Kamis, 3 September 2020
PW St. Gregorius Agung
Bacaan Injil: Luk 5: 1-11
“Tuhan, pergilah dari padaku, karena aku ini seorang berdosa” (Luk 5:8)
Saudari/a ku ytk.,
KALAU mencermati dinamika hidup menggereja di tengah umat, ada sesuatu yang menarik. Ketika periode pelayanan prodiakon dan pengurus lingkungan atau dewan paroki sudah berlangsung satu atau dua tahun, begitu mudah sebagian umat berkomentar agak ‘miring’ atau mudah menyalahkan.
Prodiakonnya kurang inilah, kurang itulah. Pengurusnya kurang inilah, kurang itulah. Komentarnya kadang pedas dan (maaf) ‘nyacatnya’ itu kadang tak kristiani. Bahkan sampai memecah belah umat dan dewan paroki. Menjadi kelompok oplosan…ehhh keliru ding… oposan (golongan oposisi)…hehehe…
Berbeda suasananya ketika proses pemilihan prodiakon dan pengurus lingkungan-dewan paroki. Apa yang terjadi? Mereka yang biasanya kritis tidak muncul alias “sembunyi”. Tak sedikit pula umat menghindar dipilih dengan aneka alasan: merasa tidak pantas, sibuk, tidak ada waktu, belum bisa memberi contoh, masih banyak dosa, dan sederet litani menghindar yang lainnya.
Orang tiba-tiba memilih menjadi sosok ‘jaya endha’, ‘sastra gedeg’, atau ‘prawira muntir’. Alias menghindar dan menolak jika dicalonkan menjadi prodiakon atau pengurus. Apakah hal ini baik dan sehat? Silakan dijawab sendiri yaaa…hehehe…
Bacaan Injil pada peringatan wajib Santo Gregorius Agung (540-604), Paus dan Pujangga Gereja hari ini, mengisahkan bagaimana Tuhan Yesus memanggil dan melibatkan orang-orang yang biasa dan sederhana untuk membantu karya pelayanan-Nya. Mereka adalah para nelayan di daerah pantai danau Genesaret-Galilea. Mereka merasa tidak pantas untuk tugas yang mulia itu.
Yang menarik adalah sikap Simon Petrus. Ketika Simon Petrus melihat banyaknya ikan yang ditangkap, ia pun tersungkur di depan Yesus dan berkata: “Tuhan, pergilah dari padaku, karena aku ini seorang berdosa.” Di sana ada kerendahan hati atau pengakuan diri sebagai orang yang tak berdaya, tak pantas, orang yang berdosa, dan orang yang lemah.
Tetapi jika Tuhan menghendaki, tak ada yang mustahil. Petrus dibentuk dan diubah Tuhan. Dari penjala ikan ia dan teman-temannya dipanggil dan diutus untuk menjadi penjala manusia. Kerapuhan dan kelemahan manusiawi dipersembahkan pada Tuhan. Tuhan pasti menyempurnakannya dalam perjalanan waktu.
Pelayanan dilaksanakan tidak hanya mengandalkan kekuatan sendiri, tetapi selalu membuka diri akan campur tangan rahmat Allah. Dan Tuhan Yesus menegaskan, “Jangan takut!” Singkatnya, perlu ada kerja sama antara manusia dengan Allah.
Kepercayaan mengandalkan rahmat Tuhan itu pula yang dihayati oleh Santo Gregorius Agung. Selama 14 tahun ia memimpin Gereja dalam situasi yang tidak mudah. Meskipun ia selalu sakit, Gregorius merupakan salah seorang paus terbesar Gereja. Dia paus ke-64.
Ia menulis banyak buku dan dikenal sebagai pengkhotbah yang ulung. Ia mencurahkan perhatiannya kepada segenap umat manusia. Ia menggubah, mengumpulkan dan membukukan lagu-lagu Liturgi hingga sampai saat ini nyanyian liturgi tersebut masih tetap diasosiasikan dengan dirinya (Lagu-lagu Gregorian).
Dia menganggap dirinya sebagai abdi semua orang. Dia adalah paus pertama yang menggunakan gelar “hamba dari para hamba Tuhan” (Servus servorum Dei). Semua paus sesudahnya menggunakan gelar ini.
Dia memberikan perhatian serta cinta kasih istimewa kepada orang-orang miskin serta orang-orang asing. Setiap hari ia biasa menjamu mereka dengan makanan yang enak. Paus Gregorius juga amat peka terhadap penderitaan orang banyak yang disebabkan oleh ketidakadilan.
Pertanyaan refleksinya, Selama ini Anda lebih banyak menjadi bagian solusi ataukah provokator masalah dalam hidup bersama dan menggereja? Bersediakah Anda –dalam kerapuhan dan keterbatasan– dilibatkan Tuhan dalam karya pelayanan-Nya saat ini?
Berkah Dalem dan Salam Teplok dari Bumi Mertoyudan.# Y. Gunawan, Pr
Kredit foto: Ilustrasi (Ist)