Jalan Sempit

0
202 views
Ilustrasi: Jalan sempit (Sr. Ludovika OSA)

Selasa, 23 Juni 2020

2Raj 19:9b-11,14-21,31-35a,36; Mat 7:6,12-14

ADA satu yang khas dari Kerajaan Israel di antara bangsa-bangsa zaman itu adalah kepercayaan mereka akan Allah yang sungguh mengasihi mereka. Allah yang sudah menjadi bagian dari sejarah hidup.

Kasih Allah dipahami sebagai kasih yang cemburu. Kasih Allah kemudian menjadi pedoman dalam hidup berbangsa dan berbudaya. Ketika dikepung Asyur, Raja Hizkia menyerahkan nasib Israel kepada Tuhan.

Di tengah situasi sulit, Hizkia lebih memilih berpasrah kepada Tuhan. Iman akan bantuan dan pertolongan Allah di saat sulit, menyelamatkan Israel sebagai sebuah bangsa.

Tuhan Yesus menegaskan bahwa bila kita mau memasuki kehidupan yang sempurna, maka setiap kita perlu bersedia berkembang bersama orang lain. Apa yang diinginkan dari yang lain, mesti juga menjadi pedoman untuk mengembangkan diri. Jalan menuju kesempurnaan itu jalan sempit.

Jalan sempit itu bisa ditempuh. Yesus sudah menunjukkan hal ini dengan wafat di Salib. Kendati sarana terbatas, perjuangan keras, keselamatan Allah bisa kita temukan di dalam jalan sempit yang kita lalui.

Jalan salib adalah jalan sempit menuju keselamatan.

Ada tiga sikap religius ditawarkan untuk bisa menempuh jalan sempit dalam dan bersama Yesus.

Pertama, menghormati kekudusan yang bernilai. Mencampakkan kekudusan adalah sikap kekafiran.

Kedua, memperhatikan kaidah agung, “yang kamu kehendaki dari orang lain, lakukanlah itu sendiri bagi orang lain.”

Ketiga, berusahalah dengan sekuat tenaga. Hasil bukanlah yang utama, karena usaha dan perjuangan itu sendiri ada nilainya.

Mampukah kita melalui jalan sempit ini?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here