Merawat Iman di Tengah Badai Informasi Pandemi Coronavirus

0
976 views
Ilustrasi: Paus Fransiskus berdoa agar pandemi coronavirus berakhir - Vatican News 1

SUKA atau tidak suka, mau atau tidak mau, saya merasa punya tanggungjawab moral sebagai imam untuk berbicara tentang fenomena yang menggempur kita saat ini. Yaitu, berita dan fakta coronavirus (Covid-19) yang saat ini menjadi topik populer di dunia nyata maupun dunia maya.

Corona adalah ranah medis yang berdampak pada ranah instasi mana pun termasuk agama. Beberapa surathimbauan di banyak keuskupan saya baca dan coba ambil maknanya. Seraya mengikuti perkembangan informasi maupun opini yang disampaikan suatu lembaga atau pribadi melalui media online.

Hikmahnya bahwa kehidupan bagi manusia sangat berharga. Penyakit yang menular dan ditetapkan sebagai pandemi oleh WHO ini mendorong kita untuk peduli hidup sehat dan merawat kehidupan dengan segala daya upaya kita. Ini sebuah ajakan untuk mengembangkan budaya kehidupan dan melawan budaya kematian.

Ringkasnya, ini saat bagi kita untuk meningkatkan kualitas iman kita. Ini saatnya bagi kita memperdalam wawasan spiritual kita. Ini saatnya bagi kita berbicara secara pribadi dan hangat dengan Tuhan dalam kesunyiaan suci.

Konsili Vatikan II jauh hari sudah mengajak kita untuk lebih tekun mendengarkan hati nurani yang merupakan sanggar suci yang merupakan ruang bagi kita berbicara secara pribadi dengan Tuhan.

Sebab kepatuhan dan ketidakpatuhan pada hati nurani menjadi bagian hakiki atas pengadilan moral kita di hadapan Tuhan.

Hidup keagamaan kita selama ini mungkin cenderung “ramai-ramai saja” tanpa melibatkan penghayatan iman secara lebih mendalam. Kita jarang berdoa saat sendiri dan sunyi.

Padahal Tuhan pun dapat hadir secara efektif dalam keheningan suci. Di sinilah kita bertanggung jawab merawat iman.

Bukannya kehilangan iman.

Ketakutan tidak pernah boleh mengalahkan iman. Kebijakan yang terkait dengan keadaan lahirian sebuah liturgi bukanlah tanda bahwa keagamaan sedang luntur.

Justru kita diingatkan bahwa keagamaan selain berdimensi sosial, juga berdimensi spiritual personal.

Sehingga apa pun tantangan, orang Kristiani selalu merasakan kehadiran Tuhan yang mengasihi umat manusia baik secara lembaga maupun personal.

Fase semacam ini tidak berlangsung selamanya melainkan situasi sementara hingga badai ini berlalu.

Instruksi menjaga kesehatan dengan menghindari keramaian untuk sementara waktu bukanlah penghilangan tradisi baik semua agama, melainkan sebuah “jeda sementara” agar kehidupan terjaga. Merawat kesehatan tidak boleh ditafsirkan sebagai lawan dari merawat iman.

Merawat kesehatan jasmani sejak dulu dikehendaki Gereja. Sebelum virus Covid-19 ada. Merawat kesehatan harus seiring dengan merawat iman. Sebab, manusia selain memiliki jasmani, juga memiliki rohani.

Gangguan kesehatan tidak boleh menjadi gangguan iman, sebab semua kesehatan kita adalah cara kita sejahtera di dunia sehingga tiba waktunya nanti yaitu maut pasti menjemput semua orang sehingga iman menjadi kekuatan kita memperoleh hidup abadi.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here