UMAT Katolik Indonesia kali ini jelas sangat berduka. Romo Lambertus van den Heuvel SJ atau Romo Lambertus Sugiri SJ adalah tokoh penting dan pelopor gerakan Karismatik Indonesia.
Imam Jesuit yang di bulan Desember 2020 akan genap berusia 90 tahun pada hari Kamis pagi (11/6/2020) meninggal dunia pada pkl 06:45 WIB di RS Abdi Waluyo, Jakarta.
Usia sepuh mengantarnya sowan kepada Tuhan. Terakhir, ia menjadi Pastor Rekan di Paroki St. Theresia, Jakarta.
Tokoh penting gerakan karismatik
Dalam sejarah Gereja Katolik Indonesia, Romo Sugiri -begitu ia biasa disapa- dicatat sebagai tokoh pelopor Gerakan Pembaruan Karismatik Katolik (GPKK).
Ini dimulainya secara intensif, tatkala ia menjadi pastor Paroki St. Petrus Paulus, Mangga Besar, Jakarta, mulai 1977-an.
“Waktu itu, saya diminta Mgr. Leo –Uskup KAJ waktu itu—untuk menjadi moderator Gerakan Karismatik. Dan Paroki Mangga Besar adalah pilot project-nya,” demikian ia pernah mengatakan ini pada penulis yang juga mengalami atmosfir yang sama karena berasal dari Paroki Mangga Besar dan aktif menjadi misdinar di gereja sama sejak masa kecilnya.
“Tapi tentu ini disampaikannya secara pribadi alias rahasia, mengingat GPKK waktu itu masih amat baru,” tambahnya.
Adapun Gerakan Pembaruan Karismatik Katolik itu sendiri mulai diminati oleh Romo Sugiri sejak tahun 1970-an, saat ia mengalami krisis iman berhadapan dengan formalisme ibadat dan rasionalisme ajaran Katolik dahulu.
Saat itu, Romo Sugiri merasa diperbarui dan disegarkan imannya setelah ia mengikuti GPKK di Amerika. Maka itu, ia juga mulai bersemangat ketika diberi tugas khusus oleh Uskup untuk mengembangkan hal itu di Jakarta.
Dalam hal ini, gerakan dan kiprah Romo Sugiri SJ sangat didukung juga oleh imam-imam lain seperti Romo Pennock OFMCap, Romo Herman Roborgh SJ (kemudian berkarya di Paroki Mangga Besar era tahun 1980 dan tahun-tahun selanjutnya), dan Romo Yohanes Indrakusuma, O.Carm (dari Malang) yang kemudian menjadi pendiri CSE.
Di Paroki Mangga Besar di wilayah Jakarta Barat inilah, GPKK mulai berkembang, makin lama makin besar dan menjadi gerakan nasional.
Apa yang kemudian menjadi “gaya karismatik” dalam perjalanan waktu lalu diterima cukup luas dan menjadi “biasa” dilakukan dalam misa-misa di kemudian hari. Misalnya, doa bergantian Imam-Umat, gerak dan lagu-lagu pop rohani dan Salam Damai).
Kritik sana-sini
Memang ada kritik.
Antusiasme Romo Sugiri SJ terhadap GPKK amat tinggi, sehingga seluruh dinamika hidup Paroki Mangga Besar seakan-akan kemudian harus “di-karismatik-kan”.
Penulis sendiri mengalami atmosfir dinamika gerakan batin pro-kontra itu; juga masih di Paroki Mangga Besar, ketika saya masih remaja dan menjadi misdinar.
Paroki Mangga Besar sepertinya saat itu memiliki dua pemimpin umat.
- Romo Sugiri SJ sebagai Pastor Kepala yang pro GPKK;
- Romo Fritz van der Schueren SJ, pastor rekannya yang memang tidak antusias sama sekali terhadap GPKK.
Lepas bebas
Tapi Romo Sugiri SJ ternyata terbukti sebagai pribadi lepas-bebas. Setelah dirinya bukan lagi Moderator Nasional GPKK dan kemudian posisi dan tugasnya digantikan oleh Romo G. Koelman SJ mulai tahun 1990-an, beliau praktis tak terlibat banyak di sana.
Waktu itu, Romo Koelman SJ sampai memberi kesaksian sebagai berikut: “Romo Sugiri sungguh tak masuk ingin campur tangan lagi di sini. Ini baik, sebab memberikan keleluasaan pada para penerusnya.”
Tapi semangat belajar dan membarui Romo Sugiri SJ sungguh tak pernah berhenti. Ia lalu mengembangkan dinamika iman baru. Ia memulai KEP, Joy of Discovery, seminar mimpi, dan pelatihan-pelatihan katekis.
Bahkan di usia senjanya, ia masih menyukai sesuatu yg baru: melukis.
Dari kibasan kuas di tangannya kini dihasilkan puluhan lukisan dalam aneka ukuran. Semuanya dibuat di kamar studinya yang mirip studio dan galeri di Pastoran Gereja Santa Theresia di kawasan Menteng, Jakarta Pusat.
Dari semuanya itu, orang punya kesan kuat tentang pribadinya: Romo Sugiri SJ adalah pribadi pembaru yang berorientasi ke depan.
Akar dari ini agaknya muncul dari kemerdekaan batinnya yang diarahkan pada pencarian dan penemuan kehendak Tuhan dalm segala perkara.
Hal ini sejalan dengan arahan spiritual Santo Ignatius de Loyola, pendiri ordo Serikat Jesus yang diikuti oleh Romo Sugiri.
Bunyinya adalah nostra vocatio est diversa loca peragrare (panggilan kita adalah menziarahi aneka tempat – untuk menemukan Tuhan di mana-mana).
Tuhan itulah kini pelabuhan abadi yang telah dicapai Romo Sugiri dalam peziarahan selama ini.
Romo Sugiri, terima kasih atas karya Romo Gereja Katolik ndonesia. Kini, beristirahatlah dalam Damai Tuhan.