BERSAMA ratusan orang Vietnam dan ratusan turis manca negara, saya beringsut merangsek maju ikut ngantri mengikuti barisan mengular menuju semacam “peron” masuk ke Mausoleum –semacam tempat kuburan istimewa nan mewah—di Hanoi. Di sinilah “Bapak Pendiri” Vietnam mendiang Presiden Ho Chi Minh yang sering dipanggil Paman Ho “dimakamkan” secara terhormat dan sangat istimewa.
Sebenarnya, lebih tepat menyebut: Paman Ho “disemayamkan”, karena nyatanya jenazah mendiang Proklamator Republik Sosialis Vietnam ini memang tidak dikubur dalam sebuah pusara di dalam tanah. Jenazah Bapak Vietnam ini dipertontonkan untuk umum dalam sebuah peti besar berkaca. Peti berkaca dengan binar-binar sinar lampu ini diletakkan di lantai atas, persis di bangunan paling utama dan itu merupakan ruang “terdalam” di sebuah bangunan tiga lantai yang kokoh di jantung kompleks Mausoleum.
Kamera dan HP dilarang keras
Saya mengikuti “aturan main” yang berlaku di kompleks besar Mausoleum Ho Chi Minh ini: HP dimatikan, semua kamera mesti di-“declare” kepada petugas keamanan. Kedua benda kesayangan ini harus rela ditaruh di sebuah tas khusus sebagai penanda: Ini loh barang “haram” yang tak boleh kecolongan masuk ke “makam” Paman Ho.
Di sini, jangan harap bisa “main mata” dengan petugas dengan diam-diam menyelipkan kamera atau HP bermata kamera bisa masuk saku celana untuk bisa motret jenazah Paman Ho. Kalau itu terjadi, saya haqul yakin kalau efeknya pasti akan heboh. Selain karena di setiap sudut kompleks maha luas itu banyak bertebaran polisi dan petugas militer yang memindai (memonitor) gerak-gerik pengunjung, sudah pasti nama kita akan tercoreng di mata negeri ini.
Selebihnya, mengunjungi Mausoleum Ho Chi Minh sepertinya mengungkit sejarah perjuangan Vietnam merebut kemerdekaan dari imperialis Perancis.
Masih segar
Saya terkesiap kaget menyaksikan roman muka mendiang Paman Ho masih kelihatan segar bugar, meski beliau wafat tanggal 2 September 1969—persis ketika Vietnam baru merayakan HUT Kemerdekaannya. Berarti jenazah itu sudah berumur lebih dari 40 tahun; namun toh masih kelihatan seperti kemarin sore.
Memakai “seragam dinas”-nya yang boleh dibilang sangat sederhana untuk seorang “Bapak Pendiri Bangsa” Vietnam yang terdiri dari setelan jas model “beskapan” dan celana katun dengan warna sama, Paman Ho tampak gagak dalam kesederhanaannya. Beliau tampil dengan cirikhasnya yang satu ini: jenggot putihnya tetap dibiarkan menjulur melambai ke bawah. Bibirnya sedikit tersungging menyebar senyum ramahnya.
Presiden Indonesia “Mr. Hatiny Sucano”
Paman Ho memang tokoh kharismatis. Tidak saja bagi Vietnam, namun juga bagi para pemimpin besar dunia pada masanya. Tak kurang Presiden RI pertama Ir. Soekarno pun pernah bertatap muka dalam sebuah pertemuan resmi di Hanoi seperti tampak dalam sebuah dokumen foto yang terpampang di Museum Ho Chi Minh di kompleks mausoleum.
Sayangnya di situ tertulis caption photo yang teramat salah: His Exellency Indonesian President “Mr. Hatiny Sucano”.
Peristiwa yang terekam dalam foto itu adalah jepretan Mat Kodak yang mengabadikan kunjungan resmi Bung Karno ke Hanoi tanggal 26 Juni 1959. Jauh-jauh hari ketika saya belum lahir di bumi ini.
Tampak keduanya hangat dalam pertemuan akrab itu.
He….he…saya dibuat tertawa membaca teks keterangan foto yang kurang akurat ini. Hartini Soekarno jelas beda dengan Bung Karno, meski keduanya pernah terlibat hubungan asmara nan heboh….
Paman Ho yang berbaring manis di peraduannya menjadi semacam pemandangan magis bagi para pengunjung orang lokal. Banyak orangtua berhenti sejenak di depan petinya dan memberikan hortmatnya dengan cara menundukkan kepala. Anak-anak kecil juga melakukan hal sama, meski malu-malu dan ragu-ragu sebelum gurunya menyuruh tegas melakukan gerakan hormat pada figur paling senior dan terhormat di Vietnam itu.
Paman Ho berbaring aman dan nyawan dengan kawalan penuh empat orang anggota pasukan kawal dari Angkatan Darat Vietnam. Mereka berseragam dinas upacara, lengkap dengan senapan dan banyonet di tangan. Di setiap sudut ruangan di dalam mausoleum itu, barisan pasukan kawal juga berdiri tegak menyambut sekaligus mengawasi gerak-gerik pengunjung.
Sayang sekali, banyak pemandangan bagus itu tak bisa saya abadikan dalam format digital lantaran kamera saya telah “tertahan” di ruang karantina atas permintaan sekuriti ….
Artikel terkait:
Serba Natal Rasa Vietnam: Pentas Dulu, Baru Misa Natal di Katedral Ayam Da Nang (2)
Serba Natal Rasa Vietnam: Santa Claus Berdemo Ria di Katedral Notre Dame de Saigon (1)
Serba Natal Rasa Vietnam: Natal, Ini Pesta Sekaligus Perayaan Ekaristi (3)
Vietnam dalam Tiga Pekan: Hoi Ann, Pesona Kota Tua di Central Vietnam (16)
Vietnam dalam Tiga Pekan: Kalau Ada yang Murah, Kenapa Harus Bayar Lebih Mahal? (15)
Vietnam dalam Tiga Pekan: Pasar Tradisional Tempatnya Makan Murah (14)
Vietnam dalam Tiga Pekan: Tips Wisata Murah Meriah ke Vietnam (13)
Vietnam dalam Tiga Pekan: Di Hadapan Bunda Maria La Vang, Kutumpahkan Air Mataku (12)
Vietnam dalam Tiga Pekan: Mahalnya Sinar Matahari di Sapa (11)
Vietnam dalam Tiga Pekan: Cukup 10 Menit ke China dari Vietnam Lewat Lao Cai (10)
Vietnam dalam Tiga Pekan: Hanoi Songsong Tahun Baru 2012 (7)
Vietnam dalam Tiga Pekan: Gereja Katolik Keuskupan Da Lat Terlalu Indah Dilupakan (6)
Vietnam dalam Tiga Pekan: Katedral Ayam, Jejak Gereja Katolik di Da Lat (5)
Vietnam dalam Tiga Pekan: Jejak Rekam Perancis di Da Lat (4)
Vietnam dalam Tiga Pekan: Cinta 5.000 Dong Gadis Hanoi di Da Lat (3)
Vietnam dalam Tiga Pekan: Bukit Cinta Langbiang di Da Lat (2)
Vietnam dalam Tiga Pekan: Proklamasi Kemerdekaan RI Bermula dari Da Lat (1)