BANYAK orang percaya bahwa nasib tergantung di tangannya sendiri.
Nasib bisa diubah. Dengan kerja keras dan mengatur ekonomi, orang akan mengalami perkembangan dan kemajuan.
Jalan pintas bukan solusi terbaik. Perlu sebuah proses pendewasaan menuju kematangan hidup. Siapa yang setia dan bertekun dalam proses itu, ia akan memetik buah kehidupan.
Saat pergumulan, seorang berkisah, apa yang kupertahankan kenaikan jabatan dan kedudukan atau iman.
Saya diberi info. Bila “berpindah”, saya akan berkesempatan mengalami kenaikan signifikan di jenjang karier. Bahkan bisa dipilih menjadi walinegri di sebuah kota.
Saya mempertimbangkan untung dan rugi. Pergulatan batin tak terelakkan. Kedekatan dengan “gerbong kelompok” yang sedang naik. Kelimpahan materi dan pengaruh kedudukan, kekuasaan yang akan dipegang menjadi sebuah godaan.
Saya sempat berpikir bisakah iman untuk sementara “disembunyikan”. Berpakaian yang lain, tetapi jiwa tetap Kristiani. Menjadi seorang Kristiani anonim.
Saya goyah.
Keputusanku menentukan nasib dan karir di kemudian hari. Teman-teman mendukung. Atasan menyerahkan pada putusannya.
Perpindahan lebih memudahkan, memungkinkan dan memperlancar segala hal. Saya bertanya dengan seorang guru rohaniku.
Ia balik bertanya, apa yang dicari dalam hidup ini? Apakah tidak melukai pengalaman-pengalaman kebaikan dalam keluarga? Apakah itu menjamin kebahagiaan dan keselamatanmu yang telah diyakini sampai sekarang? Mengapa mengorbankan hal yang terpenting, terindah dalam hidup?
Lihat dan pertimbangkanlah iman dan hati keluarga besarmu. Ketegasan dalam ini adalah akar dari segalanya.
Berdoalah. Ia melanjutkan ceriteranya. Godaan materi dan kekuasaan besar.
Saya bisa mengumpulkan dan memiliki harta sebanyak mungkin. Hidup akan aman dan nyaman dalam mayoritas bisu. Namun saya bingung, tak bisa tidur dan depresi.
Hati kecilku senyap.
Ia memutuskan untuk disekolahkan ke jenjang yang lebih tinggi. Bukan jabatan yang diincar, tapi pedewasaan dan kematangan profesional.
Ia menutup kisahnya dengan tenang dan sukacita. Ia nyaman dengan dirinya. Ia berdamai dengan dirinya, dengan jiwanya saat pensiun. Ia tetap percaya,
Tuhan setia akan janji-Nya. Ia menghayati pengutusannya di dunia.
Keteguhan iman, ketekunan menapaki jalan hidup bersama Yesus bukankah jalan keindahan dan sukacita. “Terpujilah Allahnya Sadrakh, Mesakh dan Abednego. Ia telah mengutus malaikatNya dan melepaskan hamba-hambaNya yang telah menaruh percaya kepadaNya”, ay 28a.
Sebuah kebenaran Allah ditampilkan.
Dan Yesus meneguhkan, “Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu”, ay 31-32.
Iman adalah keteguhan percaya. Setiap pribadi dengan cara dan melalui jalannya masing-masing secara unik dan khas mengikuti Tuhan.
Lewat baptis, setiap orang dimampukan berjalan bersama Tuhan dan menghasilkan yang terbaik dari dirinya.
Tuhan suburkanlah kegairahanku mengikuti-Mu. Amin??⚘