Injil Minggu Prapaskah II/C 17.03.19 Luk 9: 28b-36: Siapakah Yesus Itu?

0
1,911 views
Lukisan bergambar wajah Yesus yang dibuat dengan bahan dasar manik-manik dan itu ditata rapi dengan tingkat kejelian dan ketelitian tinggi agar wajah Yesus bisa "terbentuk". Ini lukisan karya Romo Matheus Yuli Pr. (Ist)

REKAN-rekan sekalian.

Luk 9:28b-36 menceritakan bagaimana Petrus, Yakobus, dan Yohanes mengalami penampakan kemuliaan Yesus di atas gunung. Dengan penekanan yang di sana sini agak berbeda, peristiwa ini juga diceritakan dalam Mat 17:1-9 dan Mrk 9:2-10.

Ketiga Injil itu sama-sama mengatakan bahwa ketiga murid itu diajak naik ke gunung, tetapi hanya Lukaslah yang menambahkan “untuk berdoa”.

Kemudian diceritakan bagaimana wajah dan pakaian Yesus menampakkan kemuliaannya. Saat itu juga tampillah Musa dan Elia.

Dari situ pokok perhatian Injil Markus dan Matius beralih kepada Petrus serta tawarannya untuk mendirikan tiga kemah.

Injil Lukas menampilkan beberapa hal khusus (Luk 9:31-33a; akan dibicarakan di bawah) sebelum menceritakan tawaran Petrus. Setelah usulan Petrus muncullah awan dan suara yang terdengar dari dalam awan itu.

Di sini hanya Matius sajalah yang menyebutkan murid-murid itu tersungkur ketakutan, tetapi Yesus datang menyentuh mereka agar tidak takut (Mat 17:6-7).

Seterusnya ketiga Injil mengutarakan bahwa mereka hanya melihat Yesus sendirian saja. Dan peristiwa itu berakhir di situ.

Injil Yohanes menyebutkan penampakan kemuliaan Yesus dengan cara lain, yakni dalam Yoh 1:14 “Firman itu telah menjadi manusia dan tinggal di antara kita dan kita telah melihat kemuliaannya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepadanya sebagai anak tunggal Bapa, penuh anugerah dan kebenaran.”

Kata-kata ini mengungkapkan pengalaman salah satu dari ketiga murid yang menyaksikan kemuliaan Yesus di gunung, yaitu Yohanes sendiri.

Pertanyaan orang: Siapa Yesus Itu?

Penampakan kemuliaan Yesus ini diceritakan untuk menjawab pertanyaan siapa dia itu sebenarnya.

Menurut Luk 7:18-23, ketika mendengar tindakan-tindakan Yesus, Yohanes Pembaptis mengutus dua orang muridnya bertanya kepada Yesus apakah dia itulah yang dinantikan-nantikan orang banyak.

Yesus menjawab dengan menunjuk kepada hal-hal yang telah dibuatnya: orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta sembuh, orang tuli mendengar kembali, orang mati bangkit, orang miskin menerima kabar baik. Kenyataan-kenyataan ini menunjukkan memang dia itulah Mesias yang dinanti-nantikan.

Selanjutnya dalam Luk 9:7-9 disebutkan Herodes menjadi cemas mendengar ada orang yang amat berpengaruh di wilayahnya. Orang beranggapan dia itu Yohanes Pembaptis yang hidup kembali atau Nabi Elia yang dulu diangkat ke surga kini kembali, atau seorang nabi lain lagi.

Maka Herodes ingin menemuinya dan menanyainya siapa dia itu sesungguhnya. Ia baru akan berjumpa dengan Yesus nanti ketika Pilatus menyuruh orang menghadapkan Yesus kepada Herodes yang ketika itu sedang berada di Yerusalem (Luk 23:7).

Kedua orang yang amat berbeda itikadnya itu bertanya-tanya siapa sebenarnya Yesus. Ia sendiri sadar dirinya menjadi pertanyaan banyak orang. Suatu ketika, seperti diceritakan dalam Luk 9:18-21, Yesus menanyai murid-muridnya siapa dia itu menurut kata orang.

