TIDAK banyak kenangan yang bisa saya tulis untuk sedikit mengenang sosok almarhum Bruder Priyarsa SJ yang meninggal dunia di RS Sint Carolus Jakarta tanggal 10 Februari 2019 lalu.
Perjumpaan saya dengan almarhum Bruder Priyarsa SJ terjadi di lingkungan STF Driyarkara dan Kolese Hermanum kurun waktu sangat panjang selama empat tahun: 1984-1988. Dan itu terjadi secara khusus di Domus Patrum Unit Rawasari. Kini, areal bangunan rumah pendidikan SJ ini sudah ‘beralih fungsi” menjadi areal kampus STF Driyarkara.
Kamar gelap di pojokan
Saya sering “bersinggungan” dengan almarhum Bruder Pri –demikian saya biasa menyapanya waktu itu- lantaran saya sering harus datang menemui almarhum untul sebuah urusan.
Br. Pri punya kamar kerja di pojokan ujung gang yang menjadi akses keluar-masuk dari Domus Patrum Kolese Hermanum di lantai satu menuju areal garasi terbuka menuju bangunan Frateran Unit Rawasari.
Di kamar sempit yang gelap di ujung gang itu, Br. Pri “berkantor” sekaligus mengisi ruangan sempit itu sebagai kamar tidurnya.
Br. Pri “berada” di situ dan kamarnya menempel seiring dengan kamar almarhum Romo Gregorius Sabda Utomo SJ yang waktu itu menjadi Minister Kolese Hermanum.
Saling ejek
“Minister Rumah” Frateran Unit Kampung Ambon di Jl. Bangunan Barat saat itu –Tony Santosa—lebih banyak berhubungan dengan kedua Jesuit yangkini sudah almarhum tersebut: Romo Sabda SJ dan Br. Pri SJ.
Saya hanya sesekali datang untuk masuk ke kamar kedua Jesuit ini hanya untuk minta tandatangan dan uang tambahan untuk program kursus bahasa di Centre Culturel Francais di Jl. Salemba Raya.
Nah, setiap kali saya masuk ke kamar Bruder Priyarsa SJ itulah, selalu terjadi saling ejek antara saya dan almarhum Bruder Pri.
Konten ejekan kami sebenarnya ada dalam konteks membangun ikatan emosional yang lebih akrab. Dan ini kami dibuat menjadi lebih akrab lagi, ketika di tahun ke-4 studi di STF Driyarkara saya akan segera menjalani masa regency di Kolese Loyola Semarang (1988-1900) di mana Br. Pri juga pernah berkarya di sana.
Oleh Br. Pri, saya selalu diejek sembari diwanti-wanti agar “bijak” dalam menjalin relasi dengan para murid SMA Kolese Loyola.
“Soale anak-anak Loyola ayu-ayu loh.Nanti, bisa kepincut,” begitu ujarnya setiap kali saya ketemu Br. Pri di mana pun juga.
Minggu (10/2/19) Pkl. 20.00: Requiem untuk Bruder Romualdus Priyarsa SJ di Kolese Kanisius
Sopir VW Combi
Sekali waktu, saya dan teman angkatan Tony Santosa merancang wisata bersama ke Wisma SJ di kawasan Cibulan, arah Puncak Pass . Waktu itu, kami mengajak almarhum Bruder Pri ikut serta sekaligus bisa menjadi “sopir” kami dengan VW Combi milik Kolese Hermanum.
Yang pasti saya ingat adalah usai kami menikwati hawa dingin kawasan Puncak Pass, rombongan “turun ke bawah” menuju Jakarta.
Kami tidak masuk Tol Jagorawi, melainkan menyusuri “jalan lama” di Jl. Raya Bogor menuju arah Cijantung, Cililitan dan seterusnya.
Di tengah jalan itulah, Br. Pri selaku ekonom Kolese Hermanum yang “punya uang” membelikan sejumlah durian enak dan kami makan di jalan.
Aroma durian itu tentu saja sudah lenyap di telah arus zaman. Namun, aroma pertemanan akrab saya dengan almarhum Bruder Pri tetap hidup sampai sekarang.
Almarhum Bruder Romualdus Priyarsa SJ lahir pada tanggal 6 Juni 1946. Ia masuk Serikat Jesus dan menjalani masa pembinaan awal sebagai calon Jesuit di Novisiat SJ Girisonta tanggal 7 Desember 1968.
Sebagai Jesuit, Br. Pri mengucapkan kaul akhirnya pada tanggal 15 Agustus 1981.
Requiescat in pace et vivat ad aeternam.