Lectio Divina 29.11.2020: Hati-hatilah dan Berjaga-jagalah

0
575 views
Ilustras: Hati-hatilah dan berjaga-jagalah by 4 catholic educators

HARI MINGGU ADVEN I (U)

  • Mzm. 80:2ac,3b,15-16,18-19
  • 1Kor. 1:3-9
  • Mrk. 13:33-37

Lectio

33 “Hati-hatilah dan berjaga-jagalah! Sebab kamu tidak tahu bilamanakah waktunya tiba. 34  Dan halnya sama seperti seorang yang bepergian, yang meninggalkan rumahnya dan menyerahkan tanggung jawab kepada hamba-hambanya, masing-masing dengan tugasnya, dan memerintahkan penunggu pintu supaya berjaga-jaga.

35 Karena itu berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu bilamanakah tuan rumah itu pulang, menjelang malam, atau tengah malam, atau larut malam, atau pagi-pagi buta, 36  supaya kalau ia tiba-tiba datang jangan kamu didapatinya sedang tidur. 37 Apa yang Kukatakan kepada kamu, Kukatakan kepada semua orang: berjaga-jagalah!”

Meditatio-Exegese

Ya TUHAN, Engkau sendiri Bapa kami; nama-Mu ialah “Penebus kami” sejak dahulu kala

Putus harapan, frustrasi, kekecewaan dan kejengkelan melingkupi hati orang-orang yang kembali dari pembuangan Babel. Mereka pulang ke tanah air setelah Allah membangkitkan Koresh, 600 atau 576-530 sebelum Masehi. 

Penulis suci menyingkapkan perasaan yang menyayat jiwa dalam doa ratapan panjang dalam Kitab Nabi Yesaya 63:7-64:12. Kepulangan tidak membuka harapan, tetapi seperti awan hitam yang menutup cakrawala dan langit harapan.

Hati pedih karena perpecahan jemaat dan hidup di Yerusalem hanya menghasilkan kesengsaraan. Tetapi, terlebih, “Bait kami yang kudus dan agung, tempat nenek moyang kami memuji-muji Engkau, sudah menjadi umpan api, maka milik kami yang paling indah sudah menjadi reruntuhan.” (Yes. 64:11)

Doa ratapan dimulai dengan mengingat, “perbuatan kasih setia TUHAN” (Yes. 63:7). Nabi menyampaikan bahwa semua perbuatan baik itu yang dianugerahkan dan “dilakukan-Nya kepada kaum Israel” (Yes. 63:7) dan “Dialah yang menebus mereka dalam kasih-Nya dan belas kasihan-Nya.”  (Yes. 63:9).

Selanjutnya, nabi menyebutkan pemberontakan kaum itu dan mendukakan Roh Kudus-Nya. Pemberontakan itu membuat Allah menjadi “musuh mereka” (Yes. 63:10).

Nada sendu karena pemberontakan berubah menjadi syukur. Dengan kalimat tanya, nabi mengenangkan karya-Nya yang agung di masa lampau dan selalu mendampingi umat dengan kehadiran Roh Kudus-Nya, “Di manakah Dia yang membawa mereka naik dari laut?

Di manakah Dia yang menaruh Roh Kudus-Nya dalam hati mereka?” (Yes. 63:11b). Ucapan syukur berpuncak ketika nabi memuji Allah, “Demikianlah Engkau memimpin umat-Mu untuk membuat nama yang agung bagi-Mu.” (Yes. 63:14).

Keagungan Allah diingat nabi melalui tindakan-Nya yang seperti seorang bapa dan penebus. Seorang penebus adalah anggota keluarga yang sangat dekat dan melunasi hutang anggota keluarga (Im. 25:23; Rut 4:1-6; Yer. 32:6-9). 

Allah diimani sebagai anggota keluarga dekat yang membebaskan mereka dari perbudakan (Yes. 63:7-14).

Mereka dibebaskan bukan karena jasa mereka. Tetapi karena kasih dan kesetiaan Allah pada mereka, seperti terungkap dalam kata Ibrani hesed.

Nabi menulis, “Aku hendak menyebut-nyebut perbuatan kasih setia TUHAN, perbuatan TUHAN yang masyhur, sesuai dengan segala yang dilakukan TUHAN kepada kita, dan kebajikan yang besar kepada kaum Israel yang dilakukan-Nya kepada mereka sesuai dengan kasih sayang-Nya dan sesuai dengan kasih setia-Nya yang besar.” (Yes. 63:7).

