Mat. 15:29-37
Tidak banyak pertimbangan. Tidak banyak pemikiran. Yang muncul spontan, tidak memikirkan untung atau rugi.
Yang ada adalah ketulusan dan keikhlasan. Semuanya mengalir dari kedalaman batin yang menggerakkan jiwa untuk segera berindak tanpa pamrih.
Itulah spiritualitas ‘tergeraklah hatinya oleh belas kasihan.
Yesus dalam bacaan injil hari ini menunjukkan spiritualitas itu. Berbeda sekali dengan sikap para murid. Yang berbicara dalam dirinya adalah pikiran dan pertimbangan. “Bagaimana di tempat sunyi ini kita mendapat roti untuk mengenyangkan orang banyak yang begitu besar jumlahnya?”
Kalau Yesus mengikuti apa yang menjadi pemikiran dan pertimbangan para murid maka mukjizat penggandaan roti tidak akan pernah terjadi.
Saya mempunyai pengalaman yang kongkret. Seorang ibu yang hidup dalam kesederhanaan setiap hari mencari dan mengumpulkan kayu bakar dari ladangnya.
Kayu yang sudah terkumpul itu ia gendong dan disimpan di kebun dekat rumahnya. Kebiasaan itu ia lakukan setiap hari hingga kayu bakarnya menumpuk.
Pada suatu hari, tetangga sebelah rumah ibu tua itu mengadakan hajatan menikahkan anaknya.
Apa yang terjadi? Ibu tua itu menyerahkan dengan cuma-cuma kayu bakar yang telah ia kumpulkan dari hari ke hari untuk memasak bagi keluarga yang sedang punya hajat.
Anaknya mencoba untuk mengingatkan si ibu itu. Anaknya memberikan pertimbangan betapa lelahnya mencari, mengumpulkan dan menggendong kayu bakar dari ladang sampai ke rumah.
Tetapi apa jawaban ibunya? “Wis ora apa apa, tanggane dhewe kae luwih butuh, aku isa golek maneh.” (Sudah, tidak apa apa, tetangga kita itu lebih butuh, saya bisa mencari dan mengumpulkan lagi).
Ibu yang sudah tua itu mempunyai spiritualitas “Tergeraklah hatinya oleh belas kasihan”.
Bagaimana dengan anda? Tuhan memberkati anda sekeluarga.@diopr