Turne ke Stasi Riam Dadap, Keuskupan Ketapang: Menguji Nyali di Sungai Bihak

0
742 views
Sungai Bihak di Ketapang by Romo Sepo CP

STASI Riam Dadap ini ibarat somewhere in the middle of nowhere. Lokasi permukiman penduduk Dayak ini bisa jadi tidak bisa “ditemukan” atau bahkan bisa jadi tidak akan pernah ada di peta bumi.

Untuk mencapai lokasi Stasi Dadap ini juga tidak mudah.

Tidak ada cara lain kecuali harus mau menyusuri aliran Sungai Bihak untuk bisa mencapai Stasi Riam Dadap di kawasan pedalaman hutan Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat.

Stasi Riam Dadap itu sendiri juga sangat jauh dari “pusat kota” bernama Sandai. Bahkan kota Sandai ini pun juga sangat jauh lokasinya dari “pusat kota” lainnya yang lebih besar yakni Kota Ketapang, Ibukota Kabupaten Ketapang.

Perjalanan menuju ke Stasi Riam Dadap melalui aliran Sungai Bihak ini biasanya dimulai dari desa kecil bernama Sandai. Desa kecil di pedalaman wilayah Kabupaten Ketapang ini lokasinya sejauh hampir lima jam perjalanan darat dari “pusat kota” Ketapang.

Pastor Kepala Paroki Sandai, Desember 2016 silam: Romo Sepo CP (Mathias Hariyadi)

Lebih luas dari Provinsi Jateng

Kabupaten Ketapang ini merupakan kota administratif kabupaten dengan cakupan wilayah paling luas dan terbesar di seluruh Provinsi Kalimantan Barat.

Luas wilayah Kabupaten Ketapang ini lebih besar dibanding misalnya Provinsi Jateng atau Jatim.

Maka bisa dibayangkan betapa sungguh luasnya wilayah satu areal Kabupaten Ketapang ini. Sementara areal satu Provinsi Jateng, misalnya, sudah punya puluhan kabupaten.

Romo Sepo CP tengah menyapa umat Stasi Riam Dadap dalam homilinya, di belakang altar tampak Mgr. Pius Riana Prapdi. Ini terjadi saat Misa Natal Desember 2016. (Mathias Hariyadi)

Stasi Riam Dadap hanyalah salah satu stasi di Paroki Sandai yang lokasinya juga jauh dari Ketapang. Paroki Sandai memiliki 11 Stasi di luar “pusat kota” Sandai.

Gereja St. Gabriel Paroki Sandai berjarak tempuh sekitar 5-6 jam perjalanan darat dengan mobil bertenaga  4x4WD yang mampu melintasi kawasan off road.

Berikut ini tautan rekaman videonya yang dibuat oleh Romo Sepo Damianus CP yang saat itu menjadi Pastor Kepala Paroki Sandai, Keuskupan Ketapang, Desember 2016 silam.

Menurut Romo Sepo CP yang merekam kejadian ini, dalam tayangan video ini terlihat dua jenis “kapal” beda tipe. Ada perahu motor dan speedboat.

“Kedua moda transportasi air ini tengah melintasi titik kritis aliran Sungai Bihak yang biasa disebut Riam Raya,” tutur Romo Sepo CP menjawab Sesawi.Net.

“Lokasinya persis di hulu Stasi Batu Lapis, wilayah reksa pastoral Paroki Sandai,” paparnya kemudian.

Namun di atas Stasi Riam Dadap ini –di kawasan hulu Sungai Bihak–masih ada dua stasi lainnya yakni Stasi Sira dan Stasi Kampung Baru.

“Stasi Kampung Baru mernjadi Stasi paling jauh dari Sandai. Butuh waktu perjalanan dengan speedboat –bukan perahu motor– dari Sandai menuju ke sana selama 5-6 perjalanan,” papar imam Passionis ini.

Bulan Desember 2016, penulis ikut perjalanan turne pastoral Bapak Uskup Keuskupan Ketapang Mgr. Pius Riana Prapdi ke kawasan terpencil ini. Hanya sampai di Riam Dadap dan stasi terjauh yang paling dekat –hanya 30 menit naik perahu motor.

Persis di Riam Raya inilah, ketika harus naik perbukitan, Romo Simon Yogatama Pr –imam diosesan yang “tukang insinyur” beneran ini jatuh terperosok ke sungai.

Ia salah menginjak akar pohon yang ternyata tidak kuat menyangga tubuhnya. Alhasil HP-nya dibuat basah kuyup oleh insiden tunggal yang terjadi persis di depan penulis saat mencoba menginjak akar-akar pohon yang berbeda.

Sungai Bihak penuh riam

Menyusuri aliran Sungai Bihak adalah pengalaman eksotis sekaligus sangat menegangkan. Itu karena di sebuah titikaliran Sungai Bihak ini, para penumpangnya harus rela turun dari sampan dulu untuk kemudian naik di ketinggian bukit dan kemudian naik sampan kembali.

Mengapa demikian?

Ini karena sampan mereka harus terlebih dahulu mampu melewati sebuah titik pusaran air dengan riam-riam yang tersebar di sana-sini. Di situ hanya ada satu aliran air yang bisa dilewati oleh sampan.

Ya, kalau musim kering, ya hanya tersedia satu akses aliran air itu saja.

Orang harus punya nyali besar untuk mampu “mengangkat” bodi sampannya agar tetap bisa mengambang di atas permukaan air dan kemudian lalu mendorong bodi sampannya ke depan melawan derasnya aliran sungai.

Juga sembari membiarkan sampan itu dikayuh oleh kekuatan tenaga mesin tunggal, motoris harus tetap mengarahkan laju sampannya agar tidak menabrak batu-batu karang. 

Perjalanan melewati riam dan akses aliran sungai penuh batu-batu karang ini harus di tangan seorang motoris yang sudah ahli. Ini demi  bisa “melompati” dan melintasi arus sungai penuh riam dengan kondisi aliran sangat deras ini,

Sungguh, dalam hal perkara ini, motoris sampan tidak boleh berlaku sembrono setiap kali menyusuri aliran Sungai Bihak. Salah kemudi atau salah perhitungan adalah nyawa risikonya.

Sampan bisa menabrak batu-batu karang dan kemudian “perutnya” bisa sobek. Sampan pun bisa pecah “dihantam” batu karang dan kemudian terhempas terbalik oleh derasnya aliran sungai. Saking tidak kuatnya menahan laju derasnya aliran Sungai Bihak ini.

Inilah tantangan nyata medan pastoral di Paroki Sandai dan salah satunya adalah keberanian mau menyusuri Sungai Bihak menuju Stasi Riam Dadap.

Inilah salah satu tantangan berpastoral di wilayah Keuskupan Ketapang, Kalimantan Barat.

Tidak hanya medan yang menantang. Juga iman dan nyali manusia pun ikut tertantang.

Reksa pastoral Paroki Sandai dilayani oleh para pastor Kongregasi Imam Passionis (CP).

Kredit video: Romo Sepo CP

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here