Lectio Divina 28.03.2021 – Sungguh Orang Ini Anak Allah

0
853 views
Sungguh, orang ini adalah Anak Allah by Leonard Porter,1963.

Minggu. Minggu Palma (M).       

  • Yes. 50:4-7
  • Mzm 22:8-9.17-18a.19-20.23-24
  • Flp.2:6-11
  • Mrk. 14:1-15:47

Meditatio-Exegese

Kemudian Yesus naik ke atasnya

Yesus masuk Yerusalem dengan kasadaran penuh akan apa yang akan menimpa diri-Nya. Ia akan dikhianati, ditolak, dan dibunuh dengan penyaliban. Namun, penduduk Yerusalem mengelu-elukan Dia. Mereka menyambut-Nya sebagai Mesias.

Mereka seperti kehilangan akal sehat. Digerakkan oleh kegirangan yang berlebihan, mereka tidak pernah sadar akan konsekuensi yang harus ditanggung Sang Raja mereka ketika memasuki Kerajaan-Nya.

Yesus tidak menunggang kuda untuk memasuki Yerusalem. Ia menunggang keledai muda yang belum pernah digunakan. Dalam tradisi bangsa-Nya, penjinakan keledai untuk ditunggangi pertama kali menunjukkan pribadi itu adalah orang yang istimewa. Ia memiliki kemampuan melebihi orang lain.

Memasuki Yerusalem dengan menunggang keledai menjadi tanda pemenuhan nubuat Nabi Zakharia. Sabda-Nya melalui sang nabi (Za 9:9), “Lihat, rajamu datang kepadamu; ia adil dan jaya. Ia lemah lembut dan mengendarai seekor keledai, seekor keledai beban yang muda.”, ecce rex tuus veniet tibi iustus et salvator ipse pauper et ascendens super asinum et super pullum filium asinae.

Yesus memasuki Yerusalem dengan menebarkan kelembutan hati dan belas kasih. Sebagai Raja-Mesias-Kristus, Ia menawarkan kemenangan dan damai pada umat-Nya. Kemenangan dan damai akan dimeteraikan di salib dan kebangkitan, yang akan segera terjadi segera setelah Pesta Paskah dilaksanakan.   

Santo Augustinus, Bapa Gereja abad ke-5, memaknai peristiwa Yesus masuk ke Yerusalem, “Guru kerendahan hati adalah Kristus yang merendahkan diri-Nya dan menjadi taat, bahkan hingga wafat dan wafat di kayu salib. Maka Ia tidak pernah kehilangan ke-Allah-an-Nya saat Ia mengajarkan kerendahan hati pada kita…

Apa keagungan Sang Raja semesta ketika menjadi Raja kerendahan hati? Karena Kristus bukanlah Raja Israel sehingga Ia harus menarik pajak atau melengkapi diri dengan bala tentara dan senjata yang menggentarkan musuh. Dialah Raja Israel yang menguasa jiwa. Dengan cara itu Ia membimbing manusia masuk dalam keabadian dan menghantar masuk ke dalam Kerajaan Surga bagi mereka yang percaya, berharap dan mengasihi-Nya.

Inilah perendahan diri, bukan kemanjuan bagi Dia yang adalah Anak Allah, sehakekat dengan Bapa, Sang Sabda. Melalui Dia segala sesuatu diciptakan. Dan kini Ia menjadi Raja Israel. Inilah tanda belas kasih-Nya, bukan pamer kuasa.” (dikutip dari Tractates on John 51.3-4).

Salibkanlah Dia!

Peradilan curang terus berlangsung. Yesus, yang dikhianati Yudas Iskariot, diserahkan pada pemerintah Romawi dengan tuduhan mengangkat diri sebagai Raja Mesias/Raja bangsa Yahudi (bdk. Mrk. 15:2; Mrk. 15:26). Saat pengadilan, Pontius Pilatus mengikuti kebiasaan untuk melepaskan seorang tahanan.

