Hari Kamis Putih
Bacaan I: Kel. 12: 1-8. 11-14
Bacaan II: 1Kor. 11: 23-26
Injil: Yoh. 13: 1-15
BEBERAPA hari yang lalu ada peristiwa bom bunuh diri di depan Gereja Katedral Makassar. Kejadian yang sungguh mengerikan dan melukai rasa keadilan dan kemanusiaan.
Kejadian itu menimbulkan banyak pendapat yang mengutuk peristiwa tersebut. Namun tidak sedikit yang selain mengutuk meminta agar kejadian itu tidak dikaitkan dengan agama tertentu.
Di samping pendapat yang mengutuk, ada banyak orang bicara soal pelaku bom bunuh diri. Orang mempertanyakan ajaran yang dihayatinya sehingga membuat dirinya berani melakukan tindakan itu.
Tidak dapat dipungkiri adanya ajaran dengan paham radikalisme agama tertentu. Paham yang mengajarkan bahwa agama saya paling baik dan paling benar sehingga orang lain yang tidak seagama dengan saya adalah musuh dan layak untuk disingkirkan.
Ajaran yang bersumber pada paham radikalisme sering kali menghalalkan tindak kekerasan. Dan sayangnya tindakan-tindakan kekerasan yang bersumber pada paham itu ada pada semua agama.
Mereka -para pelaku bom bunuh diri- dan mereka yang mengikuti paham radikalisme ini berpandangan bahwa apa yang dilakukannya adalah tindakan kemartiran.
Mereka mengorbankan diri demi hilangnya orang-orang yang dianggap “kafir”. Maka, mereka berpandangan tindakan mereka benar. Dan bahkan bagi kelompoknya, mereka dimuliakan.
Adakah agama mengajarkan tindakan-tindakan kekerasan yang merusak keadilan, kemanusiaan dan kasih?
Hari ini, umat Katolik merayakan Kamis Putih, perayaan akan cinta yang radikal. Allah rela mengurbankan diri sebagai silih atas dosa umat manusia agar manusia kembali ke martabat luhurnya.
Sebagaimana darah anak domba menyelamatkan bangsa Israel dari hukuman kematian, demikian juga darah anak manusia sebagai penebusan atas umat manusia.
Hal utama yang diwartakan dan dirayakan hari ini adalah kasih yang menghilangkan kekerasan.
Kasih itu bukan soal menang-menangan atau menang kalah, tetapi kasih adalah pengosongan diri, agar dapat memberikan diri seutuhnya.
Maka ajakan untuk merendahkan diri dan melayani satu sama lain dilakukan dengan simbolis oleh Yesus yang mencuci kaki para muridnya.
Sebagaimana sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan dalam Injil Yohanes: “Jikalau Aku, Tuhan dan Gurumu, membasuh kakimu, maka kamu pun wajib saling membasuh kaki. Sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepadamu, supaya kamu juga berbuat seperti yang telah Kuperbuat kepadamu.”
Bagaimana dengan aku?
Adakah aku mau untuk merendahkan diri dan melayani orang lain?