Renungan Harian 18 Mei 2020: Picik

0
262 views
Ilustrasi: Picik by ist
  • Bacaan I: Kis. 16:11 – 15
  • Injil: Yoh. 15:26 – 16:4a

PADA saat Didi Kempot meninggal, sontak dunia media sosial penuh dengan berita tentang meninggalnya. Di antara berita duka cita, hal yang menarik adalah unggahan-unggahan di media sosial, berkaitan dengan agama yang dianut penyayi ambyar itu. 

Ada yang menyebut beragama Nasrani, karena ada nama babtisnya disertai foto jenasah yang tidak dikafani; ada pula yang mengatakan Muslim dengan bukti foto jenasah yang sudah dikafani.
 
Unggahan berkaitan dengan agama yang dianut penyanyi fenomenal itu mengalahkan ungkapan duka cita yang seharusnya muncul.
 
Fenomena unggahan berita itu seringkali bersumber dari sikap eksklusifisme agama. Seolah-olah kalau agama seseorang sama dengan agamaku adalah saudara, kawan, dan orang merasa hebat.

Dengan demikian, aku menganggap mereka yang tidak seagama dengan aku adalah lawan, minimal liyan, dan kurang hebat. Sikap-sikap seperti ini memunculkan sikap-sikap fanatik sempit, yang pada waktunya menjadi radikalisme agama.
 
Sabda Tuhan hari ini menegaskan pentingnya sikap inklusif agar jauh dari sikap fanatik sempit yang mengarah pada radikalisme agama. “Kamu akan dikucilkan; bahkan akan datang saatnya bahwa setiap orang yang membunuh kamu akan menyangka bahwa ia berbuat bakti bagi Allah.”

Fanatik sempit yang menjurus pada radikalisme agama, bukan hanya ketika agama lain merusak tempat ibadah agama lain, atau pelarangan orang beragama lain dengan kekerasan, akan tetapi juga ketika orang merasa bahwa agamanya yang paling hebat dan meremehkan agama lain; meski tidak merusak dan melakukan kekerasan.
 
Kesombongan terhadap agama sendiri yang mengarah pada peremehan agama lain, adalah juga bentuk perusakan terhadap komunitas agama sendiri, yang mengatasnamakan bakti pada Allah.
 
Tuhan mengutus kita untuk bersaksi atas pengalamanku bersama dengan Allah. Pengalaman bersama dengan Allah adalah pengalaman kasih kepada semua orang tanpa pengkotak-kotakan.
 
Maka sikap eksklusif akan imanku adalah salah satu bentuk penolakan, dan bahkan pembunuhan terhadap komunitas lain, maupun komunitas sendiri, yang mengatasnamakan bakti pada Allah yang diimaninya.
 
Bagaimana dengan aku? Eksklusif atau inklusif?
 
Iwan Roes RD.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here