Perusahaan Tanzania Lirik ATMI yang Kembangkan Pengolahan Biji Jarak Jadi Minyak

0
3,389 views

Kakute Ltd, perusahaan asal Tanzania, berminat mengembangkan teknologi pengolahan biji jarak menjadi minyak sebagai energi alternatif terbarukan dan juga sumber protein alternatif pakan ternak serta pupuk dari Akademi Teknik Mesin Indonesia (ATMI) di Cikarang, Bekasi.

Managing Director Kakute Ltd, Livinus Manyanga, Selasa menjelaskan, selama ini biji jarak di Tanzania hanya dipergunakan untuk industri skala kecil seperti pembuatan sabun kecantikan.

“Kami menanam ini awalnya hanya untuk industri kecil seperti pembuatan sabun dan obat-obatan luka, namun ketika krisis minyak terjadi pada 2003, mendadak permintaan terhadap tanaman jarak meningkat pesat,” ujar dia.

Tanzania sendiri selama ini mampu mengembangkan tanaman jarak yang berproduksi 10 kilogram biji untuk satu pohon per tahun, namun mereka belum menguasai teknologi menjadikan tanaman ini sebagai bahan bakar.

“Saya berkunjung ke ATMI untuk mempelajari proses biji jarak menjadi BBM mengingat di Tanzania tanaman ini sangat banyak. Apalagi ATMI memiliki teknologi yang mampu menggerakan mesin dengan menggunakan minyak jarak murni,” ujar dia.

Manyanga mengatakan, Tanzania sendiri saat ini menyiapkan 800 ribu hektare untuk ditanami tanaman jarak. Sementara, dari yang sudah ditanam oleh Kakute bisa menghasilkan 1.000 ton per tahun, tapi itu pun ternyata belum memenuhi skala ekonomi.

Ketertarikan Kakute tersebut mendapat sambutan positif dari Ketua Yayasan Karya Bakti Surakarta Romo BB Triatmoko SJ.

“Kami bekerja sama dengan  PT Bumi Eka Persada untuk mengembangkan minyak jarak agar bisa diterapkan secara ekonomis.Tentunya teknologi ini bisa diterapkan secara massif,” kata Triatmoko.

Energi biogas 
Triatmoko mengatakan, selain dapat dimanfaatkan untuk bahan bakar, produk turunan biji jarak juga dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Ampas dari pengolahan minyak jarak dapat digunakan untuk energi bio gas dan kini juga tengah diaplikasikan untuk pupuk dan pakan ikan lele.

Selama ini, kata Triatmoko, publik sering mendengarkan informasi-informasi yang tidak benar tentang pohon jarak.

Informasi yang beredar menyatakan seolah-olah pohon jarak ini adalah solusi dari langit untuk pengganti bahan bakar yang makin mahal, bahwa pohon jarak ini bisa tumbuh di mana saja dengan mudah dan sebagainya.

“Setelah bertahun-tahun mengadakan riset dan pengembangan, kesimpulan kami adalah seharusnya pendekatannya harus dari bawah ke atas, yakni dengan mempromosikan pohon jarak sebagai pohon produktif yang bisa menggantikan sumber protein tinggi untuk pakan ternak, yakni sekitar 14 persen protein atau sebagai bahan pembuat sabun herbal berkhasiat karena mengandung antibiotik alamiah,” katanya.

Itulah yang seharusnya disampaikan kepada publik tentang pohon jarak ini.

“Kalau hanya untuk bahan bakar saja tidak akan ekonomis karena produksi biji jarak sendiri masih sangat terbatas, saat ini tengah dikaji apa saja produk turunan yang dapat dipergunakan masyarakat,” ujar dia.

Triatmoko mengatakan, membutuhkan volume yang besar untuk membuat biji jarak dapat bernilai ekonomis sebagai bahan bakar mengingat hanya 30 persen saja dalam satu kilogram biji jarak yang dapat dimanfaatkan, sedangkan sisanya merupakan ampas.

