Lectio Divina 24.12.2020 – Dialah Menyelamatkan Umat-Nya Dari Dosa

0
553 views
Dialah menyelamatkan umat-Nya dari dosa. (Ist)

Kamis. Misa Menjelang Hari Raya Natal (P)

  • Yes. 62:1-5
  • Mzm. 89:4-5,16-17,27,29
  • Kis. 13:16-17,22-25
  • Mat. 1:1-25 (Mat. 1:18-25)

Lectio

18 Kelahiran Yesus Kristus adalah seperti berikut: Pada waktu Maria, ibu-Nya, bertunangan dengan Yusuf, ternyata ia mengandung dari Roh Kudus, sebelum mereka hidup sebagai suami isteri. 19 Karena Yusuf suaminya, seorang yang tulus hati dan tidak mau mencemarkan nama isterinya di muka umum, ia bermaksud menceraikannya dengan diam-diam.

20 Tetapi ketika ia mempertimbangkan maksud itu, malaikat Tuhan nampak kepadanya dalam mimpi dan berkata: “Yusuf, anak Daud, janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai isterimu, sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus. 21 Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka.”

22 Hal itu terjadi supaya genaplah yang difirmankan Tuhan oleh nabi: 23  “Sesungguhnya, anak dara itu akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, dan mereka akan menamakan Dia Imanuel” — yang berarti: Allah menyertai kita.

24 Sesudah bangun dari tidurnya, Yusuf berbuat seperti yang diperintahkan malaikat Tuhan itu kepadanya. Ia mengambil Maria sebagai isterinya, 25 tetapi tidak bersetubuh dengan dia sampai ia melahirkan anaknya laki-laki dan Yusuf menamakan Dia Yesus.

Meditatio-Exegese

Bangsa-bangsa akan melihat kebenaranmu, dan semua raja akan melihat kemuliaanmu, dan orang akan menyebut engkau dengan nama baru yang akan ditentukan oleh TUHAN sendiri.

Nabi Yesaya bernubuat tentang pembaharuan hidup umat, penulisan ulang perjanjian umat dengan Allah. Umat Allah disebut dengan nama: Sion dan Yerusalem. Dan bagi para Bapa Gereja, Gereja telah menjadi ‘Israel milik Allah’ (Gal. 6:16).

Seluruh umat, baik Yahudi dan bangsa-bangsa lain “sudah datang ke Bukit Sion, ke kota Allah yang hidup, Yerusalem surgawi dan kepada beribu-ribu malaikat, suatu kumpulan yang meriah,  dan kepada jemaat anak-anak sulung, yang namanya terdaftar di surga, dan kepada Allah, yang menghakimi semua orang, dan kepada roh-roh orang-orang benar yang telah menjadi sempurna, dan kepada Yesus, Pengantara perjanjian baru, dan kepada darah pemercikan, yang berbicara lebih kuat dari pada darah Habel.” (Ibr 12:22-24).

Dalam doa, Nabi Yesaya percaya bahwa Allah pasti memenuhi janji-Nya tanpa menunda-nunda. Inilah ungkapan iman sang nabi (Yes 64:11), “Ya TUHAN, masakan Engkau menahan diri, masakan Engkau tinggal diam dan menindas kami amat sangat?”, Numquid super his continebis te, Domine, tacebis et affliges nos vehementer?

Dan pada saat yang ditentukan, kebenaran dan keselamatan, iustitia et salus, dipenuhi dalam diri Yesus Kristus.

Saat datang, Ia datang sebagai kebenaran dan keselamatan, karena Ia adalah Terang (Yoh. 9:5), yang bersinar dan mengalahkan kegelapan dosa dan maut, seperti terang pertama (Kej 1:3).

Terang itu seperti suluh yang menyala-nyala dan mengarahkan manusia pada keselamatan.

Dan dalam bimbingan Terang yang menyala-nyala itu manusia berjalan menuju kemenangan, meninggalkan seluruh perilaku jahat, percaya pada takhyul, hiburan tidak sehat, tindakan yang tidak adil dan jujur, serta pelanggaran atas hak asasi manusia (bdk. Penolakan setan dalam ritus baptis, Puji Syukur 97).

Bila masing-masing pribadi umat Allah mengikuti jalan Sang Terang, semua bangsa akan melihat kemuliaan-Nya. Masing-masing pribadi adalah saksi bagi Sang Terang.

