tidak dapat masuk ke jalan yang menuju ke Gua Kerep.
Waktu itu, rintik hujan mulai turun, meskipun tidak deras, tetapi bila tidak berpayung pasti akan basah juga. Untunglah sebagian besar dari kami membawa payung. Kami berjalan di sela-sela mobil yang macet. Akhirnya sampailah kami ke tempat angkot yang sudah menunggu kami. Kami kembali ke Roncalli dengan disertai hujan deras sepanjang perjalanan.
Terima kasih Tuhan atas rekreasi bersama yang boleh saya nikmati hari ini.
Hari Minggu malam, waktu rekreasi diputarkan film Letter for God berkisah seorang anak bernama Tylor yang terserang kanker otak. Ia mengungkapkan semua perasaannya kepada Tuhan lewat surat. Surat itu dikirimkan ke Pak Pos, yang tentu saja menjadi kebingungan, harus mengirim ke mana. Ternyata surat-surat yang ditulisnya mengubah beberapa orang dan menjadi inspirasi bagi orang lain.
Jujur saja, saya belum pernah menulis surat kepada Tuhan, namun saya biasa mengungkapkan semua perasaan saya kepada-Nya, sebagai yang pertama sebelum bercerita kepada sesama.