Yoh 11:19-27
PENGALAMAN misi pertama terjadi, ketika saya ditugaskan ke Apau Kayan. Ini paroki terisolir di pedalaman Kaltara. Saya ke sana menggunakan transportasi pesawat.
Saat itu, saya berceletuk, hebat betul transportasi ke paroki ini.
Saat keberangkatan tersebut, saya benar-benar merasa bangga karena naik pesawat. Apalagi pesawat yang saya tumpangi melewati rute penerbangan di atas perbukitan yang menyajikan pemandangan alam yang indah.
Benar-benar indah mempesona.
Namun, rasa bahagia dan bangga tadi semua tenggelam ketika mendarat di daerah misi Apau Kayan. Signal komunikasi HP hilang dan medan jalan penuh dengan lumpur. Kondisi gereja paroki juga memperhatinkan.
Pada saat saya keluar untuk survei harga barang di kios-kios di kampung itu, harganya minta ampun. Lebih mirisnya lagi, paroki tidak punya saldo sama sekali.
Begitu malam tiba, saya duduk termenung di pastoran dengan hanya cahaya lilin. Lampu tidak bisa menyala karena kelangkaan BBM.
Demi penghematan, mau tidak mau lilin pun dimatikan. Serasa seperti tinggal di liang kubur.
Dan saya merasa berada dalam kegelapan seperti orang hidup yang mengalami kematian sebelum ajal menjemput. Ini baru soal penerangan. Belum lagi soal medan karya, SDM dan lain-lain.
Baru dua malam menginap di pastoran dan di hari ketiga para sesepuh kampung datang menceritakan kondisi ekonomi mereka dan kondisi pembangunan gereja mereka.
Malam itu, mereka memotong ayam untuk dimasak dan saya pun diundang makan bersama. Semua makanan yang enak mereka sajikan untuk saya.
Setelah, makan selesai…. cerita berakhir begini.
“Pastor kami serahkan semua pembangunan gereja kami ini kepada pastor. Kami nggak bisa bangun gereja karena kami tidak mempunyai uang. Hidup kami di sini susah”.
Buset…Umat ini mengira saya konglomerat. Padahal hidup saya ini tinggal di bawah kolong sambil meratap. Hebat dan pandai juga taktik umat Allah ini.
Habis diberi makan enak, pastornya “dibantai” di tempat.
Dalam suasana kebingungan itu, saya tidak bisa tidur. Saya stres. Tidak tahu harus memulainya dari mana. Saya teringat nasehat ayah saya yang berkata begini.
“Kalau kamu bingung, duduklah, diamlah dan berdoalah. Dari sanalah kamu akan bisa mendapat jawaban. Jangan membawa masalahmu dan mencari jawaban di tempat yang lain. Tuhan Allah mempunyai jawaban atas masalahmu.”
Nasehat bertuah ini benar. Karya untuk Allah tidak bisa saya lakukan tanpa menghidupi spritualitas “duduk, diam dan doa”.
Dan, puji Tuhan, ketika saya mulai menghidupi nasehat ini, saya menjadi tenang dan bisa menerima semua keadaan sulit di medan karya dengan mengandalkan kekuatan Allah.
Pembangunan gereja dan pemberdayaan ekonomi umat mulai berjalan pelan-pelan. Ketakutan dan kebingungan telah tersingkir oleh kekuatan Allah. Terlalu naif dan sombong memang, kalau saya selalu mengandalkan kekuatan manusia.
Dari secuil pengalaman saya ini, barangkali bisa membantu kita untuk bisa menangkap pengalaman Maria dan Marta pasca kematian saudara mereka Lazarus. Keduanya benar-benar sedih dan bingung karena kehilangan orang yang mereka cintai.
Sikap kedua perempuan ini, menampilkan dua hal yang berbeda. Sikap Maria ketika saudaranya mati, dia memilih “duduk, diam, dan mungkin juga berdoa di rumah”.
Di sini, Maria adalah sosok wanita kontemplatif. Dia tidak mau sibuk dengan banyak hal (bdk. Luk 10:38-42). Dia menerima kematian saudaranya dalam iman.
Sedangkan sikap Marta menanggapi kematian saudaranya dengan kepanikan, kebingungan dan putus asa. Dia tidak bisa berdiam diri atau tidak bisa tenang.
Pikirannya selalu aktif dan sibuk.
Kata-katanya, “Tuhan, sekirarnya Engkau ada di sini, pastilah saudaraku tidak mati”.
Ini nada bahasa orang panik bingung. Dia selalu berpikir bahwa kekuatan Tuhan cuma bisa terjadi dalam dunia hidupnya dia. Padahal iman akan Tuhan Allah bisa juga dialami dalam dunia tanpa melihat Dia (dunia batin). “Berbahagilah orang yang tidak melihat, namun percaya”.
Demikianlah kata Tuhan Yesus (bdk. Yoh. 20-29).
Di dunia kita saat ini, gaya dan sikap hidup seperti Marta ini, sangat banyak.
Namun, terlepas dari penyajian sikap mereka yang berbeda itu, kita melihat bahwa persoalan hidup mereka hanya bisa terjawab melalui iman mereka akan Tuhan Yesus. Mereka mempunyai masalah, tetapi Tuhan Yesus mempunyai solusi. Dan di situ iman sangat berperan penting.
Renungan: “Kalau anda memiliki masalah, tetapi mencari solusi ke lain tempat dan bukan ke Tuhan Yesus, berarti anda tidak hanya menambah masalah tetapi memperpanjang dan memperberat masalah”
Tuhan memberkati.