Laporan mereka seperti yang didengar Herodes: ada orang yang mengatakan dia itu Yohanes Pembaptis, ada pula yang mengiranya Elia, yang lain berpikir mengenai seorang nabi lain. Namun bagi Petrus, dia itu “Mesias dari Tuhan”.

Yesus tidak menyangkal, tetapi ia lebih suka menjelaskan dirinya itu “Anak Manusia” yang harus mengalami penderitaan, wafat dan kebangkitan (Luk 9:22). Inilah sebetulnya ke-Mesias-an yang dijalankannya.

Jadi ada pelbagai gambaran mengenai siapa Yesus itu: dia itulah yang dinanti-nantikan banyak orang yang kehadirannya tak mungkin didiamkan saja, karena memang ia Mesias dari Tuhan, tapi yang betul-betul manusia.

Dan kini dalam peristiwa penampakan kemuliaan ia dinyatakan Tuhan sebagai “AnakKu yang Kupilih” (Luk 9:35), suatu ungkapan yang menggarisbawahi penugasan yang khusus. (Markus dan Matius memakai istilah “AnakKu yang Kukasihi” yang menekankan hubungan khusus dengan Tuhan.)

Penugasan apa? Bagaimana dimengerti oleh Yesus? Pembicaraan antara Yesus dengan Musa dan Elia dapat menjelaskannya.

Percakapan mengenai tujuan perjalanan 

Gunung serta awan melambangkan tempat hadirnya Yang Keramat. Umat Perjanjian Lama meninggalkan Mesir dan menyeberang laut untuk menemui Tuhan mereka di Gunung Sinai.

Dalam Kel 24:12-18 dikisahkan bagaimana Musa disuruh Tuhan naik ke atas gunung itu. Dan ketika Musa sudah di atas, ada awan menutupinya. Musa berada di atas menerima Taurat dari Tuhan sedangkan orang-orang lain berada di bawah. Begitu pula menurut 1 Raj 19:8-18 Tuhan menyatakan diri kepada Elia di Gunung Horeb.

Kedua tokoh yang muncul dalam peristiwa penampakan kemuliaan Yesus itu adalah tokoh-tokoh yang pernah menjumpai Tuhan dalam kemuliaan-Nya di gunung-Nya yang keramat. Kedua orang yang akrab dengan Tuhan itu kini datang bercakap-cakap dengan Yesus, juga di atas gunung.

Diutarakan dalam Luk 9:31 bahwa Musa dan Elia berbicara dengan Yesus mengenai “tujuan perjalanan”-nya yang akan dipenuhinya nanti di Yerusalem.

Yang dimaksud ialah penderitaannya: ditolak oleh para pemimpin dan bahkan dibunuh, tetapi ia akan dibangkitkan pada hari ketiga. Hal ini sudah disebutkannya sendiri dalam Luk 9:22, beberapa ayat sebelum kisah penampakan kemuliaan di gunung. Kata Yunani yang diterjemahkan sebagai tujuan perjalanan itu ialah “exodos”, sama dengan nama kitab kedua dalam Taurat yang mengisahkan keluaran umat Tuhan dari perbudakan di Mesir untuk menjadi umat Tuhan yang merdeka.

Penderitaan, wafat dan kebangkitannya di Yerusalem itu adalah juga keluaran. Yang dimaksud ialah keluaran bagi umat manusia dari perbudakan kekuatan dosa, dari kekuatan-kekuatan yang memisahkan manusia dari Tuhan. Yang dilakukan Yesus di Yerusalem ialah membawa manusia kembali kepada Tuhan. Inilah kiranya yang dimaksud dengan penugasan kepada Yesus sebagai anak yang dipilih Tuhan sendiri.

Pada saat itu terdengar suara “Dengarkanlah Dia!” Kata-kata ini bukan saja ditujukan kepada ketiga murid yang diajak ke gunung, tetapi kepada tiap orang yang mendengarkan Injil. Diajarkan agar ada perubahan dari sikap bertanya-tanya siapa Yesus itu dan usaha mencari jawabannya menjadi sikap mendengarkannya dengan khidmat.