Allah selalu penuh kasih setia. Tetapi, nabi merekam apa yang bergejolak dalam batin mereka. Melalui kalimat tanya retoris, “Ya TUHAN, mengapa Engkau biarkan kami sesat dari jalan-Mu, dan mengapa Engkau tegarkan hati kami, sehingga tidak takut kepada-Mu?” (Yes 63:17), nabi menyingkapkan tiap anggota umat-Nya memalingkan diri dari-Nya dan memberontak melawan-Nya (Yes. 1:3-4). Mereka menjadikan diri bangsa yang najis bibir (Yes. 6:5).

Ketika meninggalkan Allah, manusia membiarkan dirinya sendiri dikuasai setan dan kejahatan. Allah tidak bisa mencegah tindakan bodoh yang dilakukan dengan penuh kesadaran dan kebebasan.

Konsekuensi atas pilihan pada dosa dan kejahatan dilukiskan dengan nuasa amat pahit: najis, kotor, lenyap karena kejahatan, ditinggal Allah dan menyerahkan diri pada dosa.

Nabi menulis, “Demikianlah kami sekalian seperti seorang najis dan segala kesalehan kami seperti kain kotor; kami sekalian menjadi layu seperti daun dan kami lenyap oleh kejahatan kami seperti daun dilenyapkan oleh angin.

Tidak ada yang memanggil nama-Mu atau yang bangkit untuk berpegang kepada-Mu; sebab Engkau menyembunyikan wajah-Mu terhadap kami, dan menyerahkan kami ke dalam kekuasaan dosa kami.” (Yes. 64:6-7).

Di tengah keterpurukan karena dosa, Allah tetap penuh kasih setia. Nabi mengajak umat untuk terus berharap pada tindakan Allah yang penuh kasih setia. 

Sebagai Bapa, Ia akan menebus umat-Nya dari belenggu dosa dan maut. Penebusan dipenuhi oleh Yesus Kristus melalui sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya.  

Selah ditebus dan dibebaskan dari dosa dan maut, setiap pribadi harus mau didik dan dibentuk Allah. Ia harus melunakkan hati seperti tanah liat yang bentuk menjadi tembikar oleh tukang periuk (Yes. 64:8).

Maka, ia harus mengikuti-Nya, karena Ia “mengajar kita tentang jalan-jalan-Nya, dan supaya kita berjalan menempuhnya; sebab dari Sion akan keluar pengajaran dan firman TUHAN dari Yerusalem.” (Yes. 2:2-3).

Maka, seluruh bangsa manusia diundang untuk mengasihi kebenaran dan menaklukkan diri pada kuasa Kerajaan-Nya (Yes. 2:3-4a). Undangan untuk mengabdi pada Tuhan dan memenuhi pesan nabi (Yes. 2:5), “berjalan dalam terang Tuhan”, ambulemus in lumine Domini.

Hati-hatilah dan berjaga-jagalah

Perintah untuk bertindak hati-hati dan berjaga-jaga diulang tiga kali (Mrk. 13:33.35.37). Pasti menunjukkan desakan yang amat penting. Menjadikannya prioritas pertama dan utama, sehingga yang lain harus diabaikan. Dua perintah pertama menekankan keharusan untuk membuka mata terus menerus.

Perintah untuk membuka mata sangat erat terkait dengan peristiwa yang terjadi di Taman Zaitun (Mrk 14:33-42). Sedangkan yang terakhir menekankan bahwa setiap murid-Nya harus berdoa dengan tak kunjung putus.

Santo Markus menggunakan kata  βλεπετε, blepete, berhati-hatilah, dari kata Yunani:  blepo, sebanyak enam kali (Mrk. 13:5, 9, 23, 33. Lih.  juga 4:24; 8:15).

Sedang kata kata αγρυπνειτε, agrupneite, dari kata agrupneo, bermakna: berjaga-jaga, keadaan tidak tidur, mata terbuka, waspada, awas.

