Lentera Keluarga – Warta Pertobatan

0
967 views

Tahun C-1. Rabu Prapaska I
Rabu, 13 Maret 2019.
Bacaan: Yun 3:1-10; Mzm 51:3-4.12.-13.18-19; Luk 11:29-32

Renungan: 

MEMBAWA warta pertobatan bagi orang hidup tidak benar lebih mudah daripada memberikannya kepada orang yang merasa hidupnya sudah benar. Yunus dengan “terpaksa” mewartakan pertobatan kepada orang Ninive, namun karena kesadaran diri sebagai orang berdosa maka seluruh bangsa Ninive itu bertobat. Sebaliknya, Tuhan Yesus tidak kurang-kurangnya menunjukkan banyak alasan kepada orang orang Israel untuk bertobat, namun karena merasa diri baha hidup mereka sudah benar maka merekapun masih memerlukan sebuah tanda. Tanda sebesar dan senyata apapun jika tidak ada kesadaran sebagai orang memerlukan pertobatan, maka juga tidak terjadi pertobatan.

Tantangan tobat kita pada masa prapaska ini adalah bahwa kita merasa diri kita baik-baik saja. Kita melihat dosa sebagai sekedar kesalahan. Kita memaklumi kedosaan kita dengan keterbatasan dan kewajaran. Dan akhirnya kita sampai pada kesimpulan: “sudah mengaku dosa toh kita berdosa yang sama pula. Tidak ada perubahan. Jadi pengakuan dosa tidak ada artinya.” Kita mengukur hidup kita dari kacamata kita, bukan dari kacamata Allah.

Pertobatan diawali dengan pemahaman dan pengakuan diri kita yang telah jatuh dalam dosa yang disertai dengan penyesalan. Kerajinan kita meneliti batin di hadapan Allah setiap malam mengasah “mata batin” kita untuk peka. Allah tdak menginginkan kita “merasa bersalah terus” seakan-akan hidup kita tdak pernah benar di hadapannya, tetapi juga tidak menginginkan kita “menutup mata” terhadap dosa kita dan mengatakan bahwa kita baik-baik saja.

Dalam perkawinan, jika ada satu yang merasa error dan kemudian yang satu merasa baik-baik saja, maka dikatakan bahwa relasi perkawinan mereka tidak sehat. Rekonsikiliasi akan sulit terjadi. Semestinya, jika ada satu pribadi yang merasa tidak nyaman,pasangan yang lain juga merasa tidak nyaman. Ini bukan berbicara mengenai siapa yang salah dan menjadi penyebab tetapi soal relasi dan komunikasi. Maka hendaknya kemudian mereka saling berdialog dan berekonsiliasi.

Kontemplasi:

Bandingkanlah bagaimana warta pertobatan kena para orang Ninive sementara kepada orang yahudi warta itu tidak diterima.

Refleksi:

Apakah aku menjadi orang Ninive atau orang Yahudi ketika aku mendengarkan seruan pertobatan?

Doa:

Ya Bapa, dengan rendah hati, aku mengakui kesalahanku kepadaMu. Di hadapanMu, hidupku terbuka dan aku tidak merasa malu. Amin.

Perutusan:

Buatlah kebiasaan mengadakan penelitian batin di waktu malam sebelum beristirahat

Kredit foto: Ilustrasi (Ist)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here