Santo Paulus menegaskan akan hakikat ibadat dalam Gereja, “Dan sesungguhnya agunglah rahasia ibadah kita: “Dia, yang telah menyatakan diri-Nya dalam rupa manusia, dibenarkan dalam Roh; yang menampakkan diri-Nya kepada malaikat-malaikat, diberitakan di antara bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah; yang dipercayai di dalam dunia, diangkat dalam kemuliaan” (1 Tim 3:16).

Bila bersaksi dengan perbuatan baik, umat Allah, Gereja-Nya diangkat tinggi martabatnya seperti ratu. Tetapi, bila mengkhianati Allah, ia akan ditinggalkan, seperti umat yang harus pergi ke tanah pembuangan di Babel, karena memberontak terhadap Allah.

Pemberontakan nampak dalam perilaku anggota jemaat, baik awam maupun imam, yang menyimpang dari janji baptisnya: bertindak jahat, tidak percaya pada Allah, mengabdi pada hiburan tidak sehat, bertindak tidak adil dan jujur, serta melanggar hak asasi manusia.

Maka, karena kesetiaan kepada-Nya, “TUHAN telah berkenan kepadamu” (Yes 62:4).

Allah berkenan kepada umat-Nya. Dan pada suatu hari Sabat, Santo Paulus  di Antiokhia di Pisidia, di hadapan orang Yahudi dan penganut agama Yahudi dari bangsa asing, menjelaskan sejarah penyelamatan Allah.

Setelah nenek moyang mereka membentuk diri sebagai bangsa di Mesir, Allah menuntun mereka keluar dari Mesir. Di tanah yang dijanjikan, bangsa itu membangun identitas diri di bawah bimbingan Daud. 

Dan kepada Daud Allah berkenan dan “dari keturunannyalah, sesuai dengan yang telah dijanjikan-Nya, Allah telah membangkitkan Juruselamat bagi orang Israel, yaitu Yesus” (Kis 13:23).

Janji-Nya dipenuhi hari ini, seperti seruan doa pemazmur, “Telah Kuikat perjanjian dengan orang pilihan-Ku, Aku telah bersumpah kepada Daud, hamba-Ku: Aku akan memelihara kasih setia-Ku bagi dia untuk selama-lamanya, dan perjanjian-Ku teguh bagi dia” (Mzm 89:4.29). 

Maria mengandung dari Roh Kudus, sebelum mereka hidup sebagai suami istri

Injil Matius diawali dengan silsilah terinci, dari Abraham hingga Raja Daud, dan diakhiri dengan ungkapan (Mat 1:16), Yakub  memperanakkan Yusuf suami Maria, yang melahirkan Yesus yang disebut Kristus.”, Iacob autem genuit Ioseph virum Mariae, de qua natus est Iesus, qui vocatur Christus

Silsilah ini melacak garis keturunan Yesus hingga Raja Daud, yang menempatkan Yesus sebagai pewaris tahta dan berkuasa atas Kerajaan Allah selama-lamanya (bdk. 2Sam. 7:1-5,8b-12,14a,16; Dan 7:13-14). 

Yusuf adalah nama yang sangat membanggakan. Nama itu mengacu pada salah satu dari dua belas bapa bangsa Israel, anak Yakub.

Ia dijual oleh saudara-saudara tirinya ke Mesisr. Namun ia digunakan Allah menyelamatkan keluarga dan bangsanya dari bahaya kelaparan dengan cara menjadi orang yang memilliki kuasa tinggi di Kerajaan Mesir, di antara Firaun (Kej 30-50).

Bapak Yusuf pasti lebih tua dari pada Ibu Maria. Saat itu, ketika berusia kurang lebih 15 tahun, seorang suami harus memiliki bekal material, kejiwaan dan kerohanian yang memadai untuk istrinya saat memasuki gerbang perkawinan.

Para suami dituntut untuk menyediakan kecukupan  pangan, pakaian dan tempat tinggal. Tetapi mereka pasti belum mampu mencukupi kebutuhan itu sendiri, termasuk Bapak Yusuf.

Pada abad pertama Masehi, Bapak Yusuf pasti membawa Ibu Maria ke rumahnya. Di situ tinggal juga orang tua Yusuf, nenek dan kakeknya dan adik-kakaknya. Keluarga besar semperti ini, saat itu, sangat umum ditemui.

Untuk bertahan hidup, masing-masing anggota mengambil bagian dalam menopang ekonomi rumah tangga.