Pesan untuk berhati-hati dan berjaga-jaga erat terkait dengan waktu atau saat kedatangan Yesus kembali. Mrk. 13:32 menyingkapkan bahwa hanya Bapa saja yang mengetahui waktu atau saat itu, “Tetapi tentang hari atau saat itu tidak seorangpun yang tahu, malaikat-malaikat di sorga tidak, dan Anakpun tidak, hanya Bapa saja.”

Tiada seorang pun tahu saat kedatangan Yesus kedua. Namun, kita tahu masa kedatangan itu. Sekarang inilah masa kedatangan Tuhan yang kedua, yang dimulai sejak kenaikan-Nya ke surga.

Saat kedatangan-Nya yang pertama, Yesus mengutuk sebatang pohon ara karena tidak berbuah (Mrk 11:12-14), walau saat itu tidak musim buah.

Kutukan itu menjadi tanda akan keadaan dan kemalangan yang menimpa orang dan Bait Allah. Mereka sebetulnya telah diingatkan saat Ia muncul pertama kali dalam tugas pelayanan-Nya (Mrk. 1:15), “Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!”, Impletum est tempus, et appropinquavit regnum Dei; paenitemini et credite evangelio.

Pasti, sabda ini diulang-ulang dalam pewartaan-Nya. Dan setelah mendengarkannya, orang tidak lagi memiliki dalih untuk tidak waspada dan berjaga-jaga.

Mungkin orang mencari-cari alasan pembenaran, seperti pohon ara yang tidak berbuah di luar musim.

Dan saat kedatangan-Nya yang pertama, banyak orang menolak Yesus tanpa alasan. Kita juga tak akan memberi alasan ketika didapati tidak berjaga-jaga saat Ia datang kembali.  

Sama seperti seorang yang bepergian

Yesus memaparkan sebuah perumpamaan pendek tentang seorang tuan yang hendak melakukan perjalanan jauh. Santo Markus menggunakan ungkapan αποδημος, apodemos, pergi ke luar negeri, pergi ke bangsa lain, pergi ke tempat yang sangat jauh. Kepergiannya pasti sangat lama. Ia pasti kembali ke rumah.

Tetapi saat kapan waktu yang pasti itu tak ada yang tahu.

Sebelum pergi sang tuan memberikan pada para hamba tanggung jawab atau wewenang, εξουσιαν, exousian, dari kata exousia.

Ia juga memberi tugas kepada hamba lain untuk menjaga pintu. Ia harus siap sedia menyongsong sang tuan, membukakan pintu bagi sang tuan ketika kembali.

Pemberian wewenang dan kepercayaan untuk menjaga pintu membebaskan siapa pun untuk bepergian, berdagang, atau memperluas peluang bisnis.

Tentu sang tuan mengharapkan kesetiaan dan kerja keras para hambanya. Hamba yang setia pada tugas yang dipercayakan pasti diganjar secara semestinya. Kesetiaan itu diukur dari cara para hamba mengantisipasi kedatangan sang tuan. Mereka menjaga dan merawat rumah.  

Dalam perumpamaan ini Yesus tidak mengisahkan apakan para hamba siap menyambut kedatangan tuan mereka pada saat yang tak terduga-duga.

Apakah para hamba bersuka cita atau mencemaskan kedatangan tuan mereka? Pasti para hamba yang selalu berjaga-jaga mempersiapkan kedatangan sang tuan sebaik mungkin.

Para hamba yang setia percaya bahwa sang tuan akan puas dan memberi ganjaran yang pantas atas kerja keras dan seluruh proses mereka mempersiapkan kedatangannya. Tetapi, malapetaka dan hukuman menanti mereka yang tidak mempersiapkan kedatangan sang tuan, karena mereka teledor atau malas.

Kukatakan kepada semua orang: berjaga-jagalah!

Yesus sebagai tuan, κυριος, kurios, bepergian ke luar negeri, αποδημος, apodemos. Kepergian-Nya bermakna Ia naik ke surga. Maka, para hamba-Nya, tanpa kecuali, terutama para rasul dan pengganti mereka, harus mempersiapkan kedatangan-Nya kembali.

Masing-masing diberi tanggung jawab untuk menyebar luaskan Injil, Kabar Suka Cita. Tanggungjawab untuk menyebar luaskan anugerah Allah dilukiskan dalam perumpamaan tentang talenta (Mat. 25:14-30) dan uang mina (Luk. 19:11-27).  

