AYO berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Imbauan ini begitu ngetop, setiap kali Prof JS Badudu muncul di layar TVRI tahun 1980-an. Meski ‘imbauan’ umum ini kini sudah hilang ditelan perkembangan zaman, namun sejatinya esensinya sangat penting.
Dan menjadi sangat fundamental lagi, ketika seruan JS Badudu itu ditambahi pesan tentang pentingnya membangun narasi berkonten baik dan positif. Kini, seruan itu semakin menemukan kebenarannya, ketika kita sebagai bangsa akhir-akhir ini “menghadapi” tantangan serius berupa segregasi sosial yang mengancam keutuhan NKRI.
Ancaman ini nyata, karena telah sengaja dibangun narasi-narasi berbahasa dengan konten tidak baik alias negatif.
Kerjasama sinergis
Pada konteks inilah, selain diajak membangun logika bahasa yang baik dan benar, para peserta literasi media besutan Komisi Seminari KWI dan Paguyuban Gembala Utama (PGU) mengajak para frater calon imam dan para pastor pembinanya untuk –sekali lagi—membangun etos moral berbahasa yang baik dan benar plus bernarasi dengan konten positif.
Mathias Hariyadi dari AsiaNews (www.asianews.it) didapuk mengampu sesi ini berdasarkan pengalamannya membangun narasi konten positif melalui portal berita Katolik berbasis daring Sesawi.Net (www.sesawi.net) dan gerakan berbagi amal kasih Words2Share (www.words2share.org)
Ia bicara tentang konten positif tidak hanya dari “teori”, melainkan lebih berdasarkan pengalamannya mengolah narasi dengan menitipkan pesan-pesan positif yang membangun masyarakat dan Umat Katolik.
Peran penting
Menurut Sekretaris Komisi Seminari KWI, Romo Joseph Kristanto Suratman Pr, membangun kemampuan sekaligus mengembangkan kapasitas diri sebagai penulis hebat dan bermutu dengan muatan narasi positif amat fundamental bagi para frater calon imam dan para pastor pembinanya.
Para frater calon imam itu nantinya akan menjadi pemimpin Umat Katolik baik di level parokial maupun komunitas kategorial.
Saking strategisnya peran imam sebagai agen perubahan dan pengembangan masyarakat di kalangan Umat Katolik, maka membangun etos bernarasi dengan konten posisif adalah mutlak. Karena itu, program literasi media ini tidak hanya diikuti oleh para frater saja, melainkan juga para imam pendamping dan pembina mereka.
Paguyuban Gembala Utama (PGU), forum kerjasama alumni seminari menengah, digandeng Komisi Seminari KWI untuk mengampu program bina pengembangan kapasitas diri di bidang literasi media ini.
Syukurlah, iaringan kerja PGU mampu menyediakan para narasumber profesional untuk keperluan tersebut.
Sesi membangun narasi positif menjadi sumbangan nyata PGU bagi Gereja Katolik Indonesia dan Seminari Tinggi. Di sinilah selama bertahun-tahun lamanya, para frater calon imam itu mengalami formatio, sebelum akhirnya mereka nantinya akan menerima Sakramen Imamat dan ditahbiskan menjadi imam. (Berlanjut)