Hanya ketika keluarganya makin bertambah jumlah anggota, keluarga Pak Yusup membangun rumah tangga sendiri, seperti yang mereka lakukan ketika pindah ke Bethlehem dan, kemudian, ke Mesir.  

Bapak Yusuf bekerja sebagai tukang kayu (Mat. 13:55) di Nazaret. Di desa yang kecil itu, ia pasti mengerjakan pekerjaan lain untuk menopang hidup.

Upah dari pengolahan kayu pasti tidak mencukupi untuk menopang hidup keluarganya. Maka, suami Ibu Maria pasti juga berkebun, beternak dalam skala kecil di pedesaan Galilea.

Bila orang kota butuh keterampilan menukang, Bapak Yusuf pasti dibutuhkan tenaganya, seperti di kota yang baru di bangun, Sephoris, satu-satunya kota di Galilea,  yang tak dikunjungi Yesus pada masa pelayanan publik.

Profesi sebagai tukang kayu tidak membuat Bapak Yusup kaya raya. Saat merayakan pentahiran Ibu Maria di Bait Allah, setelah ia melahirkan, keluarga itu hanya mempersembahkan sepasang burung tekukur untuk Yahwe; persembahan yang ditentukan untuk kaum miskin (Luk 2:24; Im 12:8). 

Yesus pasti belajar dari Bapak Yusup bagaimana menggunakan gergaji, pahat, palu, bor, kapak. Ia juga belajar membuat pintu, jendela, meja, kursi, bajak, kuk dan produk pertukangan lainnya. Ia belajar tentang pertanian dan peternakan di pekarangan sempit yang dimiliki kedua orang tua-Nya di Nazaret.

Maria mengandung! Sebelum hidup sebagai suami-istri, ternyata Ibu Maria telah mengandung. Di desa kecil dan terpencil, setiap kata pasti didengar seluruh penduduk.

Dalam bayangan Yusup, bila mereka tahu kehamilan Maria di luar nikah, itu pasti disebabkan karena ketidaksetiaan. Tunangannya pasti seorang pelacur!

Yusup menghadapi risiko berat, pengucilan sosial. Sebaliknya, dari pihak Maria, risiko yang dihadapi jauh tak terbayangkan.

Ia harus menghadapi penolakan dari calon suami, yang tak mau tahu keadaan dirinya dan menerimanya apa adanya; ia juga menghadapi kemungkinan dijatuhi hukuman mati dengan dilempari batu (bdk. Ul 22:13-30).

Maria bisa saja bertahan tinggal di rumah, tetapi, seisi rumahnya dan anak yang dilahirkannya, pasti akan mengalami cemoohan dan penolakan dari tetangga.

Selanjutnya, status sebagai pelacur pasti menyulitkannya untuk menemukan orang lain yang mau menikahinya. Akhirnya, Maria mengalami keterpurukan karena ia tidak bisa pergi ke mana-mana dan terpenjara di Nazaret, tempatnya menggantungkan hidup.

Masa depan Ibu Maria jauh lebih buruk dari apa yang dipikirkan Yusup dan jemaat saat ini, bila menempatkan diri dalam disposisi batinnya. Ia telah setuju untuk mengandung.

Ia telah dengan suka rela menjawab panggilan Allah (Luk 1:38), “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.”, ecce ancilla Domini fiat mihi secundum verbum tuum.

Dan sekarang, ia harus membayar konsekuensi yang sangat menyayat hatinya. Ia sangat tergantung pada ketidakpastian sikap dan penerimaan orang lain, kebesaran hati Yusup, orang tua dan kerabatnya.

Namun, perlahan ‘Tangan Tuhan’, Digitus Dei, (Kel. 8:19) bekerja pada saat yang dibutuhkannya.

Seorang yang tulus hati

Santo Matius menggambarkan Yusuf sebagai pribadi yang  tulus dan berperasaan lembut, sehingga ia tidak mau menyakiti hati Maria di muka umum (Mat 1:19). 

Santo Yohanes Chrysostomus, 347-407, pengkhotbah ulung dan uskup Konstantinopel, mengataka bahwa keutamaan yang kita saksikan dalam diri Yusuf menjadikannya layak menjadi pelindung dan ayah yang melindungi bayi Yesus.

