Bacaan 1: Ibr 7:1-3. 15-17
Injil: Mrk 3:1 – 6
INDONESIA memiliki beragam agama, sempat hidup saling menghormati dalam damai. Kedamaian itu dinodai di tahun 2.000, saat tanpa sebab yang jelas sekelompok teroris melakukan serangan bom pada malam Natal di beberapa gereja Indonesia.
Saat pilpres 2019 bahkan orang saling mencaci di medsos dan terbelah dalam dua kubu, kampret dan cebong. Sentimen kebencian dan provokasi kadang digunakan kepada kelompok minoritas, berujung pada praktik persekusi di tengah masyarakat.
Padahal Indonesia dikenal sebagai negara agamis, rakyatnya taat beragama. Lalu, kenapa masih ada perilaku saling membenci antar sesama? Apa perlunya saling membenci hanya karena berbeda pandangan atau pilihan politik?
Tak terkecuali dalam gereja, umat juga ada yang saling membenci karena perbedaan ide saat rapat pengurus, komunitas atau dalam pelayanan.
Agama tidak mengajarkan kebencian, lalu kenapa manusia saling membenci?
Orang Farisi dikenal sangat fanatik dan taat menjalankan aturan agama, yaitu Hukum Taurat. Pada awalnya, Hukum Taurat diberikan Allah kepada bangsa Israel agar mereka hidup baik sesuai kehendak-Nya. Namun nyatanya, aturan itu malah menjadikan mereka menyimpang dari Allah.
Bahkan Taurat dijadikan alat untuk mencari kesalahan orang lain, misalnya kepada Tuhan Yesus.
Padahal Tuhan Yesus ingin meluruskan cara hidup keagamaan mereka yang telah menyimpang. Dengan sedikit agak provokatif, Tuhan bertanya kepada mereka:
“Manakah yang diperbolehkan pada Hari Sabat, berbuat baik atau berbuat jahat? Menyelamatkan nyawa orang atau membunuh orang?”
Pertanyaan itu lalu dilanjutkan dengan penyembuhan tangan yang mati sebelah dari orang sakit itu. Perbuatan Yesus semakin membuat marah orang-orang Farisi yang ada di rumah ibadat itu dan membenci-Nya, lalu bersekongkol untuk membunuh-Nya.
Rasul Paulus memberi peneguhan kepada jemaat Ibrani, perihal status Yesus sebagai Imam Agung. Bahwa Ia ditetapkan sebagai Imam Agung berdasarkan tata imamat Melkisedek. Orang Yahudi pasti mengenal siapa Melkisedek, imam yang hidup dijaman Abraham.
Melkisedek, raja kebenaran, raja damai sejahtera (Salem), tidak berbapa, tidak beribu, tidak bersilsilah. Harinya tidak berawal dan hidupnya tidak berkesudahan, dijadikan sama dengan Anak Allah.
Itulah Tuhan Yesus, Imam Agung bukan berdasarkan peraturan manusia, tapi berdasarkan hidup kekal. Dialah Imam untuk selama-lamanya, menurut tata imamat Melkisedek.
Pesan hari ini
Mari akhiri segala kebencian sebab kita adalah manusia, yang memiliki akal dan budi. Aturan keagamaan tidak boleh menghalangi seseorang berbuat baik. Iman Kristen bukanlah sebuah dogma tanpa buah tindakan.
“Tidak ada kata terlambat untuk menjadi dirimu yang seharusnya. Tetaplah pakai maskermu dan jaga jarakmu.”