Tetapi, mereka ternyata lebih memilih untuk tidak membebaskan orang benar. Mereka memilih Barabas, yang dipenjara karena memberontak (Mrk. 15:7). Mereka memandang Yesus sebagai Mesias yang memberontak melawan Romawi. Setelah Ia dijatuhi hukuman mati, mereka merendahkan-Nya hingga tidak ada pada-Nya martabat manusiawi lagi.

Ia dihina, diolok-olok, disesah dan ditelanjangi (bdk. Mrk. 15:16-20a). Namun, kita menyaksikan Yesus sebagai Hamba Yahwe yang taat, tidak membuka mulut, seerti nubuat Nabi Yesaya (bdk. Yes. 50:6-8).

Sungguh, orang ini adalah Anak Allah!

Saat Yesus diseret ke Golgota, tempat penyaliban-Nya, Simon, orang Kirene, dipaksa memanggul salib. Barangkali saat itu Simon merasa terpaksa. Ia dipaksa prajurit Romawi. Dia tepat berjalan di belakang-Nya saat menapaki jalan salib. Dialah yang terakhir yang menolong Yesus. Tidak ada catatan cukup tentang peran Simon dari Kirene setelah peristiwa penyaliban.

Yesus dituduh dan disalibkan sebagai pemberontak.  Ia disalib di antara dua penyamun. Injil Markus kembali menampilkan Yesus sebagai Hamba Yahwe yang menderita (Yes 53:9), “Orang menempatkan kuburannya di antara orang-orang fasik.”, Et posuerunt sepulcrum eius cum impiis.

Pada kayu salib ditulis alasan penghukuman atas diri-Nya (Mrk 15:26), “Dan alasan mengapa Ia dihukum disebut pada tulisan yang terpasang di situ, ”Raja orang Yahudi.”, et erat titulus causae eius inscriptus, “Rex Iudaeorum.”

Para pemimpin agama Yahudi mencemooh dan merendahkan Yesus. Kata mereka, “Hai Engkau yang mau merubuhkan Bait Suci dan mau membangunnya kembali dalam tiga hari, turunlah dari salib itu dan selamatkan diri-Mu”. […] ”Orang lain Ia selamatkan, tetapi diri-Nya sendiri tidak dapat Ia selamatkan!  Baiklah Mesias, Raja Israel itu, turun dari salib itu, supaya kita lihat dan percaya.”(Mrk 15:29-32).

Seperti Petrus dan Yudas Iskariot, mereka mau merima Yesus sebagai Mesias, Yang diurapi Yahwe, bila Ia turun dari salib. Mereka menghendaki seorang raja agung, mengatasi segala penjajah dan penakluk musuh. Mereka tidak percaya pada Yesus, yang dibunuh sebagai Sang Juruselamat.

Pada jam dua belas, kegelapan meliputi seluruh daerah itu dan berlangsung sampai jam tiga. Dan pada jam tiga berserulah Yesus dengan suara nyaring: “Eloi, Eloi, lama sabakhtani?,” yang berarti: Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?. (Mrk 15:33-34).

Hingga, akhirnya (Mrk 15:37), “Lalu berserulah Yesus dengan suara nyaring dan menyerahkan nyawa-Nya.” Iesus autem, emissa voce magna, exspiravit.

Yesus mati dalam kesepian. Ditinggalkan para sahabat-Nya. Di awal kisah sengsara, Ia hanya ditemani seorang perempuan tanpa nama. Ia mengurapi-Nya dengan minyak wangi yang sangat mahal (Mrk 14:3-9).

Dan kini, Ia ditemani seorang perwira kafir, tentara Romawi, yang juga tanpa nama. Sang perwira ini membuat pengakuan iman (Mrk 15:39), “Sungguh, orang ini adalah Anak Allah!”, Vere homo hic Filius Dei erat

Ia memanggil orang-orang yang dikehendaki-Nya

Yesus memanggil dua belas orang yang dikehendaki untuk menjadi sahabat-Nya terdekat (Mrk. 3:13-19) dan mengutus mereka (Mrk. 16:7-13), tetapi mereka gagal. Yudas mengkhianati, Petrus menyangkal, yang lain melarikan diri; tidak ada yang tersisa saat Ia wafat di salib. Lari!

