Artikel Kesehatan: Regulasi Obat

0
331 views
Ilustrasi - Obat by Ist

PADA hari Senin, 1 Juli 2019 banyak negara telah menarik lusinan obat untuk penanganan tekanan darah tinggi atau hipertensi, karena obat tersebut ternyata mengandung zat yang berpotensi menyebabkan kanker.

Dunia membutuhkan sistem regulasi yang kuat, termasuk dalam penyediaan obat, untuk mencapai cakupan kesehatan semesta atau ‘Universal Health Couverage’ (UHC).

Apa yang perlu dicermati?

Obat anti hipertensi ini (termasuk valsartan, losartan, irbesartan) telah diresepkan secara global dan berasal dari berbagai produsen obat. Pengotor (impurities) yang dapat berdampak buruk dan berpotensi menyebabkan kanker, disebabkan oleh perubahan bahan aktif dalam proses pembuatan obat.

Berdasarkan penelusuran BPOM RI pada 4 Desember 2018, obat antihipertensi  yang beredar di Indonesia dan terdampak impurities N-Nitrosodimethylamine (NDMA) dan N-Nitrosodiethylamine (NDEA) adalah Losartan dan Valsartan dengan bahan baku produksi Zhejiang Huahai Pharmaceuticals, Linhai, China.

Sedangkan Irbesartan yang ditarik oleh US FDA, sumber bahan bakunya tidak digunakan untuk produk obat yang terdaftar di Indonesia.

Selain itu, pada tahun 2014, di distrik Ituri Republik Demokratik Kongo, beberapa orang pasien, 60% dari mereka adalah anak, menjadi sakit setelah minum obat untuk mengurangi menggigil dan demam akibat malaria. Ternyata obat itu mengandung haloperidol, zat antipsikotik yang digunakan untuk mengobati skizofrenia. Ternyata tablet yang diminum para pasien tersebut mengandung 13 mg haloperidol, sekitar 20 kali dosis maksimum yang disarankan untuk anak. Pada saat sumber masalah diidentifikasi, 930 orang telah dirawat di rumah sakit dan 11 telah meninggal.

Dua contoh tersebut menggambarkan mengapa kita membutuhkan pengawasan dan regulasi yang baik terhadap obat dan produk kesehatan lainnya. Dalam kasus pertama, tindakan diambil cukup awal untuk menghindari konsekuensi jangka panjang kanker, sedangkan pada kasus kedua, tindakan datang terlambat untuk mencegah setidaknya 11 tragedi kematian pasien.

Padahal, akses kepada fasilitas layanan kesehatan pada UHC dan manfaat dalam peningkatan derajad kesehatan yang menyertainya, hanya dapat dicapai jika obat dan produk kesehatan global, regional dan nasional, mampu mencegah dan mengobati penyakit. Obat dan produk kesehatan global hanya dapat berperan seperti itu, jika ada sistem pengaturan dan regulasi yang baik.

Meskipun sudah ada kemajuan global, masalah serius pada aspek kualitas dan keamanan obat dan produk kesehatan tetap masih ada, khususnya di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Masalah keamanan obat ini mengancam kesehatan manusia setiap hari dan juga terbentuknya limbah kimia (impurities) berbahaya.

Jaminan kualitas dan keamanan obat, vaksin, dan produk kesehatan lainnya di banyak tempat selama ini hanya dikompromikan saja, ketika produsen, baik secara tidak sengaja atau sengaja, menghasilkan produk di bawah standar.

Juga ketika rantai pasokan memungkinkan obat dan produk medis yang tidak aman tetap lolos dari pengawasan sistem kesehatan setempat, yang biasanya karena alasan kekurangan sumber daya, sehingga cukup sering terlalu lambat untuk ditanggapi.

Kapasitas dalam penegakan regulasi pengawasan obat saat ini tidak mencukupi, di sebagian besar negara berkembang. WHO memperkirakan bahwa hanya 3 dari 10 otoritas regulator secara global yang berfungsi sesuai dengan standar yang dapat diterima.

Padahal, pembuatan obat dan produk kesehatan lainnya telah menjadi semakin mengglobal, sehingga produk akhir dan bahan aktif obat sangat mungkin  melintasi beberapa perbatasan negara, sebelum mencapai pasien.

Selain itu, dengan meningkatnya penyakit tidak menular, seperti kanker, penyakit kardiovaskular dan diabetes, otoritas kesehatan di negara berkembang menghadapi beban kerja yang lebih besar dan tuntutan baru untuk mengatur produk industri farmasi yang inovatif.

Cakupan kesehatan semesta atau ‘Universal Health Couverage’ (UHC) akan membawa akses yang lebih besar ke berbagai produk medis. Namun demikian, otoritas kesehatan harus memastikan bahwa produk medis itu terjamin kualitasnya, aman dan efektif, sehingga dapat berperan dalam mencegah penyakit dan meningkatkan derajad kesehatan masyarakat.

Itulah mengapa peluncuran kampanye ‘Memberikan obat yang Terjamin untuk Semua’ (Delivering Quality-assured Medical Products for All 2019–2023) ini adalah sangat penting.

Kampanye tersebut bertujuan untuk mencapai empat tujuan utama.

Pertama, memperkuat sistem regulasi negara dan regional, untuk agar otoritas kesehatan dapat mengatur dan mempercepat jadwal registrasi obat baru, sehingga pasien akan mendapatkan obat lebih cepat, dan memfasilitasi kolaborasi lintas batas negara.

Kedua, meningkatkan kesiapan otoritas kesehatan dalam keadaan darurat kesehatan masyarakat, dengan pengetahuan cara menangani keadaan darurat, termasuk meningkatkan komunikasi pada saat krisis.

Ketiga, memperkuat dan memperluas prakualifikasi WHO untuk obat dan produk kesehatan prioritas, yang telah berkontribusi dalam perawatan jutaan orang, misalnya obat HIV yang berkualitas dan hemat biaya, serta vaksinasi untuk jutaan anak melalui Gavi (the Vaccine Alliance). Saat ini sedang diproses untuk memasukkan obat kanker, ketika beban penyakit kanker tumbuh pesat di banyak negara berpenghasilan rendah dan menengah. Keempat, menyelaraskan dengan program kesehatan lainnya, khususnya di negara berkembang.

Regulasi pengawasan obat sepanjang siklus pengadaannya, dari laboratorium, ke pabrik, ke fasilitas kesehatan, sampai ke tangan pasien, adalah kunci keberhasilan program pencegahan, diagnosis, dan pengobatan yang efektif dan merupakan bagian penting dari UHC. Di Indonesia UHC dicapai melalui program JKN (Jaminan Kesehatan Nasional).

Sudahkah kita ikut bertindak?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here