Sehat

0
355 views
Ilustrasi -Asap rokok mengepul. (Ist)

Renungan Harian
20 Februari 2021
Bacaan I: Yes. 58: 9b-14
Injil: Luk. 5: 27-32
 
BAPAK tua itu setiap sore selalu duduk-duduk di halaman gereja. Entah di situ ada teman-temannya atau tidak, dia selalu ada disitu.

Ia duduk menikmati kopi yang ia bawa dalam termos dan merokok. Setiap isapan rokok dan hembusannya nampak selalu dia nikmati. Kehadirannya menjadi khas, karena dia selalu batuk-batuk, sehingga meski tidak melihat orangnya, semua orang sudah tahu bahwa ada bapak tua di halaman gereja.
 
Bapak itu berperawakan tinggi, kurus, tapi kekar. Ia mempunyai toko kelontong di kota itu yang cukup dikenal. Sedari subuh dia sudah membuka tokonya melayani pedagang-pedagang yang “kulakan” di tokonya.

Sore pukul 16.00, ia sudah tutup toko dan duduk-duduk di halaman gereja.
 
Beberapa temannya yang sering ikut nongkrong selalu menyarankan agar bapak itu periksa ke dokter, mengingat bapak itu sering batuk-batuk. Bahkan, sering kali setelah batuk-batuk, ia mengalami seperti kesulitan untuk bernafas.

Di samping itu, bapak itu juga sering mengeluh kalau badannya pegal-pegal; terutama di pundak dan leher. Tetapi bapak itu bergeming, semua saran teman-teman selalu dianggap angin lalu.

Ia selalu mengatakan bahwa dirinya sehat, bahkan dengan bangga mengatakan sejak kecil belum pernah masuk rumah sakit. Ia selalu mengatakan bahwa dirinya akan sembuh pegal-pegalnya, bila dikeroki.

Lama-lama teman-temannya tidak lagi mengingatkan mungkin karena sudah bosan atau karena merasa tidak berguna; meski teman-temannya merasa prihatin dengan kesehatannya.
 
Malam itu saya dikejutkan berita bahwa bapak tua itu telah dipanggil Tuhan. Saya terkejut, karena sore hari saya masih melihat dia menikmati kopi dan rokoknya di halaman gereja.

Ternyata berita tentang kematiannya mengejutkan banyak temannya terutama yang sore hari tadi ikut ngobrol di halaman gereja.
 
Ketika saya melayat ke rumah duka, teman-teman menyesalkan sikap bapak tua itu. Seandainya dia mau mendengarkan saran teman-teman untuk ke dokter, mungkin dia belum meninggal.

Tetapi sayang dia selalu merasa sehat. Teman-teman berkomentar betapa bahaya orang yang merasa sehat karena bisa jadi badannya tidak sesehat yang dia pikir atau barangkali dia menutupi keadaan dirinya yang sesungguhnya.
 
Mengingat peristiwa itu, saya jadi sadar tentang keadaan diriku, ternyata aku pun juga berlaku seperti bapak tua itu terhadap jiwaku.

Aku selalu merasa bahwa aku baik-baik saja. Merasa tidak melakukan dosa besar, merasa selalu bertindak benar dan yang lebih konyol adalah selalu merasa lebih baik dibanding dengan orang lain.

Akibatnya, saya merasa tidak perlu bertobat. Pun kalau bertobat karena memang sudah menjadi kewajibanku bukan karena aku membutuhkan.
 
Sebagaimana sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan dalam injil Matius: “Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit. Aku datang bukan memanggil orang benar, tetapi orang berdosa, supaya mereka bertobat.”
 
Bagaimana dengan aku?

Apakah aku bagian dari orang-orang yang selalu merasa sehat?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here