Yes. 50:4-7
Fil. 2: 6-11
Mrk 14:1-15
“SAYA kagum dengan Pak Kades, kerjanya sangat baik, disiplin dan rapi,” kata seorang warga.
“Dia bisa merangkul kubu lawan dalam pemilihan dulu, hingga suasana desa jadi lebih damai,” kata bapak yang lain.
“Namun sayang ya, anaknya tidak bisa mendukung bapaknya, malah suka mabuk-mabukan dan bermain judi,” kata bapak yang lainnya lagi.
“Itulah kehidupan, tidak ada yang sempurna, masih ada yang harus diperbaiki terus menerus dalam hidup ini,” kata bapak yang pertama bicara tadi.
“Pak Kades telah memilih jalan yang tepat, tidak harus mengikuti suara sumbang orang-orang yang tidak senang padanya,” kata salah satu bapak.
“Suara orang banyak itu, ibarat gema di lorong, diucapkan sekali lalu mendengung dan akan hilang sendiri, maka tidak usah terlalu dipikirkan dan dirasakan,” kata bapak itu.
“Suara orang banyak itu akan gampang berubah, hari ini penuh pujian besok bisa diwanai kata makian, tergantung yang mereka dengar dan sesuai keinginan mereka,” kata salah satu bapak.
“Pak Kades sangat benar karena dia memilih fokus pada tanggung jawab dan rencana-rencana yang dia yakini kebaikannya,” kata bapak yang pertama tadi bicara.
“Meskipun rencananya banyak tantangan dan hambatan bahkan suara yang meragukannya, namun dia berusaha terus,” kata bapak-bapak itu.
Ketika masuk Yerusalem, Yesu disambut dengan sorak-sorai, penuh pujian, dari khalayak ramai.
“Hosana Putra Daud.”
Namun setelah itu mereka yang bersorak penuh pujian berbalik dengan berteriak,”Bunuh Dia, Salibkan Dia.”
Ketika menerima pujian Yesus tetap rendah hati dan fokus pada misinya untuk membawa keselamatan umat, membawa damai dengan menunggangi keledai, bukan kuda.
Dia masuk ke Jerusalem membawa damai bukan perang.
Namun khalayak ramai yang terhasut tetap telab gelap mata dan tuli telinganya.
Apakah kita mau menemani Yesus, atau lari meninggalkan Dia?