Hanya dengan demikian orang akan sampai pada pengertian yang mendalam mengenai siapa Yesus itu sebenarnya. Juga sikap mendengarkan ini akan membantu orang menerima hal-hal yang terasa sulit diterima: penderitaan dan wafatnya nanti.

Petrus dan kedua murid lain

Dalam Injil Lukas disebutkan tujuan Yesus naik ke gunung ialah untuk berdoa. Injil-Injil lain tidak menyebutkannya. Bukan berarti mereka tidak mengetahuinya.

Mengapa Lukas menambahkan hal ini?

Amat boleh jadi untuk menjelaskan bahwa Yesus naik ke gunung bukan untuk menampakkan kemuliaannya, melainkan untuk berdoa. Dan justru ketika ia sedang berdoa di tempat itu, murid-muridnya menyaksikan kemuliaannya. Kemuliaan Yesus ialah kemuliaan orang yang terbuka bagi kehadiran Tuhan.

Inilah yang dimaksud dengan berdoa.

Lebih jauh dalam Luk 9:32 dikatakan bahwa “Sementara itu Petrus dan teman-temannya telah tertidur dan ketika mereka terbangun, mereka melihat Yesus dalam kemuliaannya dan kedua orang yang berdiri di dekatnya itu.”

Sebenarnya mereka dibangunkan oleh penampakan kemuliaan Yesus. Jadi bukan terbangun dan kemudian menyaksikannya. Reaksi Petrus dalam ayat 33 yang menawarkan tiga tenda itu penuh arti.

Dulu Tuhan hadir di tengah-tengah umat-Nya di dalam tenda. Petrus kiranya berpikir kini keilahian sebaiknya dihadirkan dalam tenda juga. Namun sesaat kemudian dalam ayat 36 dikatakan, ketika terdengar suara yang mengatakan Yesus itu anak terpilih yang patut didengarkan, “tampaklah Yesus seorang diri”. Ia kembali seperti biasa. Dan dia itulah yang kini patut didengarkan. Bukan usaha untuk mendengar atau mencari kehadiran yang ada di “tenda”.

Boleh dikata “tenda” kehadiran ilahi yang sesungguhnya kini ada dalam ujud Yesus yang berada di tengah-tengah orang banyak itu.

Tentu saja pikiran Petrus dan kedua murid yang lain belum amat jelas. Mereka butuh waktu untuk menggarap pengalaman di atas gunung itu. Mereka belum dapat merumuskannya dan dikatakan mereka “diam seribu bahasa” mengenai hal itu.

Terjemahan Indonesia “merahasiakannya” kurang baik karena menimbulkan kesan mereka tahu tetapi mau menutup-nutupi. Padahal maksudnya ialah untuk mengatakan bahwa kini mereka mengambil sikap “mendengarkan terus” agar makin menyadari apa yang sedang terjadi dalam diri Yesus.

Mendengarkan Tuhan pada jalannya

Kita masing-masing memiliki pelbagai perkiraan dan anggapan mengenai siapa Yesus itu. Masalah yang paling penting bukan salah atau benar melainkan apakah kita bisa tetap membuka diri mendengarkan dia yang memang bisa dimengerti dengan macam-macam cara oleh banyak orang, termasuk kita sendiri.

Masa Prapaskah adalah masa untuk memahami Yesus lewat jalan yang dilaluinya sendiri: jalan yang membangun kembali kemanusiaan di hadapan Tuhan.. Dalam perjalanan ini secercah tanda kebesarannya tampak, juga bagi kita yang masih di sini.

Seperti ketiga murid itu, kita juga boleh “diam dulu” untuk mengendapkan pengalaman sebelum berbicara mengenai siapa dia kepada banyak orang nanti. Masa Prapaskah ini masa yang dikhususkan agar kita makin akrab dengan dia yang kita dengarkan itu.

Salam hangat, A. Gianto

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here