Kambing Hitam

0
1,050 views
Ilustrasi -Kambing jantan. (Ist)

Renungan Harian
13 Februari 2021
Bacaan I: Kej. 3: 9-24
Injil: Mrk. 8: 1-10
 
SEORANG teman mengirim pesan gurauan yang agak sarkas. Dalam pesan itu teman saya menulis bahwa ada seorang pesohor di negeri ini yang anaknya tertangkap lagi karena kasus narkoba. Juga menyatakan bahwa anak itu menjadi tersangka kepemilikan narkoba penyebabnya adalah setan.

Masih dalam pesan itu, teman saya menulis begini:

“Enak ya mengkambing hitamkan setan, sehingga anak dan keluarganya tidak bersalah. Untung, setan sudah biasa dan sering dikambinghitamkan.”
 
Ketika membaca pesan itu, saya tersenyum geli dan mengamini pendapat teman saya. Ketika ada kambing hitam, maka sebesar dan seberat apa pun kesalahan yang ada pada diri seseorang menjadi hilang atau sekurang-kurangnya menjadi ringan.

Pengkambing hitaman merupakan salah satu bentuk mekanisme pertahanan diri yang kerap digunakan orang, karena terkenal ampuh untuk menyelamatkan diri. Orang yang mengkambing hitamkan merasa bahwa citra dirinya menjadi aman, dirinya terhindar menjadi sasaran tembak karena terlindung oleh kambing hitam.
 
Menarik dalam kasus ini, yang dikambing hitamkan adalah setan. Apakah pantas dan layak setan dikambing hitamkan?

Meski setan sudah sering dan biasa dikambinghitamkan. Bukankah pada dirinya setan sebagai penggoda dan motivator untuk berbuat salah dan dosa? Bukankah mengkambing hitamkan setan adalah bentuk pelecehan martabat manusia?
 
Manusia dianugerahi hati dan budi yang luar biasa. Dengan hati dan budinya, manusia mempunyai kemampuan untuk berpikir dan menimbang sehingga mampu membuat keputusan yang terbaik bagi hidupnya.

Pada saat yang sama manusia diberi kebebasan untuk bertindak berdasarkan kehendak, keputusan dan hasratnya.

Dengan demikian manusia punya kebebasan untuk menentukan pilihan-pilihan yang menjadi keputusan untuk bertindak.
 
Betapa menyedihkan bila ada orang  secara sadar mengkambing hitamkan sesuatu di luar dirinya. Karena orang yang mengkambing hitamkan telah merendahkan martabat kemanusiaan diri sendiri dan yang dikambing hitamkan.

Sayangnya, mekanisme pertahanan diri dengan metode kambing hitam masih menjadi pilihan bagi banyak orang.
 
Sebagaimana sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan dalam Kitab Kejadian mengisahkan rantai pengkambing hitaman.

Manusia pertama mengkambing hitamkan perempuan, perempuan mengkambing hitamkan ular. “Ular yang memperdaya aku, maka kumakan buah itu.”
 
Bagaimana dengan aku?

Adakah terbiasa mengkambing hitamkan sesuatu di luar diriku sebagai mekanisme pertahanan diri?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here