Renungan Harian 20 September 2020: Metanoia

0
832 views
Ilustrasi -- Pertobatan (Ist)


Hari Minggu Biasa XXV
Bacaan I: Yes. 55: 6-9
Bacaan II: Flp. 1: 20c-24. 27a
Injil: Mat. 20: 1-16a
 
BAPAK itu setiap hari ikut misa harian. Belum tua benar menurut saya, masih kelihatan gagah, sporti. Hanya karena rambutnya yang memutih, sehingga kelihatan bahwa beliau sudah tua. Setiap kali ikut perayaan ekaristi selalu kelihatan berurai air mata.
 
Hal yang menarik perhatian saya adalah, setiap kali habis misa pagi selalu meminta pengakuan dosa. Saya menyarankan agar bapak itu tidak mengaku dosa setiap hari, tetapi cukuplah sebulan sekali.

Tetapi beliau selalu datang meminta pengakuan. Dan setiap beliau meminta pengakuan tidak mungkin saya menolaknya.
 
Dengan mempertimbangkan untuk kemajuan hidup rohaninya, saya bertanya apakah beliau mau bicara dengan saya di luar kamar pengakuan.

Dan beliau menyetujui. Kami pun membuat kesepakatan hari dan waktu untuk bertemu.
 
Pada hari dan waktu yang telah disepakati, kami bertemu untuk ngobrol. Saat perjumpaan itu, hal pertama yang saya tanyakan: “Bapak, kenapa bapak mengaku dosa setiap hari?”

Beliau terdiam sejenak lalu menjawab: “Romo,saya takut mati dan masuk neraka, karena saya banyak dosa.”

“Bapak, apakah bapak bisa bercerita kenapa menjadi takut?,” tanya saya.
 
“Romo, saya orang yang banyak berbuat dosa sejak masa muda saya. Saya banyak berbuat dosa pada orangtua, isteri, anak-anak, dan orang-orang di sekitar saya.”

“Saya sudah mengaku dosa ke banyak pastor, tetapi kemudian mereka menolak untuk memberi pengakuan ke saya karena saya setiap hari mengaku dosa.”

“Romo, saran dan nasehat para romo sudah saya jalani. Saya sudah meninggalkan dunia gelap saya. Sekarang saya banyak ikut persekutuan doa, dan doa di rumah yang selama sekian puluh tahun tidak pernah saya lakukan.”
 
“Saya sudah mengakui semua kebejatan saya di hadapan orangtua, isteri dan anak-anak saya. Dan puji Tuhan mereka semua mengampuni saya,” tutur bapak itu.

“Kalau demikian apa yang membuat bapak risau?,” tanya saya.
 
“Romo, saya sering melihat video cerita tentang orang-orang yang mati suri. Cerita tentang neraka dan hukumannya. Saya takut romo. Saya sekarang ini sulit tidur, karena takut kalau tidur lalu saya mati. Saya takut kalau mati masuk neraka dan dihukum.”
 
“Saya sudah lebih dari tiga tahun ini berjuang untuk menjauhi kejahatan. Hal-hal yang masa lalu saya lakukan sebagai kesenangan sudah tidak saya lakukan lagi. Hidup saya isi dengan doa. Tetapi tetap tidak bisa menghilangkan rasa takut saya, bahkan semakin hari semakin takut mati. Saya takut hukuman dari Tuhan.”

Bapak itu mengakhiri ceritanya.
 
Bertobat tidak berarti hanya tidak melakukan kesalahan atau kelemahan yang sama lagi akan tetapi berani membongkar cara pandang lama, menjadi cara pandang baru.

Cara pandang lama bertobat agar lolos atau bebas dari hukuman, menjadi cara pandang baru bertobat agar aku semakin menikmati kasih Allah.

Dari ketakutan akan hukuman menjadi menikmati dan mensyukuri kasih Allah.
 
Setiap malam dalam doa malam, kita diajak untuk memeriksa batin. Kita sering kali terjebak untuk membuat litani dosa. Bukan melihat tawaran kasih Allah sepanjang hari.

Setiap kali ekaristi, kita diajak untuk mengakui dan menyesali segala kelemahan dan dosa, tapi kita sering kali terjebak untuk membuat litani dosa, yang berakibat fokus pada hukuman, bukan pada pengakuan atas kelemahan dan dosa. Karenanya kita melewatkan begitu banyak tawaran kasih Allah.
 
Betapa dalam hidupku seringkali terjebak dengan dosa dan hukuman; Allah yang siap menghukum melemparkan aku ke dalam neraka.

Aku lupa betapa Allah penuh kasih dan penyayang. Aku terbebani oleh dosa dan ketakutan akan hukuman.
 
Sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan St. Matius menyadarkan akan belas kasih dan keadilan Allah. Allah bukan Allah yang menghukum tetapi Allah yang menyelamatkan; bukan Allah yang membinasakan tetapi Allah yang menghidupkan.
 
Adakah keberanian dalam diriku untuk membongkar cara pandangku?
 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here