Hal tersebut juga dibenarkan Roy Indroko dari PT Bumi Mas Eka Persada.

Dia mengatakan, telah berhasil mengembangkan dari biji jarak selain bahan bakar, juga gas, serta saat ini masih terus disempurnakan sebagai pakan lele dan pupuk bagi tanaman.

“Kami juga telah mengembangkan pemanfaatan minyak jarak sebagai bahan dasar berbagai produk diantaranya sabun,” ujar dia.

Bahkan di tempat workshop PT Bumi Eka Persada yang berlokasi di Cikarang, minyak jarak yang dihasilkan telah digunakan untuk menggerakan pembangkit mini, mesin pengolah biji jarak, serta ampasnya dibuat bio gas untuk keperluan masak pekerja.

Triatmoko mengatakan, suplai biji jarak saat ini masih memanfaatkan perkebunan milik kawasan industri Cikarang dan pekarangan penduduk sehingga memang masih terkendala dalam aspek  volume.

Dia mengatakan, apabila pengembangan biji jarak beserta turunannya berhasil, ini akan menjadi solusi bagi pemerintah dalam rangka mencari energi alternatif pengganti minyak bumi.

Tanaman yang memiliki nama latin “jatrova curca” ini memang sejak lama dikembangkan pemerintah sebagai bahan bakar pengganti minyak bumi, namun tidak pernah mencapai skala ekonomi.

“Sebagai gambaran budi daya tanaman jarak dengan luas satu hektare hanya akan menghasilkan 500 liter bahan bakar setara solar, sehingga kalaupun dipaksakan harganya masih berkisar 1,3 dolar AS masih lebih murah solar,” ujar dia.

Triatmoko mengatakan, telah menerima beberapa tamu asing yang ingin mempelajari pengembangan minyak jarak baik untuk bertukar informasi atau ingin mempelajari dan membawa teknologi tersebut ke negaranya. Salah satunya seperti kunjungan petinggi Kakute Ltd.

Lebih jauh Triatmoko mengatakan pengembangan teknologi pemanfaatan biji jarak dilakukan di Kampus ATMI yang menerapkan disiplin tinggi kepada mahasiswanya.

Kebijakan ATMI, ujarnya, mengharuskan lulusannya mampu menghasilkan sesuatu yang nantinya dapat diterapkan dan bermanfaat bagi banyak orang.

Direktur Produksi ATMI, Henri Paul mengatakan, pelajaran yang diberikan di ATMI sebanyak 70 persen praktik, serta hanya 30 persen teori (belajar di kelas) dengan lama belajar sekitar 40 jam per minggu.

“Para siswa langsung terjun dalam proses produksi yang produknya dapat dijual sebagai subsidi biaya kuliah,” ujar dia.

Dengan demikian biaya kuliah di ATMI sangat ringan, bahkan jauh lebih ringan dibandingkan di perguruan tinggi negeri. Namun, seleksi untuk masuk juga ketat dan setidaknya setiap semester sebanyak 10 persen siswanya “drop out” karena gagal.

“Kami memang menerapkan sistem seleksi yang sangat ketat, sehingga hampir semua lulusan ATMI telah dipesan di berbagai industri di Indonesia,” ujar dia.

Henri mengatakan awalnya di ATMI terdapat jurusan mesin dan mekanik, namun saat ini dibuat satu jurusan lagi yakni mekatronik untuk memenuhi kebutuhan pasar.

Produk ATMI sendiri telah banyak dipesan oleh perusahaan luar negeri seperti Energy Power Green House (EPG) atau rumah tanaman(green house) yang dirancang mampu menghasilkan listrik sekaligus mampu menghasilkan air panas.

Henri mengatakan, rumah tanaman ini mampu membuat produktivitas tanaman melonjak sepuluh kali lipat dibanding rumah tanaman biasa.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here