Yesus juga menyebutkan empat waktu jaga dalam sistem jaga tentara Romawi yang menduduki Yudea. Keempat waktu jaga: menjelang malam (antara p. 18:00-21:00); tengah malam (21:00-00:00); larut malam atau kokok ayam (00:00-03:00); dan pagi-pagi buta (03:00-06:00).

Menyebutkan keempat waktu jaga, Yesus menegaskan bahwa Ia akan datang dalam rentang waktu yang tidak diduga-duga.

Santo Markus tidak menggunakan kata chronos, satuan waktu yang dapat dihitung; tetapi digunakan kata καιρος, kairos. Kata ini bermakna saat kehadiran atau kedatangan Tuhan; saat yang tidak pernah dapat dikendalikan manusia.

Suara terompet menandai perubahan waktu jaga satu ke waktu jaga selanjutnya  baik di Bait Allah maupun menara jaga Benteng Antonia, markas prajurit Romawi di Yerusalem. Pasti diingat saat Yesus mengingatkan Petrus ketika ia mengingkari Yesus pada saat “ayam berkokok”, suara terompet pada jam 03:00 dini hari (bdk. Mt. 26:34; 26:69-75). 

Injil Markus menyebut tanda bunyi terompet ‘kokok ayam’ dua kali. Barangkali yang satu mengacu pada bunyi terompet dari Bait Allah dan yang kedua dari benteng prajurit Romawi (Mrk. 14:29-30; 71-72). 

Pada kisah berikut, Yesus menubuatkan kehancuran Bait Allah. Penghancuran yang dipimpin oleh Jenderal Titus pada tahun 70 Masehi menandai berakhirnya Perjanjian Sinai. Penghancuran ini juga menandai berakhirnya ibadat dan korban bakaran di Bait Allah. Namun juga, membuka masa yang baru dan definitif bagi Kerajaan Kristus, Gereja-Nya hingga kedatangan-Nya kelak.

Ia tetap mengingatkan para murid-Nya untuk mempersiapkan saat Ia datang kembali, parousia. Ia mengharapkan para murid-Nya setia dan tetap berjaga-jaga. Sabda-Nya (Mrk. 14:37), “Apa yang Kukatakan kepada kamu, Kukatakan kepada semua orang: berjaga-jagalah!”, Quod autem vobis dico, omnibus dico: Vigilate!

Katekese

Menantikan kedatanganTuhan. Katekismus Gereja Katolik

“Kalau kita memohon, agar dibebaskan dari yang jahat, kita juga memohon untuk dibebaskan dari segala kemalangan, yang lampau, yang sekarang, dan yang akan datang, yang asalnya dan penggodanya adalah si jahat.

Dalam permohonan terakhir ini Gereja membawa seluruh kesusahan dunia ke depan Bapa. Dengan pembebasan dari yang jahat, yang membebani umat manusia, Gereja memohon hal yang bernilai yakni perdamaian dan rahmat supaya dengan tabah menantikan kedatangan Kristus kembali.

Kalau Gereja berdoa demikian, ia mengantisipasi dalam kerendahan hati yang beriman persatuan dari semua dan segala-galanya dalam Dia, yang “memegang segala kunci maut dan kerajaan maut” (Why 1:18), “yang ada dan yang sudah ada danyang akan datang, Yang Mahakuasa” (Why 1:8) (bdk. Why. 1:4).

“Ya Bapa, bebaskanlah kami dari segala kemalangan dan berilah kami damaiMu. Kasihanilah

dan bantulah kami supaya selalu bersih dari noda dosa dan terhindar dari segala gangguan, sehingga

kami dapat hidup dengan tenteram sambil mengharapkan kedatangan Penyelamat kami Yesus Kristus” (MR, Embolisme).” (dikutip dari Katekismus Gereja Katolik, 2854)

Oratio-Missio

  • Tuhan, bangkitkanlah hati dan budiku untuk menerima sabda-Mu dan mempersiapkan diri menyongsong kedatangan-Mu kembali. Bebaskanlah aku rasa puas diri, cengkeraman dosa dan kejahatan, serta kelekatan pada benda yang dapat musnah. Amin.
  • Apa yang perlu aku lakukan untuk selalu mempersiapkan diri menyongsong kedatangan-Nya kembali?

Quod autem vobis dico, omnibus dico: Vigilate! – Marcum 14:37

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here