Digunakan kata sifat δικαιος, dikaios, bermakna: jujur-adil, tulus hati, benar.  Melalui kata ini hendak digambarkan pribadi yang menghayati semua keutamaan. Melalui kata ‘adil’, pribadi yang dilukiskan adalah adalah pridadi yang tidak memiliki nafsu serakah atau ia mampu mengendalikan keserakahan dalam hatinya.

Kata ‘adil’ juga terkait dengan kata ‘jujur’. Kitab Suci menggunakan kata ini untuk menggambarkan pribadi Ayub, “Ada seorang laki-laki di tanah Us bernama Ayub; orang itu saleh dan jujur.” (Ayb. 1:1); atau “tidak bercacat” (Luk. 1:6).

Di samping itu, dikaios juga bermakna: selalu menimbang dan membanding keputusan pribadi dengan kehendak Allah. Kehendak-Nya menjadi tolok ukur hidup dan tindakan.

Janganlah engkau takut

Iman Yusuf diuji ketika ia mendapati Maria, tunangannya, hamil. Yoseph tidak mau mempermalukan Maria; ia tidak ingin mencemarkan nama Maria, karena ia takut akan Allah. Benar, bahwa ia bisa membatalkan ikatan pertunangannya dengan Maria.

Tetapi, ternyata Yusuf mempertimbangkan keputusan itu telebih dahulu di hadapan Allah. Ia tidak mau tergesa mengambil keputusan dalam situasa terluka dan marah.

Allah tidak hanya menganugerahinya bimbingan dan hiburan; tetapi Ia juga memberi jaminan ilahi. Ia dipanggil untuk menjadi suami Maria dan memikul tanggungjawab luar biasa yang menuntut iman kepada-Nya melampaui batas-batas kekuatan manusiawinya sendiri.

Yusuf percaya pada pesan ilahi yang diterimanya. Bayi yang ada di kandungan Maria adalah Sang Mesias yang dijanjikan. Dialah Anak-Nya yang tunggal dan anak Maria yang dikandung karena Roh Kudus.

Menikahi Maria bermakna Yusup mengakui dan mengimani Yesus sebagai Anak Allah yang dikandung dari Roh Kudus dan memberi-Nya legalitas di hadapan manusia bahwa Ia juga keturunan Daud dari garis ayah.

Mereka akan menamakan Dia Imanuel

Malaikat memberitahu Bapak Yusup nama yang harus diberikan kepada anak yang akan dilahirkan Ibu Maria – Yesus, Iēsous. Nama itu bukan nama yang asing; dalam bahasa Ibrani Yesus adalah bentuk pendek dari nama Yēshūa.

Tetapi, yang terpenting adalah bahwa nama itu tidak dimaksudkan untuk menghormati salah satu pahlawan bangsa Israel, Yosua, pengganti Musa yang memimpin bangsa itu menguasai Tanah Terjanji.

Nama itu bermakna: Yahwe, Allah, menyelamatkan (bdk. Mat. 1:21), “Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka.”,ipse enim salvum faciet populum suum a peccatis eorum. Maka, nama itu,  Yesus, dari saat Ia dilahirkan, selalu bermakna akan peran dan tugas perutusan yang diemban-Nya. Karena nama itu diberikan oleh kedua orang tua-Nya, Yesus sepenuh-penuhnya menjadi manusia.

Tugas perutusan-Nya: menyelamatkan, seperti diungkapkan Santo Matius dengan memakai kata, σωσει, sosei, berasal dati kata sōzō, bermakna: melindungi atau menghindarkan dari bencana alam dan penyakit/pemberontakan, menyelamatkan, menjauhkan dari bahaya, menjaga.

Maka, tugas perutusan-Nya: menyelamatkan/menjauhkan manusia dari kematian kekal dan membawa keselamatan abadi.  

Anak dara itu akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, dan menamakan Dia Imanuel

Santo Matius mengutip nubuat Nabi Yesaya yang disampaikan kepada Raja Ahas, salah satu kakek moyang Yesus (Mat. 1:9). Raja Ahas, raja kesebelas dari Kerajaan Yehudi di selatan, naik tahta tahun 741 SM saat berusia 20 tahun dan berkuasa selama enam belas tahun. 

“Ia hidup menurut kelakuan raja-raja Israel, bahkan ia membuat patung-patung tuangan untuk para Baal. Ia membakar juga korban di Lebak Ben-Hinom dan membakar anak-anaknya sebagai korban dalam api, sesuai dengan perbuatan keji bangsa-bangsa yang telah dihalaukan TUHAN dari depan orang Israel.