Nampaknya, mereka tidak ada beda dengan para penguasa agama yang menetapkan kematian Yesus. Petrus, misalnya, menghendaki hilangnya salib dan Mesias yang meraja dan jaya.

Namun, walau para rasul lemah iman, mereka tidak menyimpan kepalsuan dalam hati.  Mereka tidak memiliki niat jahat. Mereka menjadi replika, tiruan, dari orang-orang yang hendak berjalan bersama Yesus. Mereka jatuh, gagal mengenali Yesus, bertobat dan bangkit!

Ada beberapa perempuan yang melihat dari jauh

Walau ada dua belas orang yang gagal, ada banyak orang tanpa nama tetap setia menemani, menolong, bahkah, hanya menatap Yesus dari jauh.

Perempuan tanpa nama di Betani. Ia menerima dan memperlakukan Yesus, Hamba Yahwe. Ia mengurapi kaki-Nya dengan minyak narwastu.

Yesus memujinya, “Sesungguhnya di mana saja Injil diberitakan di seluruh dunia, apa yang dilakukannya ini akan disebut juga untuk mengingat dia.” (Mrk. 14:9).

Simon dari Kirene, ayah Alexander dan Rufus. Ia dipaksa memanggul palang salib. Salib itu seharusnya dipikul para rasul (Mrk 8:34). Saat semua murid terdekat-Nya lari, Simon memanggul salib tepat dibelakang Yesus menuju Golgota.

Kepala pasukan Romawi. Ia berdiri berhadapan dengan Dia dan melihat-Nya mati. Ia memberi kesaksian (Mrk 15:39), “Sungguh, orang ini adalah Anak Allah!”, Vere homo hic Filius Dei erat.

Yusup dari Arimatea. Sebagai anggota mahkamah agama, ia mempertaruhkan segalanya – jabatan, relasi, keluarga, dan nama baik. Ia meminta Jenasah Yesus untuk dimakamkan di kuburan keluarganya.

Maria Magdalena, Maria ibu Yakobus Muda dan Yoses, dan Salome. Mereka telah mengikuti-Nya sejak dari Galilea dan melayani-Nya hingga Yerusalem (Mrk. 15:41). Mereka tidak meninggalkan Yesus, tetapi berdiri di dekat salib dan makam Yesus.

Para rasul gagal. Kelanjutan Kabar Suka Cita tidak ditentukan oleh kedua belas orang itu dengan kabar tentang kebangkitan-Nya.

Tetapi kabar kebangkitan itu disampaikan oleh para perempuan yang kembali menjumpai mereka yang gagal mengikuti-Nya (Mrk. 16:7).

Katekese

Menapaki Jejak Kristus. Santo Augustinus dari Hippo, 354-430:

“Ke marilah dan ikutlah Aku, sabda Tuhan. Apakah engkau mengasihi? Ia telah bergesas, kasih-Nya telah mengalir dari lubuk hati-Nya. Lihantdan saksikan di mana.

Hai, orang Kristen, tidakkah kalian tahu ke mana Tuhanmu pergi? Aku bertanya pada kalian: Tidakkah kau hendak mengikuti-Nya ke sana? Melalui pengadilan, perendahan, salib dan kematian.

Mengapa kalian berat hati? Lihat, jalan itu telah ditunjukkan-Nya pada kalian.” (dikutip dari Sermon 64,5)

Oratio-Missio

  • Tuhan, jadilah Raja dan Penguasa hati, jiwa, hidup dan rumahku. Semoga hidupku mencerminkan kelembutan dan kerendahan hati-Mu agar Engkau dihormati sebagai Raja yang mahamulia.
  • Mengapa aku gagal mengikutiNya?

“Vere homo hic Filius Dei erat” – Marcum 15:39

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here