Pesta St. Bartolomeus Rasul
Bacaan I: Why. 21: 9b-14
Injil: Yoh. 1: 45-51
ADA ungkapan dalam bahasa Jawa “luwih gampang ndidhik wong bener dadi pinter tinimbangane ndidhik wong pinter dadi bener”. (lebih mudah mendidik orang benar menjadi pandai dari pada mendidik orang pandai menjadi benar).
Dari ungkapan diatas menjelaskan bahwa dalam kata “bener” termaktup arti jujur, terbuka, rendah hati. Maka “wong bener” (orang benar) berarti orang yang jujur, terbuka, rendah hati. Oleh karena itu dalam diri “wong bener” akan mudah dididik karena tidak ada resistensi.
Berbeda dengan “wong pinter” (orang pandai), sering kali mereka sudah mempunyai pemikiran sendiri yang diyakininya sehingga dengan demikian mudah resisten dengan hal-hal baru. Resistensi inilah yang menjadikan sulit untuk berkembang.
Kiranya apa yang dikatakan Yesus kepada Natanael sejauh diwartakan Yohanes menunjuk sikap jujur dan keterbukaan seorang Natanael: “Lihat, inilah seorang Israel sejati, tidak ada kepalsuan di dalamnya.”
Natanael tidak resisten, sehingga mudah untuk melihat dan mengalami hal yang baru. Maka ketika melihat Yesus, Dia bisa mengungkapkan imannya.
Hidup beriman membutuhkan keterbukaan dan kejujuran diri agar aku mampu mengolah pengalamanku sehari-hari.
Mampu menangkap hal-hal baru dalam peziarahan hidupku yang nampaknya rutin dan membosankan. Dari situ menemukan banyak pengalaman berahmat yang pantas aku syukuri walau lewat pengalaman yang mungkin tidak mengenakan.
Oleh karena itu pertanyaan besar bagiku, apa yang menjadikan aku resisten untuk melihat sesuatu yang baru dalam peziarahan hidupku.