PERJUMPAAN pertama dengan almarhum Romo Fabianus Teddy Kananites Aer MSF terjadi, ketika saya masih menjabat anggota Komisioner Komnas Perempuan tahun 2000-an. Kala itu, Komnas Perempuan sedang mengadakan kajian tentang Kekerasan Terhadap Perempuan Berbasis Budaya.
keperluan itu, kami lalumengadakan sejumlah diskusi dengan pakar dan narasumber atau praktisi dari beragam budaya di Tanahair.
Almarhum Romo Teddy Aer MSF menjadi salah satu tokoh agama yang diundang.
Peduli dengan isu jender
“ … Akhirnya saya memberi ultimatum, saya tidak akan memberi berkat perkawinan jika tetap ada belis …”, begitu sepotong penjelasannya.
Di pertemuan berikut, Romo Teddy kembali menceritakan pengalamannya kurang lebihnya sebagai berikut: “ … Saya selalu mengajak para mama makan bersama saya, dan saya akan memaksa para mama mengambil makanan lebih dahulu dari saya.”
Dari beberapa kali perjumpaan dan diskusi itu saya merasa romo yang satu ini sungguh mempunyai kepedulian terhadap isu jender. Ia tentu punya peran penting sebagai pemimpin umat di komunitasnya.
Dan tentu kami juga membutuhkan orang-orang penting seperti almarhum lebih banyak lagi untuk masa depan lebih baik.
Dari beberapa pertemuan diskusi dan dengan pengalamannya yang diungkapkan dengan lantang dan jernih, saya tertarik dengan sosok pastor Katolik ini.
Kenal WKRI dari ibunya
Ternyata, Romo Teddy sudah mengenal Wanita Katolik RI dengan sangat baik. “Ibu saya WKRI dan saya selalu melihat Ibu mengenakan seragam birunya dengan semangat,” begitu ceritanya.
Itu dia katakan, ketika datang menemui saya untuk memantapkan dan meneguhkan saya masuk bergabung sebagai Sekretaris Jendral di Dewan Pengurus Pusat. Kira-kira setelah Kongres Wanita Katolik RI ke-18 tahun 2008. Ia mampu meneguhkan saya dan berjanji mendampingi selama periode lima tahun.
Pada tahun 2013, menjelang Kongres ke-19, Romo Teddy kembali menguatkan dan berjanji akan mendampingi saya menjadi Ketua Presidium DPP satu periode lagi.
Ia memang lalu menepati janjinya: “Ibu, saya sudah menepati janji saya mendampingi ibu sampai tuntas satu periode ini. Saya sampai di sini, dan saya tahu ibu bisa melanjutkan.”
Kalimat ini diutarakan oleh Romo Teddy tepat tanggal 1 November 2018, hari sidang pemilihan pimpinan periode lima tahun ke depan.
Mengukir sejarah pendampingan di WKRI
Terima kasih Romo Teddy, teman dan sahabat di masa-masa awal yang sulit ketika saya memulai memutuskan bergabung dengan Wanita Katolik RI.
Almarhum Romo Teddy Aer MSF menjadi orang pertama yang menunjukkan bahwa Organisasi Perempuan Katolik ini berharga, perlu dirawat. Juga perlu dijaga dan dijamin keberlangsungannya, karena akan membawa sukacita injili bagi keluarga-keluarga. Juga bagi semua perempuan dan anak khususnya.
Romo Teddy menjadi pendamping rohani yang sungguh andal. Kapan saja dibutuhkan di kala situasi dan kondisi menjadikan saya mengalami frustasi, Romo akan datang memberi yang dibutuhkan. Tanpa nada menggurui.
Ini sosok penting yang sungguh memahami bagaimana relasi kesetaraan akan sangat membantu mengurai situasi dan memberikan keteguhan hati siapa pun di dekatnya.
Wanita Katolik RI sungguh beruntung mempunyai seorang penasihat rohani – pendamping seperti almarhum Romo Teddy Kananites Aer MSF.
Almarhum tidak hanya menjadi penasihat rohani di jajaran Dewan Pengurus Pusat. Namun pelayanan dan kecintaannya terhadap Kalimantan menyebabkan banyak Ibu-ibu Wanita Katolik RI di pelosok pedalaman Kalimantan Selatan sampai Kalimantan Timur, juga wilayah NTT, mengenal beliau dengan baik.
Tak segan-segan, para ibu juga mendatangi beliau untuk berkonsultasi atau bertanya apa pun baik masalah pribadi maupun masalah organisasi.
Romo Teddy sangat menguasai dan memahami AD-ART Wanita Katolik RI. “Kita perlu dan harus memahami anggara dasar untuk pendasaran dan pijakan kita memutuskan kebijakan organisasi,” demikian keteguhan pendapatnya.
Menjadi meriah lantaran siutannya
Ruang rapat Rumah Kayujati akan selalu hidup dengan kedatangan Romo Teddy yang selalu penuh semangat, gelak tawa. Juga karakter suaranya yang selalu menggelegar berapi-api saat rapat … Lalu, suitan-nya yang khas sering kali mengiringi percakapan bahkan ketika suasana serius.
Romo Teddy seolah tidak pernah lelah. Baru mendarat dari bandara langsung ke Kayujati, Jakarta Pisat, dan rapat bersama kami seharian penuh.
Suatu kali, Romo datang dengan berjalan tertatih, karena kakinya sulit diangkat. “Asam urat saya kambuh,” begitu katanya tanpa rasa sakit malah menghibur kita yang seolah merasakan sakitnya.
Tak merasa lelah
Romo yang satu ini seolah tidak pernah merasakan sakit, tidak pernah merasa lelah, tidak pernah merasa sedih.
Setiap bertemu dan mulai bicara maka seluruh ruangan menjadi hangat karenanya. Wajahnya akan nampak lebih serem dengan kumisnya yang melintang, ketika diam dan serius. Namun sekali bicara maka wajah itu dengan sendirinya menunjukkan seri-nya.
Romo, kami tidak akan pernah lupa pada suara, suitan, ketawa, dan semua gerakan yang ramah dan memberi kehangatan.
Terima kasih telah mendampingi kami dalam suka dan duka di Dewan Pengurus Pusat selama beberapa periode.
Sekarang Romo bisa beristirahat. Tidur panjanglah dengan tenang dan damai bersama Allah Yang Maha Rahim.
Justina Rostiawati – Ketua Presidiun DPP Wanita Katolik RI