Ia mempersembahkan dan membakar korban di bukit-bukit pengorbanan dan di atas tempat-tempat yang tinggi dan di bawah setiap pohon yang rimbun.” (2Taw. 28:2-4; 2Raj. 16:3).

Ia tidak bertindak seperti bapa leluhurnya, Daud. Ia justru bersekutu dengan musuh dan menghambakan diri pada Tiglat Pileser, raja Asyur. Sang raja tak segan melecehkan Bait Allah. “Ahas mengambil perak dan emas yang terdapat dalam rumah TUHAN dan dalam perbendaharaan istana raja, dan mengirimnya kepada raja Asyur sebagai persembahan.” (2Raj. 16:8). Ia menaklukkan diri pada raja Asyur karena dikepung koalisi raja Edom dan Syria.

Walau sang raja begitu keji di mata Allah dan menolak meminta pertanda dari Allah, Ia tetap menjanjikan penyelamatan melalui Nabi Yesaya. SabdaNya, “Sebab itu Tuhan sendirilah yang akan memberikan kepadamu suatu pertanda: Sesungguhnya, seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia akan menamakan Dia Imanuel” (Yes. 7:14).

Nubuat itu sekarang digenapi. Santo Matius menggunakan kata πληρωθη, plerothe, dari kata plēroō: memenuhi, menggenapi, menyelesaikan, melengkapi.

Emmanuel atau Immanuel atau Imanuel merupakan sulih kata nama Allah dalam Yes. 7:14. Nama itu menjadi simbol bahwa Allah hadir dan membebaskan umat Allah dari ancaman pasukan Asyur pada jaman Nabi Yesaya.

Nama itu menjadi gelar yang disematkan pada Yesus, karena menjadi cara yang sempurna untuk melukiskan kelahiran Yesus, yang sungguh Allah sungguh manusia, kecuali dalam hal dosa. Allah menyertai umat-Nya, terutama dalam masa-masa sulit.

Yusuf berbuat seperti yang diperintahkan malaikat Tuhan itu kepadanya

Setelah kedatangan para Majus dari timur, segera Yusuf mengungsikan Ibu Maria dan Yesus ke Mesir.

Herodes Agung mengancam hidup Yesus (Mat. 2:13-15). Setelah kematian Herodes, ia membawa kembali istri dan anaknya pulang ke Israel. Ia tidak membawa keluarganya menetap di Bethlehem.

Keluarga Yusuf-Maria-Yesus pergi dan menetap di Nazaret (Mat. 2:19-23). Yusup menjauhkan dari kekejaman Archelaus, yang menggantikan kedudukan Herodes Agung di Yudea.

Di Nazaret keluarga itu menempuh hidup baru setelah ditinggalkan sejak sensus yang diperntahkan Kaisar Agustus. Di Nazaret Yesus dibesarkan, belajar Kitab Suci dan pertukangan dari Bapak Yusup.

Maka, iman Yusuf dapat disejajarkan dengan iman para bapa bangsa dari Perjanjian Lama – Abraham, Ishak dan Yakub. Yusuf mengikuti panggilan Yahwe dengan iman yang penuh.

Ia percaya bahwa Allah akan mengutus Sang Mesias, yang dirindukan dari generasi ke generasi. Ia datang sebagai pemenuhan atas janji Allah pada Abraham dan menjadi anak turunnya.

Dan ternyata Allah dalam keheningan mutlak mempercayakan pengasuhan anak yang tak berdaya itu dalam tangan Yusuf. Ia membesarkan, melindungi, mengajar dan melatih Yesus hidup dan tumbuh. 

Yusuf menerima peran dan melaksanakan perintah Allah dengan taat, tanpa suara. Ia adalah teladan bagi siapa saja yang dipanggil untuk mengasuh, mendidik dan melindungi generasi muda.

Terlebih Yusuf adalah saksi iman akan rencana penebusan-Nya dan pelayan sabda-Nya.

Oratio-Missio

  • Tuhan, bantulah aku untuk percaya, setia  dan mengabdi kepada-Mu dengan segenap jiwa, raga, akal budi dan hati, seperti teladan Santo Yusup. Amin.
  • Apa yang perlu aku lakukan untuk melindungi Yesus, Sang Bayi, dari bahaya?

ipse enim salvum faciet populum suum a peccatis eorum – Matthaeum 1:21

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here