Renungan Harian 11 Oktober 2020: Niat

0
713 views
Ilustrasi - Memberi paparan. (Ist)


Hari Minggu Biasa XXVIII
Bacaan I: Yes. 25: 6-10a
Bacaan II: Flp. 4: 12-14.19-20
Injil: Mat. 22: 1-14
 
BEBERAPA waktu yang lalu saya diminta memberi rekoleksi guru-guru sebuah sekolah katolik. Rekoleksi direncanakan dimulai pukul 08.00-13.00 WIB, ditutup dengan makan siang.

Pada hari yang ditentukan, pukul 07.30 saya sudah siap di tempat rekoleksi dan saya terkejut; karena tempat itu masih kosong belum ada satu orang peserta pun.

Pukul 08.00 saat akan dimulai baru separo peserta yang hadir, maka atas permintaan kepala sekolah kami semua menunggu 10 menit. Setelah kami menunggu 10 menit kami mulai dan itu pun yang ditunggu belum muncul.
 
Saat rekoleksi dimulai, ada seorang guru yang minta izin, untuk ikut rekoleksi sampai jam 10 karena ada kegiatan lain.

Maka saya bertanya pada peserta: “Bapak, ibu, maaf apakah ada di antara bapak, ibu yang tidak bisa ikut sampai selesai karena ada kepentingan lain?”

Ada dua orang guru yang meminta ijin untuk tidak ikut sampai selesai.

Saya menanggapi permintaan mereka: “Bapak, ibu yang tidak bisa ikut sampai selesai, saya persilahkan meninggalkan tempat sekarang saja. Rekoleksi itu sebuah proses dari awal hingga akhir nanti, kalau bapak ibu meninggalkan acara di tengah-tengah akan mengganggu.”

Maka akhirnya tiga orang guru meninggal tempat.
 
Kami memulai rekoleksi dengan guru-guru yang masih ada. Dalam proses rekoleksi, saya menemukan ada satu orang guru yang selalu mengganggu peserta lain dengan kejailan-kejailan yang tidak perlu.

Beberapa kali saya mengingatkan guru tersebut, tetapi tetap saja tidak berubah. Karena sungguh-sungguh mengganggu maka saya meminta guru itu untuk tidak ikut dan saya persilahkan pulang.
 
Guru itu tersinggung dengan permintaan saya dan dengan agak marah berkata: “Pastor, kami tidak butuh dengan rekoleksi ini. Sudah berkali-kali, bahkan setiap tahun kami ada retret dan rekoleksi, tetapi gak ada hasilnya apa-apa. Ada kursus, ada apa pun gak berguna untuk kami. Lebih baik kami diajak rekreasi lebih menyenangkan dan lebih berguna. Atau uangnya dibagikan saja ke kami lebih bermanfaat.”
 
“Bapak, ibu yang terkasih, apakah semua merasa seperti beliau atau hanya beliau sendiri yang merasa? Rekoleksi, retret atau pun kursus-kursus itu hanya menawarkan bahan-bahan untuk mengolah diri dan mengembangkan diri. Semua bergantung pada diri masing-masing; apakah aku membuka diri dan siap sedia untuk mengolah dan mengembangkan diri. Artinya kalau saya sudah sejak awal bersikap menutup diri, dengan mengatakan: “Ah semua sama saja dan tidak ada artinya,” maka yang terjadi ya tidak ada artinya. Saya ikut kegiatan itu sekedar memenuhi aturan dan tidak bersungguh-sungguh. Retret, rekoleksi maupun kursus-kursus hasilnya tergantung pada diriku sendiri,” jawab saya.
 
Dalam peziarahan hidupku Allah memberikan banyak tawaran-tawaran rahmat agar dari waktu ke waktu aku semakin dekat dengan-Nya.

Apakah rahmat-rahmat itu berdaya guna bagi peziarahan hidupku atau tidak tergantung sikapku terhadap rahmat itu.

Sebagaimana sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan Matius: “Hai saudara, bagaimana saudara masuk ke mari tanpa mengenakan pakaian pesta?”
 
Bagaimana dengan diriku bersikap terhadap tawaran-tawaran rahmat? Andai dalam pezirahan hidupku aku selalu membangun sikap hati yang berkobar dan jiwa yang rela berkorban, kiranya rahmat melimpah selalu aku nikmati.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here